(Menyanggah Grace Natalie)
Mahfud Abdullah
(Indonesia Change)
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyatakan, menolak peraturan daerah (Perda) berbasis agama lantaran ingin Indonesia memiliki produk hukum yang menyeluruh untuk setiap personal hingga seluruh pemeluk kepercayan manapun. "PSI tidak anti agama sama sekali tidak. Justru pertanyannya, kami menolak perda-perda berbasis agama karena kami ingin menempatkan agama di tempat yang tinggi. Karena agama itu jangan lagi dipakai sebagai alat politik," tutur Grace di Jokowi Center, Jalan Ki Mangunsarkoro 69, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/11/2018). (https://www.liputan6.com/news/read/3694580/tolak-perda-berbasis-agama-psi-kita-ingin-produk-hukum-universal)
/Catatan/
Mutu politisi demokrasi Grace Natalie terungkap diantaranya pandangannya tentang perda-perda berbasis agama. Pernyataan kontroversial dilempar ke publik di saat negeri ini memerlukan strategi baru, misi baru, bahkan visi baru agar dapat keluar dari krisis.
Ingat menolak dan menghalangi pemberlakuan Perda Syariah adalah sikap diskriminatif dan inkonstitusional. Pemberlakuan Perda Syariah di banyak daerah, adalah mutlak hak daerah sesuai otonominya. Perda itu juga tidak bertentangan dengan konstitusi yang menjujunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan sekaligus menjamin kebebasan menjalankan ajaran agama.
Pemerintah daerah menetapkan Perda Syariah pasti memiliki niat baik ingin memperbaiki moral warganya. Kita dapat melihat kondisi kaum muslim saat ini, banyak yang jauh dari Islam. Jangankan memahami dan mengerjakan, membaca al Qur’an saja mereka sulit. Banyak muslim justru terjebak dalam kebiasaan hidup tidak Islami.
Maka seminimal-minimalnya inilah upaya Pemda setempat dalam menjaga moral warganya. Tentu harapannya, ketika muslim dekat dengan al Qur’an, perlahan akhlak mereka mengikuti petunjuk Islam. Penolakan terhadap Perda-Perda bernuansa syariah dari oknum-oknum politisi jelas menunjukkan sikap phobia terhadap Islam.
Sikap pemerintah yang tidak memberikan perhatian dan dukungan kuat terhadap perda-perda bernuansa syariah sekaligus membuktikan kalau semangat penerapan Syariah Islam mengalami kesulitan diwujudkan dalam aturan di level daerah (Perda/ Qanun). Syariah Islam harus diterapkan melalui Undang-Undang yang berlaku untuk seluruh warga negara. Negara harus berasaskan akidah Islam, agar dapat menjadikan syariah Islam sebagai aturan perundang-undangannya.
Sementara demokrasi yang digembar-gemborkan selama ini jelas tidak cocok dan tidak kompatibel untuk bangsa dan negara ini. Demokrasi dijadikan alat legalisasi penjarahan bagi kapitalis asing. Suara rakyat berpotensi diperalat untuk meloloskan agenda-agenda busuk.
Indonesia nampaknya membutuhkan referensi ideologi negara sebagai pijakan kebijakan politik ekonomi yang independen dan berdaulat. Pilihannya hanya ada tiga kapitalis liberalis murni ala AS, sosialis komunis berbaju kapitalis ala RRC. Dan hanya Islam yang bisa menghadang kedua ideologi ekspansif tersebut sekaligus mewujudkan kedaulatan dan kewibawaan negeri gemah ripah loh jinawi di bumi pertiwi ini.
Sudah saatnya kita kembali pada visi penciptaan manusia yang ditetapkan Allah dalam al-Quran. Visi itu adalah ketaatan kepada Allah dengan segala hukum yang Allah turunkan.
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah (taat kepada)-Ku. (QS Adz-Dzariyât [51]: 56).
Ketaatan kepada Allah berarti melaksanakan seluruh syariah-Nya. Dengan menerapkan syariah Islam dalam semua aspek kehidupan —dalam pengurusan negara, ekonomi, pendidikan, kesehatan hingga pergaulan— kita akan terbebas dari kesulitan demi kesulitan dan krisis akibat hukum-hukum sekuler.
from Pojok Aktivis