Oleh : Marni (Aktivis Muslimah)
Bupati Samosir Rapidin Simbolon memastikan hal ini setelah ditolaknya tiga anak sekolah dasar di Desa Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara karena para orangtua lain khawatir anak-anak mereka dapat tertular virus HIV.
Tiga anak yang terdiri dari seorang laki-laki dan dua perempuan berinisial H (11), SA (10) dan S (7) bukan warga asli Nainggolan. Mereka merupakan penduduk dari daerah luar yang didatangkan ke RS HKBP Nainggolan untuk dirawat di sana.
Pemkab Samosir kemudian mendaftarkan ketiganya di sekolah, yaitu satu anak di PAUD dan dua lainnya di SDN setempat. Tetapi baru sehari sekolah, ketiganya tidak lagi diizinkan masuk.
Ini dikarenakan sebagian besar orangtua siswa lainnya menolak anak mereka berada di kelas dan sekolah yang sama dengan ketiga anak penderita HIV itu.
Rapidin menyatakan langkahnya membuat pengajaran terpisah sebagai solusi sama-sama menang. Ia juga mengatakan bahwa dirinya telah menjelaskan kepada warga mengenai penularan HIV namun warga tetap menolak.
Mediasi dilakukan pihak komite AIDS HKBP dengan PAUD, Komite Sekolah SDN, masyarakat setempat dan pemerintah Kabupaten (Pemkab) Samosir.
Hasil mediasi itu menyarankan agar ketiga anak itu dipindahkan dari sekolah dan menjalani homeschooling atau menjalani pendidikan sekolah di rumah.
Namum Komite AIDS HKBP menolak saran tersebut karena homeschooling dinilai akan membuat ketiganya semakin merasa terisolasi.
Komite itu juga menyayangkan sikap Wakil Bupati Samosir, Juang Sinaga, yang bahkan menyerukan agar ketiga anak tersebut dipindahkan dari Desa Nainggolan dan membuka hutan bagi tempat tinggal ketiganya.
Diskriminasi anak dalam lembaga pendidikan bukan kali ini saja terjadi LBH masyarakat menemu-kan ada dua kasus pembatasan hak atas pendidikan selama 2016-2017. Data PBB menunjukkan sekitar 2300 anak di Indonesia terjangkit HIV dengan penularan dari Ibu.
Penularan yang paling banyak adalah para istri pengguna narkoba dengan suntik, para pengguna jasa seks komersial, istri para pria gay dan pria gay.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementeriab Kesehatan, Sumut menempati posisi 7 di Indonesia yang terbanyak mengalami kasus HIV/AIDS. Sementara berdasarkan data yang telah terpublikasi, angka prevalensi HIV/AIDS di Sumut mencapai 28,96 per 100.000 penduduk.
Artinya setiap 100.000 penduduk di Sumut terdapat 29 orang mengidap HIV/AIDS sehingga semua pihak perlu aktif dan peduli menanggulanginya.
Hal itu dikatakan Unit Manager Communication & CSR PT Pertamina (Persero) Region I rudi Ariffianto di Medan, saat pelatihan dasar HIV/AIDS yang digelar di Pertamina MOR I di Hotel Grand Inna Jalan Balai Kota Medan, Kamis (26/4/218) lalu.
Banyaknya kasus HIV/AIDS di Sumut, hingga PT.Pertamina (Persero) ikut berpartisipasi dalam penanggulangan HIV kepada masyarakat melalui pelatihan tersebut.
Sementara data dari dinkes.pemkomedan.go.id menyebutkan kasus HIV/AIDS di Kota Medan mencapai sebanyak 5.952 per November 2017.
Merujuk peraturan daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2012 dan Peraturan Walikota (Perwa) Nomor 30,31, dan 32 tahun 2016, semua pihak harus terlibat agar dapat memutus mata rantai penularan HIV/AIDS.
Pencegahan HIV melalui transmisi seksual dan pencegahan dini dengan 3 C (Condom, Correct, Consistent).
Human Immunodeficiency Virus HIV adalah virus yang menyerang kekebalan tubuh seseorang untuk melawan infeksi dan kanker. Seseorang yang mengidap HIV baru dikategorikan terkena AIDS jika jumlah sel-sel kekebalan tubuh dalam darah (CD4) kurang dari 200.
Ini berarti seseorang yang terinfeksi HIV belum tentu mengidap AIDS, karena dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berkembang menjadi AIDS. HIV/AIDS memang masih menjadi penyakit paling mematikan di dunia, terutama di negara berpendapatan rendah dan menengah.
Tetapi pengobatan HIV dengan terapi anti retroviral (ART) menimbulkan harapan bagi penderita HIV positif untuk hidup lebih sehat dan lama.
HIV menular lewat hubungan intim tanpa perlindungan (kondom) dengan orang yang terinfeksi HIV, transfusi darah dan penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi HIV dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi saat hamil, melahirkan dan menyusui.
Namun demikian virus HIV tidak akan tertular melalui sentuhan, airmata, keringat atau ludah. Juga ketika menghirup udara yang sama dengan penderita HIV. Virus HIV juga tidak menular melalui gigitan serangga atau hewan yang sebelumnya menggigit penderita HIV positif.
Nasib generasi sedang terancam oleh dampak besar yang diakibatkan oleh HIV/AIDS Bayangkan saja, anak-anak yang harusnya mampu mengenyam pendidikan dengan layak harus terkucilkan bahkan terancam tidak akan dapat melanjutkan pendidikannya sebagaimana anak-anak seusia mereka.
Ditambah lagi dengan penanganan yang cukup mengecewakan. Mereka bahkan dianjurkan untuk diisolir di tengah hutan, sebuah solusi praktis yang sungguh tidak patut untuk dilakukan oleh seorang yang memiliki jubah pelindung masyarakatnya.
Mengapa hal demikian dapat terjadi? Hal ini tidak lepas dari derasnya arus globalisasi yang tidak dapat tersaring dengan baik oleh negeri ini.
Dampaknya terjadilah degradasi moral, khususnya terjadi pada remaja, penerus bangsa. Krisis moral dan lunturnya nila-nilai kearifan diri dapat dilihat dari maraknya pengguna narkoba, minum-minuman keras, korupsi, pelanggaran etika, eksploitasi anak, seks bebas, perilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).
Umumnya para LGBT memiliki gaya hidup seks bebas dengan banyak orang sehingga kecenderungan terkena virus HIV/AIDS sangat tinggi. Seks bebas dan LGBT yang dapat dengan bebasnya melakukan aktivitasnya ternyata memiliki dampak yang besar terhadap rusaknya generasi negeri ini.
Karena merekalah, pengidap HIV/AIDS terus bertambah menggerogoti satu demi satu generasi penerus masa depan yang dampaknya sudah memapar anak-anak.
Bagaimana bisa anak-anak mengalami dampaknya? Hal ini terjadi oleh beberapa faktor, di antaranya karena penggunaan jarum suntik yang tidak steril, penggunaan obat terlarang dengan cara suntikan bergantian, pasangan yang pernah melakukan seks bebas dan terjangkit HIV, ibu hamil dan menyusui yang telah terjangkit HIV.
Ditambah lagi dengan adanya kebijakan kondomisasi merupakan sebuah reaksi atas makin pesatnya jumlah HIV/AIDS.
Salah satu solusi yang dipandang efektif mencegah HIV/AIDS adalah dengan mengkampanyekan penggunaan kondom. Namun sayangnya ini sebuah kekeliruan terbesar, karena kampanye penggu-naan kondom ini justru mendorong makin maraknya seks bebas di tengah masyarakat.
Hal ini pun tidak berkorelasi pada turunnya tingkat pengidap HIV/AIDS setelah adanya kebijakan ini. Justru yang nampak semakin meningkatnya jumlah penderita dibeberapa daerah.
Kebijakan yang diharapkan dapat menjadi tameng atau solusi dari sebuah permasalahan malah membuka keran masalah yang lebih banyak. Sebuah kerusakan generasi siap menyambut di depan mata.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa kebebasan yang ada di tengah masyarakat marak terjadi? Padahal jelas, kerusakan yang dihasilkan olehnya telah amat meresahkan. Hal ini karena permisifisme dan liberalisasi yang berlaku di negeri ini.
Permisifisme menjadikan individu bebas melakukan apa yang ingin dia lakukan, ditambah liberalisasi sebuah kebebasan mutlak yang mereka miliki dan negera mendukung itu. Di sinilah letak, tidak ada-nya penjagaan terhadap generasi.
Negara dengan nilai-nilai kearifan yang dimiliki harusnya mampu untuk melindungi rakyatnya dari dampak rusak sebuah kebebasan yang merusak.
Namun, pada kenyataannya para kaum LGBT dan pelaku seks bebas lainnya masih saja dapat melenggang dengan mudah bersama payung perlindungan atas nama Hak Asasi Manusia. jelas, negeri ini melindungi keberadaan mereka.
Bukti penjagaan terhadap generasi semakin jauh panggan dari api, hanya sebuah wacana yang tidak menjadi nyata. Generasi terancam rusak dan semakin rusak jika terus terkungkung dalam pusara permisifisme dan liberalisasi yang semakin menggurita yang siap memusnahkan mereka kapan saja.
Adapun Islam, ia senantiasa melindungi generasi dari berbagai macam bahaya yang mengancam. Mendidik individu agar terikat dengan hukum syara (hukum Islam) sehingga tidak akan mudah terjerembab pada zina, apalagi seks bebas.
Akan berjalan sesuai fitrahnya sebagaimana yang telah Allah tetapkan. Memberikan peringatan pada pelaku LGBT agar kembali sesuai dengan fitrah mereka dan akan memberikan tindakan tegas jika mereka menolak, sekaligus menutup pintu-pintu tersebarnya virus HIV AIDS.
Dalam hal ini penting bagi pemerintah menerapkan hukum-hukum yang mampu menjaga dan bekerja sama dalam mendidik serta memimpin program/strategi pendidikan yang tepat bagi masyarakat, orangtua khususnya anak-anak yaitu dengan menerapkan konsep dan metode islam.
Aqidah Islam adalah pondasi yang kokoh. Kebijakan pendidikan berbasis aqidah Islam menjamin pembentukan cara pandang yang benar pada generasi muslim.
Mereka akan memahami bahwa Islam telah memberikan solusi bagi persoalan umat, ekonomi, politik, sosial dan sebagainya. Mereka dibina dengan tsaqofah Islam sehingga mampu menerapkan Islam dalam kehidupan mereka.
Sehingga mampu untuk melejitkan kemampuan sesuai dengan apa yang telah Allah syariatkan. Islam melindungi generasi penerus umat ini, pemegang tonggak-tonggak peradaban dengan berbagai aturan yang telah Allah tetapkan.
Sebuah aturan yang mengantarkan generasi pada peradaban gemilang. Generasi yang akan terjaga dengan individu yang bertaqwa, masyarakat yang terkontrol keimanannya juga negara yang siap menjadi pelindung dan perisai ummat. Sebuah sinergisitas yang mampu mencapai titik terbaik sebagaimana Allah sampaikan yaitu menjadi ummat terbaik.[MO/ge]