-->

Aplikasi Tik Tok Potret Generasi Alay

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Sera Alfi Hayunda 
(Aktivis Mahasiswi)

Mediaoposisi.com-  Beberapa pekan kemarin para aktivis dunia maya tentu merasakan betapa hebohnya pemberitaan sosok Bowo Alpenliebe yang mendadak viral berkat aplikasi Tik Tok. 

Remaja 13 tahun ini yang nama aslinya adalah Prabowo Mondardo yang masih duduk di kelas VIII SMP mendadak membuat gempar dunia instagram karena menjadi seleb di “aplikasi alay”.  Followernya pun mencapai 400 ribuan.

Akan tetapi aplikasi TikTok yang sedang hits dan belakangan diblokir di Indonesia ini, perlu diketahui merupakan aplikasi yang memberikan special effects unik dan menarik yang dapat digunakan untuk membuat video pendek serta dapat dipamerkan kepada teman-teman atau pengguna lainnya.

Aplikasi sosial video pendek (yang lagi-lagi) dikembangkan oleh Cina ini memiliki dukungan musik yang banyak sehingga penggunanya dapat melakukan performanya dengan tarian, gaya bebas, dll sebagaimana yang dilakukan oleh Bowo ataupun seleb Tik Tok lainnya seperti Nuraini dll.

Generasi alay yang kebablasan
Bowo hanyalah satu dari sekian banyak artis dadakan di dunia maya. Viralnya Bowo pun bukanlah fenomena baru.  Tapi yang membuat semakin miris dan mengelus dada dalam masalah Bowo ini adalah ketika menyaksikan tingkah laku para fans Bowo.

Yang saking fanatiknya dengan bowo di akun-akun para penggemar Bowo itu bertebaran ungkapan-ungkapan yang di luar batas. Seperti:

Kak Bowo ganteng banget. Saya rela ga masuk surga asal perawanku pecah sama Kak Bowo”.  “Ambil aja keperawananku untuk kaka aku ikhlas”, “Bikin agama baru yuk, Kak Bowo Tuhannya, kita semua umatnya. Yang mau jadi Nabinya chat aku ya.

tiada yang hebat selain tuhan kita Bowohuakbar”,  “Tiada tuhan selain Bowo kalian harus tunduk sama Bowo tuhanquee. Yang ga tunduk kalian masuk neraka jahanam ya…” dan lain sebagainya. Astagfirullah… tak habis fikir rasanya, inilah fenomena remaja kebablasan yang sangat memprihatinkan.

Di tambah lagi saat ada meet and greetnya Bowo yang mana ditarif 80.000 sampai 100 ribu rupiah. Ada yang mengatakan “aku rela jual ginjal ibuku untuk ketemu sama kak Bowo”.  Sempat viral juga curhatan seorang ayah yang mengeluhkan kelakuan anaknya yang fans berat Bowo.

 "Anak saya sudah tergila gila sama bowo. Sampai maling duit saya di laci 500 ribu untuk ketemu Bowo padahal buat bayar kontrakan”.  sungguh cerita tentang Meet n Greatnya ini membuat siapapun yang peduli remaja miris dan teriris.

Akar Generai Alay
Sejatinya fenomena Bowo dan para selebgram lainnya adalah korban kemajuan teknologi di era globalisasi dan semua fansnya adalah korban rusaknya sistem yang mengagungkan kebebasan, seperti kebebasan berperilaku, kebebasan berpendapat dll. Inilah buah nyata dari sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Dan hasilnya tentu kita bias melihat dengan nyata di potret remaja masa kini yang sangat kritis identitas diri, hidup sukanya foya-foya dan miskin pemahaman agama. Karena begitulah hakikat kebebasan, yang merupakan biang dari kebinasaan.

Selain sistem sekuler yang rusak dan merusak, sistem kapitalis yang menjadi pondasi ekonomi negeri ini juga berkontibusi besar terhadap merusaknya remaja masa kini. Sistem kapitalis selalu berhasrat meraup keuntungan besar. Penggunaan media tanpa batas seperti pada aplikasi Tik Tok di kalangan remaja terus dieksplor untuk memenuhi hasrat para kapital.

Terbukti ketika aplikasi tik tok diblokir, namun karena desakan para kapitalis Cina yang tak ingin merugi, penguasa negeri ini menjanjikan aplikasi ini akan dibuka kembali aksesnya dengan catatan pihak pengelola memperbaiki konten aplikasinya. Sungguh miris sekali bukan,,

Maka disadari atau tidak, sebenarnya penerapan sistem sekuler kapitalis inilah yang menjadi titik tolak lahirnya sebuah genarasi Alay, Lebay dan kebablasan..

Siapa yang harus Bertanggung Jawab ?
Sebagai seorang muslim sudah seharusnya bahwa agama dijadikan standar dalam memilih dan memilah hal-hal positif dan negatif dari globalisasi, termasuk media. Tak dipungkiri juga lingkungan keluarga, yaitu orang tua khususnya Ibu sebagai sekolah yang pertama dan utama bagi anak sangat bertangungjawab dalam mempengaruhi standarisasi anak-anaknya.

Apalagi di masa remaja, dimana mereka dalam fase mencari pengakuan diri dan mencari jati diri. Jika pada masa ini mereka tidak mendapat pendampingan yang tepay maka ya seperti ini hasilnya. Maka perlu seklai sejak kecil untuk menanamkan dasar-dasar pemahan agama serta terus di bombing serta di arahkan ke dalam akhlak yang Islami.

Spaya apa ? Jelas supaya mereka menjadi generasi yang bermutu, tidak Alay dan tidak hanya mampu memikirkan dirinya tapi juga mampu memikirkan urusan umatnya. Karena memang di pundak remaja inilah masa depan bangsa dan agama ini akan di bawa. 

Perlu juga bagi orang tua untuk menanamkan tiga pertanyaan dasar dalam hidup kepada para putra putrinya. Tiga pertanyaan itu adalah dari mana kita datang, untuk apa kita hidup dan kemana setelah mati.

Jika pertanyaan ini di tancapkan kuat ke dalam diri seorang anak serta senantiasa di yakinkan bahwa manusia adalah makhluk Allah yang harus tunduk terhadap semua ketentuannya maka Insyallah generasi Alay ini akan dengan sendirinya terhapus dari muka bumi ini.  Inilah yang akan menjadi imunitas terkuat yang dimiliki remaja ketika dihadapkan pada nilai-nilai tertentu di era globalisasi ini.

Secara otomatis akan terjadi filterisasi nilai baik ataupun buruk dengan standar agama. Dengan demikian remaja akan memiliki identitas diri yang  jelas dan tidak terjebak dalam perilaku alay seperti remaja pegiat Tik Tok saat ini.

Dan perlu kita garis bawahi juga bahwa semua uasaha yang di lakukan orang tua, sekolah, lingkungan sekitar akan sia-sia jika kita masih duduk santai dalam system capital-sekular ini. Seperti mengepel dengan air comberan, bagaimana mungkin kita mengahrap sebuah lantai itu akan bersih jika air yang digunakan adalah air kotor dan penuh bakteri.

Maka sistem kapitalis-sekuler yang terbukti memproduksi kerusakan remaja sebagaimana yang terjadi pada para fans Bowo, sudah selayaknya dicampakkan. Kemudian sudah sepatutnya kita beralih kepada sistem aturan yang berasal dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta yaitu system Islam.

Karena hanya dalam sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyyah-lah kemaslahatan akan terwujud. Semoga dengan diterapkannya sistem Islam tak akan ada lagi generasi alay yang abai pada Rabbnya, digantikan dengan generasi tangguh,

yang siap bersungguh-sungguh membangun peradaban cemerlang seperti yang telah dituliskan dalam tinta emas peradaban bahwa Muhammad Al- Fatih di umur 21 tahun menaklukan Kontatinopel serta masih banyak lagi cerita potret remaja terdahulu yang mempuanyai prestasi cemerlang.





Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close