Oleh : Indah Ummu Izzah
Mediaoposisi.com-Sungguh lucu dinegeri mayoritas muslim ini. Penista agama dibiarkan melenggang sementara pembela agama dihinakan, dipersekusi bahkan dipenjarakan dengan dalih yang tidak masuk akal.
Keputusan sudah ditetapkan bagi pembakar bendera tauhid. Penjaga 10 hari dengan denda 2 ribu perak.
Bak nginap dirumah teman selama 10 hari dan jalan-jalan ke mall bayar parkir 2 ribu per jam. Semurah itukah harga sebuah penghinaan terhadap bendera Rasulullah? Semudah itukah hukuman bagi penista kalimat tauhid?
Maka jangan lah dipertanyakan kenapa dinegeri ini semakin merajalela para penista agama.Beberapa komika saja yang kerjaannya membuat orang tertawa pun sudah merambah profesi ini, penista agama.
Mengapa penistaan terhadap agama terus berkembang biak?
Hukuman ringan terhadap penistaan agama seolah memberikan kesan adanya pembiaran. Tidak ada efek jera yang membuat pelakunya tidak akan berani untuk mengulanginya. Begitu pun dengan orang lain.
Menurut Chandra Purna Irawan,SH.,MH.
(Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI dan Sekjen LBH PELITA UMAT). Bahwa Islam memandang bendera yang berwarna hitam dan putih bertuliskan lafadz tauhid sebagaimana keterangan dari hadist,
Sirah Nabawiyah, ijma sahabat dan ulama menegaskan bahwa itu adalah bendera Rasulullah Saw dan umat Islam yang sangat diagungkan dan dimuliakan, maka sepatutnya pelaku pembakaran tersebut dikenakan pasal 156a KUHP tentang tindak pidana penistaan agama.
Bahwa barangsiapa yang melakukan dimuka umum menampakkan perasaan dan perbuatan yang pada pokoknya menistakan atau melecehkan simbol agama Islam maka sama saja telah melecehkan agama tersebut.
Terlebih lagi perbuatan tersebut dilakukan tampak tanpa rasa bersalah dengan diiringi lag-lagu. Saya mendorong pelaku ditetapkan tersangka penistaan agama (156a KUHP).
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Islam memberikan solusi tuntas
Dalam Islam, hukuman bagi pelaku kejahatan atau kepada siapa saja yang melanggar syariat Islam adalah hukuman yang berefek jera terhadap pelakunya. Bahkan meninggalkan bekas yang akan diingat selamanya.
Seperti potong tangan bagi pelaku pencurian. Juga memberikan edukasi terhadap masyarakat agar jangan mencoba untuk melakukan hal yang serupa. Begitupun untuk para pelaku penista agama.
Membakar bendera Rasulullah saw, jelas merupakan kemungkaran paling besar, dan termasuk pelecehan, penghinaan, dan penyerangan terhadap simbol-simbol Islam. Pelakunya, jika Muslim dihukumi murtad dari Islam dan wajib dihukum mati.
Di dalam Kitab Asna al-Mathalib, dalam bab riddah (murtad), Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshoriy menjelaskan:
الثَّانِي فِيمَنْ تَصِحُّ رِدَّتُهُ وَهِيَ قَطْعُ الْإِسْلَامِ إمَّا بِتَعَمُّدِ فِعْلٍ وَلَوْ بِقَلْبِهِ اسْتِهْزَاءً أو جُحُودًا كَسُجُودٍ لِصَنَمٍ وَإِلْقَاءِ مُصْحَفٍ أو نَحْوِهِ كَكُتُبِ
الحديث في قَذِرٍ اسْتِخْفَافًا أَيْ على وَجْهٍ يَدُلُّ على الِاسْتِخْفَافِ بِهِمَا
“Kedua, kepada siapa absah kemurtadannya, yaitu memutus keislaman. Adakalanya dengan kesengajaan perbuatan walaupun di dalam hatinya (hanya untuk) bermain-main, atau pengingkaran seperti sujud kepada patung, atau melempar Mushhaf atau selain Mushhaf seperti kitab-kitab hadits ke dalam kotoran [istikhfaafan: pelecehan], yakni dalam bentuk yang menunjukkan penghinaan terhadap keduanya”.[Syaikh al-Islaam Zakariya al-Anshoriy, Asna al-Mathalib, Juz 4/117. Maktabah Syamilah]
Imam Nawawiy di dalam Kitab al-Minhaj menyatakan:
وَالْفِعْلُ الْمُكَفِّرُ مَا تَعَمَّدَهُ اسْتِهْزَاءً صَرِيحًا بِالدِّينِ أَوْ جُحُودًا لَهُ كَإِلْقَاءِ مُصْحَفٍ بِقَاذُورَةٍ وَسُجُودٍ لِصَنَمٍ أَوْ شَمْسٍ.
“Perbuatan yang mengkafirkan (pelakunya), yang perbuatan itu disengaja (untuk melakukan) penghinaan terhadap agama secara terang-terangan, atau pengingkaran agama, seperti melempar Mushhaf ke dalam kotoran, sujud kepada patung atau matahari.[ Imam Abu Zakariya An Nawawiy, Kitab al-Minhaj, Juz 1, hal. 427. Maktabah Syamilah][MO/ge]