-->

Heboh 'Susu' Kental Manis, Mengapa Baru Sekarang?

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani*

Sepekan belakangan, publik dikagetkan dengan masifnya pemberitaan ‘susu’ kental manis. Terungkap, produk kental manis yang dikemas dalam kaleng ukuran mini itu ternyata bukan produk susu yang bisa dikonsumsi sebagai sumber asupan gizi untuk anak-anak apalagi balita.

Fakta bahwa kental manis bukan produk susu seperti misalnya susu formula atau full cream pernah diunggah oleh akun Twitter @KemenkesRI pada awal Mei lalu. Namun, kini menjadi heboh setelah DPR mengundang rapat pihak-pihak terkait dan setelahnya mengeluarkan peringatan-peringatan keras kepada publik agar tidak mengonsumsi kental manis sebagai minuman.

Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kandungan gula dan kabohidrat dalam kental manis begitu tinggi dan rendah protein. Sebagai ilustrasi, jika anak mengkonsumsi dua gelas kental manis sehari, itu artinya konsumsi gulanya telah melebihi batasan kebutuhan gula harian. Padahal, kebutuhan gula anak 1 sampai 3 tahun hanya sekitar 13-25 gram.

Berdasarkan Permenkes Nomor 63 Tahun 2015, tentang Penetapan Batasan-Batasan Konsumsi Gula, Natrium, dan Lemak, konsumsi harian per orang adalah, gula 50 gram (empat sendok makan); natrium lebih dari 2.000 miligram (satu sendok teh); lemak 67 gram (lima sendok makan). Apabila, mengonsumsi gula, natrium dan lemak lebih dari batas-batas yang diebutkan, bisa berisiko terkena hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.

Berdasarkan keterangan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sebagian besar produk kental manis yang beredar di pasar Indonesia hanya mengandung sekitar 2-3 persen protein susu. Memberikan kental manis yang minim gizi dan tinggi gula untuk anak sebagai pelengkap gizi dan pertumbuhan anak, adalah keputusan yang keliru.

Lebih keliru lagi bila yang diberikan adalah krimer kental manis yang jelas tidak masuk dalam kategori susu. Faktanya, sebagian besar konsumen belum cakap membedakan mana susu dan mana krimer. Menurut YLKI, gerakan bijak membaca label suatu produk pun baru dikampanyekan dua tahun terakhir.

Bisa dibayangkan, berapa ratusan, ribuan, atau bahkan jutaan anak di Indonesia yang telah diberi kental manis sebagai asupan minuman penunjang gizi harian. Khususnya kalangan menengah ke bawah yang tak mampu membeli susu formula, pastinya menjadikan kental manis sebagai alternatif. Apalagi, sejak produk kental manis berbagai merek telah hadir di Indonesia puluhan tahun lalu, promosinya kerap mencitrakan kental manis sebagai susu yang baik diminum oleh anak-anak.


Polemik kental manis ini, setidaknya meninggalkan beberapa pertanyaan. Mengapa baru sekarang terungkap bahwa kental manis bukan susu? Kenapa Kemenkes dan BPOM tidak sejak dahulu memberikan peringatan dan tindakan tegas? Siapa pihak paling berperan dalam penyesatan publik, produsen kental manis atau biro iklan?

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kehadiran produk kental manis di Indonesia dapat dirunut sampai pada masa sebelum kemerdekaan. Kental manis mulai masuk ke Indonesia pada 1873, yaitu melalui impor kental manis merek Milkmaid oleh Nestlé yang kemudian dikenal dengan nama Cap Nona.

Selanjutnya, pada 1922 masuk kental manis oleh De Cooperatve Condensfabriek Friesland yang sekarang dikenal dengan PT Frisian Flag Indonesia dengan produk Friesche Vlag. Pada akhir 1967, Indonesia mulai memproduksi kental manis pertama kalinya melalui PT Australian Indonesian Milk atau atau yang saat ini dikenal dengan nama PT Indolakto.

Kemudian, diikuti oleh PT Frisian Flag Indonesia pada 1971 di pabriknya yang terletak di Pasar Rebo, Jakarta Timur. PT Nestlé Indonesia mulai memproduksi pada 1973 oleh pabriknya di Provinsi Jawa Timur. Setelah itu, industri kental manis terus berkembang hingga sekarang.

Sebuah industri tidak mungkin lama bertahan jika produknya tidak laku di pasaran. Sebelum dipasarkan, produk seperti kental manis pastinya telah lulus izin edar dari BPOM.

Pihak Kemenperin menyebut, kental manis adalah salah satu anasir dari berbagai macam produk turunan susu seperti diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan. Berdasarkan peraturan itu, kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu, dengan atau tanpa penambahan bahan lain.

Hingga akhirnya, BPOM menerbitkan Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 Tentang Label dan Iklan Pada Produk Susu Kental Manis dan Analognya (Kategori Pangan 01.3). Surat edaran itu terbit pada 22 Mei 2018 atau pada bulan yang sama dengan cicitan serial @KemenkesRI. Lewat surat edaran itu, BPOM bertujuan melindungi konsumen utamanya anak-anak dari informasi yang tidak benar dan menyesatkan.

Sayangnya, masyarakat sudah lama tersesatkan. Banyak iklan produk kental manis sejak dulu kala hingga setidaknya setahun lalu masih menyebut, kental manis adalah produk susu minuman. Beberapa iklan yang pernah tayang di televisi pun selalu menggunakan anak-anak dalam masa pertumbuhan sebagai model. Jamak dalam setiap iklan, hasil olahan kental manis tersaji dalam gelas berisi cairan berwarna putih mirip susu yang siap diminum oleh anak-anak.

BPOM menegaskan, ada dua poin penting dalam surat edaran terbaru mereka terkait produk kental manis. Pertama, mengenai label dan iklan produk agar memperhatikan larangan menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 tahun dan larangan menggunakan visualisasi bahwa produk susu kental manis disertakan dengan produk susu lain sebagai menambah atau pelengkap gizi.

Kemudian, BPOM juga melarang produsen menggunakan visualisasi gambar susu cair dan atau susu dalam gelas disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman. Selain itu, iklan kental manis juga dilarang ditayangkan pada jam tayang acara anak-anak. Baik produsen, importir maupun distributor produk susu kental manis diwajibkan menyesuaikan produknya dengan surat edaran BPOM paling lama enam bulan sejak ditetapkan.

Suara-suara lantang para wakil rakyat di DPR, khususnya dari Komisi IX mendesak pihak terkait untuk meluruskan salah kaprah yang telah terjadi ini. Para produsen kental manis bahkan diminta menggelar keterangan pers bersama untuk membuat pengakuan bahwa produk yang mereka jual bukan produk susu untuk diminum dan tidak baik dikonsumsi oleh anak-anak.

Hingga kini, belum diketahui respons para produsen kental manis atas polemik yang berkembang. Produsen kental manis tentunya tetap memiliki hak berindustri, tetapi mereka kini dituntut transparan terhadap kandungan kental manis yang dijual ke masyarakat.

Apalagi, menurut data Kemenperin, industri kental manis terus tumbuh berkembang. Kapasitas produksi pabrik kental manis di dalam negeri saat ini mencapai 812 ribu ton per tahun. Sementara nilai investasi di sektor usaha ini telah tembus di angka Rp 5,4 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 6.652 orang.

Semoga, ujung dari polemik 'susu' kental manis ini adalah masyarakat yang semakin teredukasi dan ada solusi bagi kalangan industri.

*Penulis adalah redaktur Republika.

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close