-->

BPJS Kesehatan Semakin Mencekik Rakyat

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen



Oleh: Tri S, S.Si
Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi

Mediaoposisi.com-Masyarakat Indonesia yang menjadi peserta BPJS Kesehatan akan dipaksa menanggung hutang. Bahkan, bakal ada sanksi bagi peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran tiap bulan. Sanksinya bagi peserta yang tidak patuh tidak akan bisa memperpanjang SIM, STNK hingga paspor (TribunNewsBogor.com, 12/11/2018).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai gencar dalam melakukan upaya minimalisir defisit yang terjadi di perusahaan. Salah satunya dengan mengetatkan sanksi terhadap peserta yang masih menunggak iuran. Kepala Humas BPJS Kesehatan,  M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, setidaknya perusahaan akan mengetatkan sanksi tersebut terhadap peserta yang termasuk dalam pekerja bukan penerima upah (PBPU/Informal).

Sebab segmen tersebut merupakan salah satu penyumbang defisit yang dialami BPJS Kesehatan saat ini (intisari.grid.id, 13/11/2018).

Berdsarkan data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018 defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 7,95 triliun. Jumlah itu merupakan selisih dari iuran yang terkumpul yakni Rp 60,57 triliun dengan beban Rp 68,52 triliun. Adapun sumber defisit itu paling besar dari peserta pekerja bukan penerima upah. Segmen peserta itu hanya bisa mengumpulkan iuran sebesar Rp 6,51 triliun. Sementara beban yang ditimbulkan senilai Rp 20,34 triliun, sehingga memiliki selisih Rp 13,83 triliun.

Kemudian segmen peserta bukan pekerja juga memiliki selisih Rp 4,39 triliun. Sebab, iuran yang terkumpul Rp 1,25 triliun sementara bebannya Rp 5,65 triliun. Begitu juga dengan pekerja penerima upah (PPU) yang didaftarkan pemerintah daerah juga menyumbang defisit Rp 1,44 triliun karena iuran Rp 4,96 triliun dan bebannya Rp 6,43 triliun. 

Sudah terbukti bahwa pengelolaan BPJS  Kesehatan, sebagai alat baru meraup harta rakyat dengan dalih  jaminan kesejahteraan rakyat. Dalam sistem kapitalisme, rakyat harus mensejahterakan dirinya sendiri (dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat), sementara negara memposisikan diri sebagai regulator. Dengan demikian, kesejahteraan bukan lagi hak rakyat dari penguasa, tapi merupakan kewajiban.

Inilah akibatnya kalau ditengah umat Islam diterapkan peraturan kufur yang berasal dari kapitalisme Barat, khususnya neoliberalisme dalam bidang layanan kesehatan.

Padahal dalam Islam yang merupakan sistem kehidupan yang lahir dari Allah Sang Pencipta, kebutuhan akan pelayanan kesehatan adalah termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Dalam Islam, negara wajib mengurus rakyat dengan maksimal, tidak boleh membebani umat dengan kewajiban yang memberatkan apalagi merampas hak milik mereka dengan berbagai cara.

Jadi pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik. Negara wajib menyediakan semua itu untuk rakyat. Negara wajib mengurus urusan dan kemaslahatan rakyat, termasuk pelayanan kesehatan. Rasul saw bersabda: “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar).

Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana besar. Biaya untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Diantaranya dari hasil pengeloaan harta kekayaan umum, diantaranya hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas. Dalam Islam, semua itu merupakan harta milik umum, yakni milik seluruh rakyat.

Sudah saatnya, jaminan kesehatan yang palsu itu menjadi jaminan kesehatan yang benar dan hakiki. Peraturan kufur itu wajib dilawan dan dihancurkan hingga tidak berlaku lagi, lalu diganti dengan peraturan Syariah Islam yang berkah dan diridhoi Allah, termasuk Syariah Islam dalam bidang layanan kesehatan.

Dan penerapan Syariah Islam ini tentunya tidak mungkin terwujud secara sempurna dalam sistem demokrasi-kapitalis yang kufur saat ini. Sistem yang dapat menerapkannya hanyalah negara Islam saja, bukan yang lain. Penerap Islam Kaffah inilah yang wajib kita ikuti dan kita tegakkan, karena itulah yang dulu dicontohkan oleh Rasulullah saw  dan para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk Allah.  [MO/an]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close