Oleh:Zulaika
(Member Akademi menulis Kreatif3)
Mediaoposisi.com- Sedih rasanya mendengar kasus yang belum lama ini terdengar yaitu tentang seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bernama Tuti Tursilawati. TKW asal Majalengka, Jawa Barat ini di eksekusi mati oleh Pemerintah Arab Saudi karena telah membunuh majikannya. Tuti terpaksa melakukan pembunuhan itu karena kerap mendapat pelecehan seksual dari majikannya itu.
Jadi sebenarnya Tuti melakukan pembunuhan itu semata-mata hanya untuk membela dirinya.
Sebelumnya Tuti telah menjalani proses hukuman yang cukup lama, yakni sekitar 7 tahun. Dia didakwa atas kasus pembunuhan kepada majikannya di tahun 2010. Dan divonis hukuman mati pada Juni 2011. Yang sangat membuat geram adalah pelaksanaan hukuman mati tersebut dilakukan Pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) (TribunNews.co).
Tentu bukan hanya Tuti yang terancam hukuman mati di Saudi. Sejak tahun 2011- 2018 ada 103 WNI yang terancam hukuman mati. Maraknya buruh TKW di Luar Negeri bukan hanya mengakibatkan adanya ancaman hukuman mati saja tetapi juga munculnya masalah-masalah lain di dalam rumah tangga. Mayoritas para suami yang istrinya menjadi TKW, berganti peran menjadi bapak rumah tangga.
Malas bekerja untuk menafkahi keluarga menjadi fenomena biasa. Runtuhnya tatanan keluarga akibat rasa rendah diri, kurang wibawa, dan penghargaan terhadap suami memberi peluang masuknya perselingkuhan dan perceraian. Gambaran "Dunia Terbalik" dalam sinetron salah satu stasiun TV swasta memperjelas fakta yang terjadi ditengah keluarga yang meng-alih fungsikan peran antara suami dan isteri. Semua itu disebabkan karena faktor ekonomi dan gaya hidup sekular telah mengguncang unsur terkecil masyarakat, yakni keluarga.
Mirisnya, kasus yang menimpa keluarga dengan ancaman perceraian, perselingkuhan dan penyimpangan seksual menjadi momok mengerikan. Anak-anak yang seharusnya masih merasakan dekapan hangat ibu dan mendapatkan kenyamanan, kini harus dihadapkan dengan monster "pelecehan" dari orang terdekat mereka. Ayah, kakak, paman, kakek dan lain sebagainya.
Tak berhenti sampai disitu. Tidak sedikit para TKW yang bekerja di luar negeri mengalami penyiksaan, pelecehan, pemerkosaan bahkan pembunuhan. Dan salah satunya adalah kasus sebagaimana diatas.
Fenomena dan fakta menyedihkan terus berulang. Para TKW diiming-imingi gaji besar tapi minim keamanan. Mereka dianggap aset menguntungkan meski tak sebanding dengan perlakuan yang mereka rasakan. Inilah bukti manakala hidup di zaman kapitalis-sekular. Pemerintah abai dan gagal memberikan jaminan kesejahteraan dan kenyamanan.
Sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini tidak bisa diharapkan akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya karena tegak di atas asas dan pilar yang batil. Kapitalisme justru melahirkan eksploitasi, kemiskinan dan gap sosial.
Dalam Islam, perempuan menjadi TKW yang bekerja di Luar Negeri hukumnya haram, berdasarkan 2 (dua) alasan utama: Pertama, karena TKW bekerja di Luar Negeri tanpa disertai mahram atau suaminya. Padahal Syara' telah mengharamkan seorang perempuan muslimah melakukan perjalanan (safar) sehari semalam tanpa disertai mahram atau suami, meski untuk menunaikan ibadah haji yang wajib.
Terlebih ini yang melakukan safar selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Kedua, menjadi TKW juga haram ditinjau dari segi lain, yaitu keberadaan TKW telah menjadi perantara munculnya berbagai hal yang diharamkan syara', misalnya, terjadinya pelecehan seksual, pemerkosaan, pembunuhan, dan lain sebagainya. Maka hanya sistem Islam yang telah terbukti mampu menjamin kesejahteraan kaum perempuan dan rakyat secara keseluruhan dengan mekanisme yang sempurna.
Suami sebagai pencari nafkah dan istri sebagai Ummu warrabatul bayt. Rakyat pun akan terjamin kesejahteraannya dan diberikan kemudahan dalam mencari nafkah. Serta penegakan hukum secara kontinyu oleh negara sehingga rakyat yang bersalah akan dijatuhi hukuman sesuai dengan sistem Islam.[MO/sr]