Oleh: Ulfah Sari Sakti,S.Pi
(Jurnalis Muslimah Kendari)
Mediaoposisi.com-Tidak ada yang salah bahkan semua rakyat Indonesia pun setuju dengan pendapat bahwa bela negara merupakan suatu kewajiban bagi setiap warga negara, tetapi sebagai warga mayoritas, setidaknya umat Islam diberikan ruang lebih untuk melaksanakan ajaran agamanya secara kaffah (menyeluruh).
Apalagi jika ajaran tersebut tidak bertentangan dengan dasar negara, bahkan membawa pahala bagi warga yang melaksanakannya. Mengingat takut melanggar larangan Allah swt lebih utama dibanding takut dengan hal yang lain.
Situs republika.co.id (18/11/2018) melansir Menkopolhukam, Wiranto mengatakan bela negara merupakan suatu kewajiban dan keharusan bagi setiap warga negara. “kewajiban kita untuk melakukan bela negara. Kata kuncinya adalah Pancasila. Ada satu kata kunci yang harus kita pegang untuk persatuan Indonesia, Indonesia yang satu,” kata Wiranto di UIN Sunan Kalijaga Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dirinya juga mengungkapkan terbentuknya Indonesia karena adanya persatuan, sebab tanpa persatuan Indonesia akan mudah terpecah belah.
Sehubungan kasus pengibaran bendera bertuliskan kalimat tauhid milik organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Wiranto menaruh perhatian lebih. “Ya nggak boleh. itu kan sudah menduakan merah putih. Menduakan Pancasila,” ucapnya usai sosialisasi Inpres No 7 Tahun 2018 di Hotel Utami (tribunnews.com/29/10/2018).
Sementara itu Anggota Dewan Pembina Front Pembela Islam (FPI), Habib Muchsin Alatas menekankan Wiranto harus bertaubat karena pernyataannya selama ini menunjukan bahwa dia anti terhadap kalimat tauhid. “Karena Pancasila adalah Indonesia merdeka yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau anda anti terhadap kalimat tauhid. Maka cari tempat selain bumi Allah,” ujar Habib Muchsin saat aksi bela tauhid. (rmol.co.id/2/11/2018).
Antara HAM / Kebebasan dan Syari’at Islam
Fakta saat ini kebanyakan muslim lebih membela hak asasi manusia (HAM) dibanding syari’at Islam, padahal jika kita sebagai muslim yang berilmu seharusnya lebih memilih syari’at Islam, karena kita merupakan ciptaan Allah swt, bukan ciptaan manusia.
Dengan percaya dan melaksanakan aktivitas berdasarkan syari’at Islam maka kemaslahatan umat akan terwujud. Adapun tujuan syari’at Islam yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (Imam al-Ghazali, al-Mustashfa hal 275).
Dr Hamid Fahmy Zarkasyi dalam sebuah wawancara mengatakan syari’at Islam, agama dan negara itu menjaga akal (hifzul aql) dari kebodohan dan kesalahpahaman dalam segala hal. Maka syari’at adalah petunjuk jalan kebenaran, bukan tali pengekang manusia. Syari’at bersifat adil, rahmat, maslahat dan berhikmah. Selain itu syari’at dibangun diatas konsep syari’at bukan humanis. Maka sudah selayaknya seorang muslim yang bertauhid itu humanis, dan seorang yang humanis haruslah bertauhid.
Kebebasan dalam Islam bukan bebas sebebas bebasnya tetapi kebebasan adalah bertindak sesuai dengan kecenderungan alami sebagai hamba yang patuh kepada aturan Allah swt. Al-Attas menyebut konsep kebebasan itu dengan terminologi ikhtiyar (memilih yang baik) bukan memilih yang buruk.
Karena jika manusia memilih yang buruk, berarti bukan kebebasan tetapi kecelakaan (Al-Attas, Peri Ilmu dan Pandangan Alam, hal 63). Jadi sesungguhnya syari’at itu membebaskan manusia dari belenggu hawa nafsu yag merusak dan mengakui hak-hak kemanusiaan secara proporsional, bukannya membiarkan secara liberal.
Kewajiban Melaksanakan Islam Kaffah
Firman Allah swt dalam QS Al Maidah : 44, “Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturukan oleh Allah maka mereka itulah orang-orangnya kafir”
Ibnu Abbas pernah mengatakan,“Siapa saja yang mengingkari apa saya yang Allah turunkan, sungguh dia telah kafir. Siapa saja yang mengakuinya namun tidak berhukum dengannya, maka dia adalah zalim-fasik” (al-wahid, al-wasith fi Tafsir al Qur’an al-Majid, vol 2, hal 191).
Jika Islam diterapkan secara kaffah maka umat non muslim tidak perlu khawatir hak-haknya akan berkurang, begitu pula kenyamanan dalam hidup bermasyarakat. Karena semuanya tergambar jelas pada cara Nabi Muhammad saw memperlakukan umat non muslim.
Pernah suatu waktu seorang bertanya kepada Aisyah RA perihal bagimana Nabi dalam kesehariannya, Aisyah pun menjawab, “Akhlak beliau (Nabi saw adalah Al qur’an”, kemudian Aisyah membacakan ayat “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS Al Qalam : 4).
Allah swt berfirman : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasullulah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah” (QS Al Ahzab : 21).
Rasulullah mencontohkan sikapnya terhadap non muslim yang lemah. Sebagaimana dikisahkan bahwa Nabi adalah yang paling perhatian terhadap kondisi pengemis tua dari bangsa Yahudi yang menetap di salah satu sudut pasar di Madinah. Setiap hari Nabi datang menyuapi pengemis tua dan buta tersebut.
Dan setiap Nabi datang menyuapi, pengemis Yahudi itu selalu menyebut-nyebut Muhammad sebagai seorang yang jahat, mesti dijauhi dan sebagainya. Hingga pada suatu hari Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menggantikan menyuapi karena Nabi sakit. Saat itulah Yahudi mendapatkan berita bahwa tangan yang selama ini menyuapinya adalah tangan Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad SAW. pun tidak membalas kejahilaan yang diperbuat terhadapnya. Ketika masih di Mekkah, setiap hendak ke Ka’bah, dalam perjalanannya, Nabi selalu mendapat perlakuan jahil (buruk) dari seorang Yahudi.
Nabi tidak membalas dan tetap tidak menghiraukannya. Hingga suatu hari, perlakuan jahil itu hilang, bukannya senang, Nabi pun mencari tahu kemana gerangan si Yahudi. Setelah mendapat kabar si Yahudi sakit, Nabi pun menjenguknya. Dan luar biasa kaget si Yahudi karena Nabi Muhammad, orang yang selama ini diperlakukan buruk, justru menjadi orang yang pertama kali menjenguknya.
Nabi memberikan perlindungan dan pemahaman Islam jika meminta.
Firman Allah swt “Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” (QS At Taubah : 6)
Nabi bersabda “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang mukmin pada hari kiamat melebihi akhlak baik. Sesungguhnya Allah membenci perkataan keji lagi jorok” (HR Tirmidzi).
Serangkaian fakta dalam sistem Islam, tentunya membuat kita semua tidak terkecuali non muslim untuk khawatir, apalagi takut jika sistem Islam benar-benar dapat diterapkan. Terkhusus umat muslim, sudah saatnya membuka pikiran dan hati sehingga mengakui dan mau menerapkan sistem Islam dalam kehidupan sehari-hari, mengingat pemikiran dan ajaran dalam Islam dapat dikolaborasikan karena sesuai dengan sistem yang ada saat ini. Semoga tidak ada lagi istilah Islamphobia, baik yang berasal dari umat muslim maupun non muslim.[MO/sr]