-->

Narasi Eksploitasi Berbalut Pemberdayaan Ekonomi Perempuan

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Safiatuz Zuhriyah
(Aktifis Pergerakan Muslimah)

Mediaoposisi.com- Pemberdayaan ekonomi perempuan. Frasa ini bak mantra yang menyihir kaum perempuan milenial sehingga mereka beramai-ramai keluar rumah untuk beraktivitas di ruang publik. Negara pun memfasilitasinya, dengan harapan partisipasi perempuan tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonominya. Sehingga peran perempuan dalam pekerjaan juga harus ditingkatkan.

Dilansir dalam economy.okezone.com, pada Pertemuan Parlemen Tingkat Tinggi di Sidang Tahunan IMF dan World Bank pada 8-9 Oktober 2018, anggota komisi I dari fraksi PDIP, Evita Nursanty mengatakan bahwa, menurut ILO, 865 juta perempuan memiliki potensi untuk memaksimalkan kontribusinya dalam pembangunan ekonomi.

Lebih jauh lagi, partisipasi perempuan telah terbukti mampu memberdayakan keluarga dan lingkungannya. Karenanya, maka negara harus memastikan pendidikan bagi kaum perempuan dan membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan.

Antara lain dengan memberi akses terutama untuk layanan keuangan digital, memastikan perempuan mendapatkan hak-hak sosial maupun ekonomi, melawan segala bentuk diskriminasi, serta menyediakan data yang terpisah antara perempuan dan laki-laki agar tercipta kebijakan yang terarah.

Bahkan menurut Mc Kinsey, tanpa pemberdayaan perempuan, maka dunia akan rugi sebesar US $4.5 triliun dalam PDB tahunan pada 2025. Begitulah, para ekonom kapitalis hanya berhitung secara materi semata. Tidak terbayang oleh mereka, kerugian non materi bila partisipasi gender ini benar-benar terwujud. Pasti akan banyak keluarga kehilangan pengaturnya. Serta banyak anak kehilangan pengayom dan pembimbingnya.

Akibatnya, pengabaian keluarga semakin meluas. Kenakalan remaja pun mengalami peningkatan signifikan. Banyak keluarga hancur. Angka perceraian dan keengganan menikah terus meningkat. Bagi perempuan, pernikahan menjadi momok yang menghantui kariernya.

Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi perempuan ini menjadi kedok untuk mengokohkan hegemoni kapitalis. Perempuan digiring menjadi pemutar roda industri kapitalis dengan upah murah dan pangsa pasar baru bagi produk mereka.

Pada faktanya, keluarnya para perempuan menyerbu bursa tenaga kerja adalah karena tidak adanya jaminan finansial dalam kehidupan kapitalis. Perempuan dibiarkan sendiri mengais rupiah di jalanan untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya.

Mau tidak mau, mereka harus berlomba mencari pekerjaan meski sebagai buruh migran, buruh pabrik, buruh tani, pedagang kecil, maupun asisten rumah tangga. Mereka terpaksa bekerja dalam kondisi mirip perbudakan dan bertahan hidup demi sesuap nasi.

Atau pada kalangan yang lebih beruntung, dengan pegorbanan lebih, para perempuan berhasil menempati beberapa kedudukan strategis setara dengan kaum laki-laki. Namun setelah mendapatkan gaji, para perempuan ini menjadi lebih konsumtif membelanjakan uangnya untuk membeli produk dari brand-brand terkenal atas nama gaya hidup.

Hanya supaya diakui sebagai kaum berkelas. Sama sekali tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan secara umum. Lagi-lagi, yang diuntungkan adalah para kapitalis negara maju. Sedangkan perempuan di negara-negara berkembang menjadi korban eksploitasi ekonomi dan hanya menjadi pangsa pasar produk korporasi asing.

Begitulah ketika kapitalisme telah memberikan label harga pada perempuan. Yang dihargai hanyalah mereka yang mampu menghasilkan kekayaan. Sedangkan peran politik dan strategis perempuan, yaitu sebagai ibu, pengatur rumah tangga dan pendidik generasi tidak lagi ada artinya.

Berbeda dengan kapitalis, Islam tidak mendefinisikan keberhasilan perempuan berdasarkan kemandirian finansialnya. Bahkan tidak meletakkan kewajiban mencari nafkah di pundak perempuan. Islam membangun pandangannya atas dasar arti penting sebuah keluarga, pembagian peran dalam keluarga, dan efeknya pada kemajuan masyarakat secara keseluruhan.

Sistem sosialnya yang unik, mengatur peran serta hak untuk laki-laki dan perempuan secara seimbang dan saling melengkapi. Keduanya bekerja sama menciptakan kehidupan keluarga dalam pernikahan yang harmonis. Laki-laki adalah pemimpin rumah tangga. Tugasnya mencari nafkah dan memberi pengayoman terbaik kepada seluruh anggota keluarganya.

Sedangkan perempuan adalah ibu dan pengatur rumah tangga. Tugasnya mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengatur seluruh urusan rumah tangganya. Ia juga sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Di tangannya diletakkan harapan besar untuk bisa mencetak generasi berkualitas pembangun peradaban.

Islam memberi arti penting dan nilai besar bagi peran ibu dengan berusaha membangun apresiasi terhadap status penting ibu dalam masyarakat. Karenanya, perempuan merasa dihargai dalam peran mereka dengan membesarkan generasi masa depan untuk menjadi warga yang lurus.

Mereka menyumbangkan banyak waktu untuk menjalankan peran strategisnya dan tidak merasa perlu bekerja agar terlihat sukses. Secara finansial, mereka selalu dipelihara oleh kerabat laki-laki atau negara.

Sedangkan di sektor publik, perempuan bisa berkontribusi memberikan solusi masalah-masalah umat. Muslimah juga diwajibkan menuntut ilmu dan mengamalkan setiap ilmunya agar berguna bagi dirinya dan orang lain. Ia juga berperan mendidik generasi secara umum, memahamkan umat tentang perlunya berkepribadian Islam.

Kita bisa melihat peradaban gemilang di tangan Islam. Semua tidak terlepas dari peran penting seorang ibu. Di balik Imam Syafii, sosok ulama yang tidak diragukan lagi kualitas keilmuannya, ada Fatimah binti Ubaidillah yang menjaga makanan, minuman, kesehatan, serta daya pikirnya sejak kecil.

Di balik kesuksesan Khalifah Harun al Rasyid, ada sosok Khaizuran yang dengan keuletan, kepandaian dan kemauan kerasnya, berhasil mendidik anak-anaknya menjadi pemimpin besar. Serta masih banyak lagi yang lain.

Tentu saja, hal ini hanya bisa terwujud dalam sistem Islam, dimana seluruh aturan yang diterapkan berlandaskan pada hukum syara. Bukan pada sistem kapitalis yang hanya mendewakan materi.

Sungguh, di tengah carut-marutnyq persoalan yang ada, seluruh penduduk negeri ini harus berhijrah secara total supaya menjadi lebih baik dan mendapatkan keberkahan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al A'raf : 96

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."[MO/sr]








Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close