-->

Demokrasi dan Taktik Merangkul Lawan Politik

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


Oleh: Yulida Hasanah
(Pemerhati Sosial dan Aktivis Islam, tinggal di Kabupaten Jember)

Mediaoposisi.com-Isu agama masih menjadi senjata jitu untuk digunakan untuk meraih suara, minimal perhatian dari umat Islam yang menjadi objek mayoritas untuk suara di Pilpres tahun 2019 ini. Buktinya, siapa yang menyangka bahwa rezim ini tiba-tiba melunak untuk membebaskan Ust. Abu Bakar Ba'asyir dengan alasan kemanusiaan.

Terlebih, hal itu dilakukan saat menjelang Pilpres 2019. Tentu hal ini membuat sebagian kalangan mempertanyakan rencana pembebasan Ustadz yang sejak tahun 2011 lalu di masukkan sel tahanan dengan tuduhan melakukan tindakan terorisme tersebut dibilang grasa grusu, sebab rencana ini baru dibahas dengan penasihat hukum pribadi Jokowi, Yusril Ihza Mahendra.

Wajar jika akhirnya rencana Jokowi tersebut tidak didukung oleh sebagian pihak seperti Menkopolhukam Wiranto, yang berpandangan bahwa masalah pembebasan ini perlu dikaji ulang, khususnya terkait dengan sikap keberatan dari Bu Bakar Bakar Ba'asyir untuk memenuhi syarat-syarat formil pembebasan narapidana perkara terorisme.

Pertama,  menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis. Selain itu, muncul kesan bahwa Yusril Ihza Mahendra bertanggungjawab atas rencana pembebasan Ustadz Abu ini. Perkara ini kemudian menjadi polemik baru seteah sebelumnya sikap jokowi yang begitu keras terhadap narapidana terorisme, lalu kenapa menjadi lunak seketika ?

Inilah wajah dari rezim demokrasi, apapun akan dilakukan untuk mencari simpati rakyat ketika jelang pesta demokrasi. Maka, politik merangkul lawan kadang perlu digunakan. Namun, lawan tetaplah lawan, sebab hal ini hanyalah taktik agar lawan yang awalnya “anti rezim” akan melunak kemudian “pro rezim”, lalu memberikan dukungannya agar bisa bertahan dalam tampuk kekuasaan.

Lihatlah bagaimana Jokowi mulai merangkul ulama dan akhirnya ‘si ulama’pun luluh kepadanya, lalu Jokowi juga berhasil menggaet lawan politiknya yang awalnya kritis dengan kepemimpinannya, akhirnya saat ini menjadi penasehat hukum pribadinya.

Dan selanjutnya, bisa ditebak bahwa dibalik rencana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir ada motif politik yang ingin dibangun, yaitu menarik simpati umat Islam yang selama ini telah tersakiti dengan isu –isu terorisme yang menjadikan umat Islam sebagai sarang teroris, dan telah tertipu dengan seabreg janji palsunya. Dengan demikian, Jokowi menjadi orang yang berjasa atas pembebasan Abu Bakar Ba’asyir ini.

Umat Islam kini tak bisa lagi dibohongi, kebangkitan umat telah terasa sejak rezim ini pro terhadap penista agama pada tahun 2016 lalu. Dan selamanya, rezim dalam demokrasi ini tidak akan pernah memberikan ruang bagi kebangkitan Islam. Dan pembebasan Abu Bakar Ba’asyir hanyalah janji manis sebagai bumbu-bumbu kampanye yang dilakukan rezim ini yang tak mungkin akan terwujud. Sebab rezim ini masih terikat perjanjian dengan Australia dan negara AS yang akan terus memerangi umat Islam dengan topeng War On Terorism.

Dana Asing dalam proyek WOT ini, sudah terlanjur mengalir deras ke Indonesia. Maka, mau tidak mau proyek ini harus terus berjalan. Walhasil , adalah sebuah fakta yang wajar jika pembebasan terpidana terorisme Ustadz Abu Bakar Ba’asyir masih maju mundur disertai polemik yang tak tentu akhirnya.

Maka, umat Islam haruslah tetap dengan perjuangannya untuk bisa mencabut kepemimpinan demokrasi dan rezimnya dengan perjuangan Islam Kaffah. Lalu mewujudkan kepemimpinan Islam berlandaskan Al Qur’an  di negeri ini. Sebab inilah satu-satunya jalan yang akan membebaskan umat Islam dari proyek busuk WOT negara-negara kafir di negeri ini.[MOsr]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close