Oleh:Desi Wulan Sari
Mediaoposisi.com-Tragedi yang menimpa Baiq Nuril beberapa waktu lalu sangat miris. Patut disayangkan ketika Baiq Nuril melaporkan mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram ke Polisi--dengan laporan atas kasus dugaan perbuatan asusila terhadap dirinya-Baiq justru dilaporkan atas dugaan telah melanggar Pasal 27 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Baiq disangkakan telah mencemarkan nama baik karena menyebarkan rekaman percakapan tidak bermoral tersebut.
Dalam persidangan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq Nuril tidak bersalah karena tidak terbukti mendistribusikan mentransmisikan atau membuat rekaman tersebut diakses publik. Namun Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Akhirnya pada 26 September 2018 lalu, MA memutus Baiq bersalah. Baiq dijatuhi vonis enam bulan penjara dan denda sebesar Rp500 juta.
Ketika hukum berjalan mulai timpang dan tidak berpihak pada keadilan, sungguh suatu pemandangan yang menyesakkan dada. Seorang wanita, guru, ibu dari anak-anaknya yang mendapat perlakuan tidak senonoh, justru mendapat hukuman penjara. Bahkan denda uang yang tidak sedikit.
Masyarakat dan berbagai pihak yang bersimpati dengan kasus Baiq Nuril pun bereaksi. Dukungan mengalir kepadanya lewat berbagai aksi yang dilakukan di media sosial dan aksi solidaritas. Bahwa ia merupakan korban pelecehan dan tidak sepatutnya mendapat hukuman. Ini menandakan bentuk perlawanan terhadap diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Masyarakat menyayangkan ketidakadilan ini. Vonis tersebut justru menjadi tanda, bahwa hukum saat ini sedang tumpul pada rakyat yang lemah
Dalam pandangan Islam, wanita sangat dihormati, dimuliakan, dan dilindungi hak-haknya oleh hukum dan Negara. Negara memiliki kekuatan dalam pemenuhan hak dan kewajiban di mata hukum bagi rakyatnya.
Keistimewaan wanita dalam Islam antara lain:
Wanita dan laki-laki sama derajatnya dalam ketakwaan.
Ibu lebih tinggi dari Ayah 3 derajat.
Melindungi wanita dalam perang.
Mendapat bagian dalam warisan.
Wanita saliha bebas masuk surga dari pintu manapun.
Islam melindungi kehormatan wanita.
Seperti yang pernah dikisahkan pada masa kekhilafahan Al-Mu'tasim Billah pada tahun 837. Ketika seorang budak muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar, meminta pertolongan, karena diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi hingga tersingkaplah auratnya. Kemudian berteriaklah wanita itu “waa Mu’tashimaah!” yang juga berarti “di mana kau Mutashim…tolonglah aku!”
Catatan sejarah menyatakan bahwa ribuan tentara Muslim bergerak di bulan April, 833 Masehi dari Baghdad menuju Ammuriah.
Sebanyak 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lainnya ditawan. Pembelaan yang begitu dasyat kepada muslimah yang teraniaya ketika ia betada dibawah perlindungan sang khalifah.
Setelah menduduki kota tersebut, khalifah meminta untuk ditunjukkan di mana rumah wanita tersebut, saat berjumpa dengannya ia mengucapkan “Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?”. Sungguh indah Islam menunjukkan betapa mulianya kedudukan wanita dimata seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.
Namun sistem yang ada saat ini justru menafikkan hal itu terjadi. Sistem Kapitalis dan Sekuler hanya berpihak kepada yang memiliki kepentingan semata. Sistem kufur sungguh tidak dapat melindungi seorang wanita yang teraniaya sekalipun seperti kasus Baiq ini.
Hanya Islam yang diterapkan secara kaffah yang mampu melindungi wanita dengan sempurna. Tentu saja dengan menerapkan hukum-hukum mengenai wanita dengan syariat yang telah ditentukan. Wallahua'lam bishawab.[MO/sr]