Oleh : Rifka Fauziah Arman, A. Md. Farm.
"Tenaga Teknis Kefarmasian dan Aktivis Generasi Peradaban Muslimah"
Mediaoposisi.com-Innalillahi wainnailaihi rooji’uun, belum pulih duka akibat gempa yang terjadi di Lombok, kini Indonesia kembali digempur dengan gempa disertai tsunami yang mengguncang kota Palu. Gempa palu terjadi pada hari Jumat, 28 September 2018 pukul 17.02 WIB dengan kekuatan 7,4
SR dan disusul tsunami pukul 17.36 WIB (kompas.com) dengan ketinggian air 1,5 - 3 meter (tribunstyle.com). Gempa kali ini memakan korban tak sedikit yakni, sebanyak 1.407 orang korban meninggal, 2.459 korban luka berat, 113 orang hilang dan 65.733 rumah rusak berat. Dan dilaporkan pula ada 70.821 warga mengungsi di 141 titik (kompas.com).
Menurut Sutopo, gempa pertama kali mengguncang Donggala pukul 14.00 WIB dengan kekuatan 6 SR dan kedalaman 10 km. Akibat gempa ini 1 orang meninggal dunia, 10 orang luka dan puluhan rumah rusak di kecamatan Siangaraja, Kabupaten Donggala. Kemudian gempa kembali terjadi pukul 17.02 Waktu Indonesia Barat (WIB) dengan kekuatan yang lebih besar 7,4 SR (serta) dengan kedalaman yang sama di jalur sesar Palu Koro. Gempa diprediksi berpotensi tsunami. 5 menit pascagempa BMKG menyampaikan peringatan dini tsunami, “ketika terjadi warning tsunami, BMKG menyatakan pada pukul 17.02 dengan status siaga dan waspada. Arti status siaga, tinggi tsunami 0,5 - 3 meter untuk pantai barat Donggala. Sedangkan Waspada, kurang dari setengah meter Kota Palu bagian barat,” ujar Sutopo. Pihak BMKG tengah menyiapkan rilis untuk mengimbau masyarakat supaya menjauhi kawasan pantai dan sungai dalam kurun waktu 30 menit, tetapi setelah peringatan ini dikeluarkan BMKG mencabutnya pada pukul 17.37 WIB (kompas.com).
Penyebab Gempa
Banyak spekulasi yang muncul dari berbagai kelompok masyarakat tentang penyebab gempa. Mulai dari kesalahan manusia, kesalahan pemerintah dan juga keajaiban alam. Jika bencana ini terjadi karena keajaiban alam, Allah Swt. telah menyampaikan kepada manusia bahwa tidak ada kekuatan yang lebih besar selain dari-Nya. Sesuai dalam firman Allah SWT di dalam Alquran surat Al-Isra ayat 59 “Dan tidaklah kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti”, juga dalam surat Fushilat ayat 53 “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Alquran itu benar. Dan apakah Rabb-mu tidak cukup (bagi kamu), bahwa sesungguhnya dia menyaksikan segala sesuatu” dan masih banyak lagi Allah SWT dalam Alquran memperingatkan manusia akan kekuasaannya.
Lalu, gempa yang terjadi karena kesalahan manusia. Tak lain karena manusia tidak sadar dengan perbuatan dan ucapan yang telah dilakukannya selama ini. Diantaranya ialah melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Seperti yang terjadi di kota Palu, diselenggarakannya upacara adat yang tidak ada di dalam ajaran Islam walaupun mengikutsertakan unsur-unsur Islami di dalamnya. Seperti tradisi sesajen penyembahan yang dilakukan salah satu suku di Palu di pantai Talise yang menjadi tempat kejadian gempa beberapa hari lalu. Sesajen saja sudah mengarah kepada kemusyrikan dan menyekutukan Allah SWT. Sebagaimana yang umat muslim tahu bahwa hanya Allah SWT tempat manusia bersandar, meminta dan memohon apapun.
Allah SWT yang paling berkuasa atas segalanya dan patut disembah, seperti yang ada dalam Alquran surat Al-Ikhlas ayat 1-4 “Katakanlah: “Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang (sesuatu) pun yang setara dengan Dia.” Sudah jelas sekali Allah SWT menjelaskan di dalam ayat-ayat yang tidak mungkin umat muslim tidak tahu. Tetapi kesalahan yang dibuat oleh manusia bukan itu saja, masih banyak lagi. Seperti berjudi, miras, mencuri, narkoba, pergaulan bebas, dan masih banyak lagi sampai Allah mengirim peringatan kiamat kecil kepada makhluknya.
Penyebab terakhir adalah pemerintah, dari sini memang terbukti kurangnya upaya pemerintah dalam mencegah dan mengatasi bencana di Indonesia. Mulai dari sulitnya bantuan yang akan dikirimkan ke kota Palu, alat deteksi tsunami yang sudah tidak berfungsi sejak tahun 2012 dan kesalahan yang terjadi saat peringatan yang diberikan oleh BMKG dicabut sebelum terjadinya tsunami yang melanda kota Palu. Terdengar kabar pula bahwa pemerintah sedang fokus dengan acara yang akan diselenggarakan di Bali yaitu pertemuan IMF-World Bank yang dijadwalkan pada tanggal 8-14 Oktober 2018. Acara yang sudah dipersiapkan hampir 100% ini tidak bisa dibatalkan karena sudah memakan banyak anggaran untuk penyelenggaraan acara yang hanya ada setahun sekali ini.
Begitu banyak biaya yang dikeluarkan untuk acara besar tersebut. Sebaliknya, pemerintah begitu lambat dalam menyelesaikan bencana yang terjadi di dua kota ini. Jika anggaran untuk acara sebesar itu begitu mudah, mengapa pemerintah tidak bisa menyediakan anggaran yang besar untuk membeli alat pendeteksi tsunami yang sudah rusak di berbagai laut di Indonesia. Bahkan BNPB menjelaskan anggaran mereka setiap tahun menurun dan tidak cukup untuk membeli alat pendeteksi tsunami yang telah rusak. Padahal, pemerintah pasti sudah tahu bahwa Indonesia ini dikelilingi lautan dan samudra yang begitu luas sehingga memiliki potensi tsunami yang tinggi. Mengapa anggaran untuk menyenangkan para pemilik modal begitu mudah didapatkan tapi sulit jika untuk menjaga dan melindungi rakyat Indonesia?
Harus menunggu berapa lama lagi para korban bencana untuk memulihkan kehidupan mereka yang sudah sirna? Mereka kehilangan keluarga, harta dalam sekejap. Bukan hanya simpati yang dibutuhkan tapi bukti nyata yang diperlihatkan. Apakah belum cukup Allah Swt. mengirimkan bertubi-tubi bencana untuk Indonesia. Harus berapa nyawa lagi yang hilang? Bahkan bencana sebesar ini pun, pemerintah tidak menetapkan sebagai bencana nasional. Harus sehancur apa Indonesia agar dianggap bencana nasional.
Islam Menangani Bencana Alam
Sebagaimana umat muslim yakini bahwa bencana adalah Qadha’ yang telah ditetapkan oleh Allah SWT tanpa adanya kuasa dan campur tangan manusia. Namun, ada ikhtiar yang dilakukan manusia dalam menanggulangi bencana yang terjadi seperti menyelamatkan diri adalah sebagai bentuk ikhtiar.
Di dalam Islam ada beberapa tahapan dalam menghadapi bencana alam. Pertama, mitigasi yaitu meninimalisasi dampak dari bencana alam seperti standar bangunan dan zonasi rawan bencana alam, analisis kerentanan dan edukasi publik. Contohnya seperti yang dilakukan Jepang dalam menciptakan bangunan-bangunan anti-gempa dan tsunami. Karena Jepang merupakan negara yang lumayan sering terjadi gempa, melakukan edukasi kepada rakyat dalam menghadapi bencana yang terjadi secara merata.
Kedua, kesiapsiagaan yaitu perencanaan menanggapi datanganya bencana alam seperti rencana kesiapsiagaan, pelatihan kondisi darurat, rediksi dan sistem peringatan dini. Contohnya seperti Jepang dengan teknologi yang membuat alarm tsunami dan peringatan dini saat terjadinya bencana. Ketiga, tanggap darurat yaitu upaya meminimalkan bahaya yang diciptakan oleh bencana alam seperti pencarian, penyelamatan dan bantuan darurat yang dilakukan oleh pemerintah (BNPB). Keempat, pemulihan yaitu normalisasi kehidupan masyarakat seperti rumah sementara, hibah dan perawatan medis.
Tetapi semua ini tidak akan dapat dilaksanakan jika pemerintah dan pemimpinnya tidak cepat tanggap dalam menanggulangi bencana. Sebagai contoh khalifah Umar Bin Khattab dalam mengatasi bencana kekeringan yang terjadi di Madinah. Khalifah umar terjun langsung melayani rakyatnya sampai beliau tidak akan makan sebelum seluruh rakyatnya makan. Sehingga beliau kurus kering kala itu. Beliau terjun langsung meminta bantuan kepada Mesir dan juga tidak lupa untuk mengajak rakyatnya memohon kepada Allah SWT. Tak ada hal lain yang dipikirkan Khalifah Umar selain rakyatnya. “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan”. Itulah yang diucapkan seorang pemimpin khalifah Umar yang begitu agung dan mulia. Semoga Indonesia kembali pulih menjadi negeri yang makmur dan sejahtera dalam naungan Islam. Karena hanya Islamlah yang dapat menyelesaikan masalah dengan solusi yang tepat. Wallahu’alam bisshawwab.[MO/dr]