Tri Torekah
(Pemerhati Muslimah)
Mediaoposisi.com-Pertanian untuk menjaga stabilitas harga bahan pangan terlihat menunjukan hasil positif. Mendeteksi akhir tahun secara umum harga masih terkendali. Badan pusat statistik (BPS) mencatat harga beras mengalami kenaikan antara 2.52 % pada November 2018, baik beras kualitas premium, mediaum maupun rendah.
Donasi Save Muslim Uighur
Meski mengalami kenaikan, kepala BPS Suharyanto mengatakan harga ini masih wajar karena tidak jauh berbeda dengan harga beras pada periode yang sama pada 2017 kenaikan ini masih oke, masih wajar terkendali. Ujar Suharyanto dalam konferensi Pers Senin (3/12/2012).
Di gudang BPS pada kesempatan yang sama, BPS merilis pula indeks harga konsumen November 2018, pada bulan tersebut terjadi Inflasi 0.27 % (Mounth to mounth) sementara secara tahunan (Year to year) sebesar 3.23 % tingkat inflasi di November 2018.
“Perkembangan harga berbagai komoditas di November secara umum adanya kenaikan. Suharyanto mengatakan dari 82 kota 70 kota mengalami inflasi,12 kota deflasi, Inflasi tertinggi terjadi di Merauke 0.25 % sedangkan terendah di balikpapan 0.01 %, walau inflasi November 2018 diatas kspektasi pasar,namun Suharyanto mengatakan ini hal bagus yang membedakan November ini lebih rendah dari Oktober sebesar 0.28 % ini bagus artinya harga-harga terkendali”.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri dalam keterangan tertulisnya menyebutkan angka-angka rilis terbaru BPS ini menunjukan arah pembangunan sektor pertanian sudah on the track ( berada dijalur yang benar.red ), okezone.com
Meskipun pemerintah mengatakan kondisi ekonomi masih aman, namun kondisi sebaliknya yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, beban hidup terasa makin berat, dan daya beli masyarakat makin rendah meskipun secara politik tidak terasa ada gejolak dipermukaan. Sebenarnya kondisi masyarakat sedang mengalami guncangan ekonomi terlebih lagi masalah pangan.
Ketua Komando Tugas Pemenangan (Kogasma) pemilu partai demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyebut kondisi masyarakat jauh dari apa yang diperbincangkan di media masa saat ini, banyak yang teriak harga-harga mahal, bahkan ada ungkapan dari warga yang terngiang, bagi saya adalah jangankan untuk memikirkan sekolah untuk anak mereka untuk hidup saja susah, ungkap Agus beberapa waktu lalu.
Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan, yakni bagaimana masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan disisi lain bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi.
Setiap tahun kenaikan harga pangan terjadi, ada banyak persoalan yang menyebabkan hal itu terjadi, salah satunya data yang digunakan untuk membuat kebijakan yang bersumber dari instansi resmi negara sering tidak sinkron satu sama lain, apalagi pada tatanan perumusan dan eksekusi kebijakan di lapangan.
Persoalan lainnya adalah ketersediaan lahan pertanian. Produktifitas lahan di Indonesia sebenarnya tidak buruk bisa mencapai 5 ton/hektar, angka ini bahkan lebih baik dari Thailand (2,87 ton/hektar), India (3,19 ton/hektar).
namun persoalannya adalah jumlah area lahan pertanian kita jauh dibawah negara-negara lain, ini disebabkan banyaknya alih fungsi lahan pertanian yang dirubah menjadi tempat-tempat bangunan dan juga lahan di negeri ini masih banyak yang menganggur sementara kita butuh lahan pertanian besar, saat ini terdapat 7,5 juta ha tanah terlantar dimana 2,1 juta ha diantaranya layak untuk pertanian, lagi-lagi pemerintah absen dalam kebijakan yang serius dalam mengelola sumber daya lahan.
Untuk mengatasinya jelas diperlukan suatu sistem alternatif yang mampu mengatasi krisis pangan sebagai akibat logis dari rusaknya sistem kapitalis saat ini.
Sistem alternatif tersebut haruslah mampu mengatasi rusaknya pengelolaan penyediaan lahan pertanian hingga masalah pendistribusian hasil pertanian. Sistem alternatif itu juga harus mampu mencegah terjadinya kegiatan spektakulatif yang memicu gejolak pasar.
Sistem alternatif itu adalah sistem Ekonomi Islam. Sistem Ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara Khalifah diyakini mampu mengatasi masalah krisis oangan. Sistem Ekonomi Islam dengan politik pertaniannya sejak awal mampu mencegah terjadinya kerusakan distribusi disektor produksi pertanian, sektor oengelolaan hasil pertanian serta sektor perdagangan hasil pertanian.
Sebagai sebuah agama yang sempurna, Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi per individu.
Seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah kelak bila ada satu saja dari rakyatnya yang menderita kelaparan. Syariah Islam sangat menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan produktifitas lahan.
Dalam Islam tanah-tanah mati yaitu tanah yang tidak tampak adanya bekas-bekas tanah itu diproduktifkan, bisa dihidupkan oleh siapa saja baik dengan cara memagarinya dengan maksud untuk memproduktifkannya atau menanaminya dan tanah itu menjadi milik Orang yang menghidupkan tanah mati itu. Rasulullah saw bersabda “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya”. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud).
Selanjutnya Syariah Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik, negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar, seperti penimbunan, Kanzul Mal, serta membuka akses informasi itu untuk semua orang sehingga akan meminimalkan terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar yang mengambil keuntungan secara tidak benar.
Dari aspek managemen rantai pasok pangan Kita belajar dari Rasulullah saw yang pada saat itu sudah sangat konsen terhadap persoalan akurasi data produksi. Beliau menganngkat Hudzaifah Ibn Al-Yaman sebagai katib untuk mencatat hasil produksi Khaybar dan hasil produksi pertanian. Sementara itu, kebijakan pengadilan harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan pengadilan supply dan Domain bukan dengan kebijakan pematokan harga.
Demikianlah konsep dan nilai-nilai Syari’ah Islam memberikan konstribusi pada penyelesaian masalah pangan. Konsep tersebut tentu baru dapat dirasakan kemaslahatannya dan menjadi Rahmatan lilalamin, bila ada institusi negara yang melaksanakannya. Oleh karena itu, wajib bagi kita dalam melayani urusan Umat, termasuk persoalan pangan dengan menerapkan Syariat Islam dalam naungan Khilafah.[MO/ge]