-->

Islam Moderat dalam Isu Gender

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


Oleh: Fitriana, S.Pd
(Guru RA di Jakarta Pusat)

Mediaoposisi.com- Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Wakil Presiden Iran Bidang Keluarga dan Urusan Wanita Masoumeh Ebtekar di Istana Bogor pada tanggal 1 Mei 2018 yang lalu. 

Kunjungan tersebut dalam rangka menggelar forum diskusi Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim tentang Wasathiyat Islam.  Dalam acara tersebut, Masoumeh Ebtekar mengingatkan peran perempuan dalam menyebarluaskan konsep Islam "wasathiyah" (moderat).

Masoumeh mengatakan bahwa perempuan memiliki kemampuan monitoring yang dapat mempromosikan dialog yang konstruktif dan dapat memberikan pemahaman di antara masyarakat. 

Ia menambahkan mempromosikan Islam "wasathiyah" bukan hanya dalam geografis sejarah, tetapi kemampuan kehidupan, kemampuan menggunakan teknologi digital, meningkatkan kemampuan membaca dan logika. 

Bahkan dikatakannya, "Contoh Islam moderat ini perlu kita kembangkan kepada anak-anak muda kita, dengan dialog dan interaksi, membawa generasi muda memahami Islam `wasathiyah` dan perempuan bisa memainkan perannya di sini.” 

Dalam acara tersebut, hadir pula Grand Syeikh Al Azhar Mesir, Ahmad Muhammad Ath-Thayeb. Ia mengharapkan  konsep wasathiyah tidak hanya sebatas konsep tapi juga harus diimplementasikan. 

Ditegaskan juga bahwa umat Islam sebaiknya menghindari ekstremisme dalam mengimplementasikan nilai-nilai agama, karena itu jangan terlalu ekstrem dalam melakukan sesuatu dan harus berada di posisi tengah.

Islam moderat merupakan salah satu cara yang direkomendasikan oleh Rand Corporation. Dalam laporan riset yang dilakukannya yang merupakan proyek Angkatan Udara AS, berjudul The Muslim World After 9/11  yang disusun oleh Angel M.

Rabasa dan kawan-kawan pada tahun 2004,  Rand Corporation membuat rekomendasi strategis yang harus ditempuh oleh AS untuk menghadapi  tantangan dan peluang dunia Muslim.

Mereka meyakini bahwa kaum ekstremis tidak bisa diperangi dengan cara militer saja. Karena itu, mereka perlu  bertempur secara kultural dan sosial.  Ada banyak solusi yang ditawarkan dalam laporan The Muslim World After 9/11  dan salah satunya  adalah promosi jaringan moderat. 

Dan dalam laporan Rand Corporation  yang berjudul Building Moderate Muslim Network yang diterbitkan tahun 2007, menyatakan bahwa  karakter Muslim moderat, adalah Muslim yang mendukung demokrasi dan pengakuan internasional atas hak asasi manusia, kesetaraan gender dan kebebasan beribadah, menghargai keberagaman, menerima sumber hukum nonsektarian [non agama], menentang terorisme dan semua bentuk kekerasan.  Karena itulah, Muslim radikal ditempatkan sebagai kelompok yang berlawanan dengan Muslim moderat. 

Muslim moderat dibutuhkan AS untuk menyuarakan ide kebebasan (liberalisme), demokrasi dan segala turunannya.  AS menghendaki agar seluruh dunia memiliki tata nilai yang sama seperti yang  dianut AS. 

Kesamaan tata nilai ini akan memudahkan AS memenuhi kepentingannya di dunia muslim.  Maka keberadaan muslim moderat sangat penting.  Apalagi Muslim moderat akan melakukan counter pemikiran yang diyakini oleh Muslim radikal. 

Lantas, mengapa perempuan perlu dilibatkan dalam mempromosikan Islam moderat? Ternyata salah satu ciri Muslim moderat adalah menghormati hak-hak perempuan atau dalam bahasa Barat adalah mewujudkan kesetaraan gender. 

Karena itu, salah satu mitra yang sangat potensial dalam upaya memerangi radikalisme Islam adalah kelompok perempuan yang memperjuangkan kesetaraan gender. 

Dijelaskan dalam hasil riset tersebut bahwa perempuan adalah pihak yang paling dikalahkan oleh fundamentalis Islam dan paling tidak diuntungkan dalam penerapan syariah Islam yang kaku di berbagai tempat di dunia Islam.

Di beberapa negara, para perempuan mulai berorganisasi untuk melindungi hak mereka dari gelombang pasang fundamentalisme dan menjadi sebuah konstituensi gerakan reformis yang semakin penting di negara Muslim.  Berbagai kelompok dan organisasi telah muncul untuk memajukan hak dan kesempatan perempuan di bidang hak hukum, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.

Keberadaan kelompok dan organisasi perempuan tersebut  memberikan kesempatan untuk membangun jaringan moderat. 

Dalam laporan tersebut bahkan dikatakan isu hak perempuan merupakan  medan pertempuran terbesar dalam perang gagasan yang terjadi di dunia Islam.  Promosi kesetaraan gender merupakan komponen penting setiap proyek untuk memberdayakan Muslim moderat. 

Anat Lapidot-Firilla,  Direktur akademik proyek "Demokratisasi dan Kesetaraan Perempuan" di  University Hebrew of Jerusalem, menyatakan bahwa ada korelasi yang jelas antara status dan partisipasi perempuan dengan tingkat demokrasi dan stabilitas politik dalam suatu masyarakat. 

Kesetaraan gender harus diwujudkan, karena kesetaraan gender merupakan salah satu ciri muslim moderat.  Apalagi  ada target yang harus dicapai pada tahun 2030, terwujudnya Planet 50x50. 

Dan terwujudnya kesetaraan gender adalah tujuan ke lima dari tujuh belas tujuan yang akan diwujudkan dalam SDGs (Sustainable Development Goals). Dengan demikian keterlibatan perempuan  adalah salah satu langkah yang harus dilakukan demi mensukseskan jaringan Islam moderat yang dirancang oleh Amerika.

Dukungan terhadap Islam wasatiyah sudah mulai ditunjukkan oleh jajaran pemerintahan Presiden Jokowi ketika Kementerian Agama menerima kunjungan 18 orang peserta Puteri Muslimah Asia 2018, sebuah kontes program kontes kecantikan untuk wanita muslimah tingkat Asia, yang diikuti oleh Turki, Malaysia, Singapura, Brunei, Timor Leste dan Indonesia.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Muhammadiyah Amin menyatakan dukungannya terhadap kegiatan tersebut yang disebutnya syiar agama.  Konten penyelenggaraan itu bersesuaian dengan muatan plularisme yang menjadi salah satu muatan Islam wasathiy, yakni mengakomodir muatan lokal dalam budaya masing masing. 

Kesempatan itu disebut Dirjen Bimas Islam untuk menjelaskan moderasi Islam, termasuk menegaskan bahwa Indonesia menganut Islam moderat bukan ekstrem kiri juga bukan ekstrem kanan. 

Terwujudnya kesetaraan gender akan menguatkan penerimaan Islam moderat.  Demikian pula sebaliknya, tersebarnya ide Islam moderat akan memudahkan terwujudnya Islam moderat.  Dan semua itu akan makin menjauhkan perempuan dan umat dari aturan Islam.   

Karena keduanya, baik Islam moderat maupun kesetaraan gender lahir dari Barat dan sengaja dimunculkan sebagai upaya untuk menghalangi kebangkitan Islam yang ingin menerapkan aturan Allah sebagai satu-satunya sumber hukum.  Dokumen Rand Corporation menunjukkan hal itu.

Sepintas tampak bila Islam moderat dan kesetaraan gender menjanjikan kemajuan dan kebebasan bagi perempuan dan penghargaan terhadap perempuan.   Namun sesungguhnya semua itu hanyalah semu dan menipu. Bahkan ada bencana mengancam kehidupan keluarga dan generasi ketika para perempuan mengikuti seruan Barat dan meninggalkan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.

Firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 204 yang artinya, “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.

Oleh karena itu, seorang  Muslimah harus waspada dan memperkuat kesadaran politiknya agar tidak terjebak pada racun yang dibalut madu Islam moderat dan kesetaraan gender.  Muslimah memiliki peran besar dalam membangun peradaban Islam dan Islam sudah menetapkan jalan shahih  agar  para Muslimah tetap bisa  berkiprah dalam kehidupan dunia tanpa meninggalkan kewajibannya.[MO/sr]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close