Oleh : Annisa Almahira
Mediaoposisi.com- Ayam mati di lumbung padi. Nampaknya ungkapan ini tak kunjung hilang dari serangkaian nasib rakyat Indonesia. Kekayaan alam negri yang seharusnya dapat dinikmati, sedikitpun tak dapat dicicipi.
CNN Indonesia (19/07/2018)—Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengibaratkan penandatangan Perjanjian Awal (Head of Agreement) terkait pokok-pokok Perjanjian Divestasi Saham PT Freeport Indonesia sebagai proses tunangan.
“HoA ini seperti tunangan. (Apakah) pasti menikah ? Tidak ! tetapi kalau tidak punya niat menikah, kenapa tunangan ?,” ujar Jonan saat menghadiri Rapat Kerja dengan komisi VII Dewan Perwakilan (DPR) di Gedung DPR, Kamis (19/7).
Dalam kesepakatan HoA ini Inalum akan menguasai 41,64 persen PT Freeport Indonesia. Langkah tersebut dilakukan untuk menggenapi 51 persen kepemilikan saham oleh pihak nasional.
Proses yang akan dilakukan, Inalum mengeluarkan dana sebesar USD 3,85 miliar untuk membeli hak partisipasi dari Rio Tinto di Freeport Indonesia dan 100 persen saham Freeport McMoran di PT Indocopper Investama, yang memiliki 9,36 persen saham di Freport Indonesia (liputan6.com, 19/7/18).
Tidak dipungkiri apa yang menimpa Freeport senada dengan kondisi kekayaan alam Indonesia lainnya, bukannya dinikmati oleh rakyat Indonesia justru masuk ke kantong asing.
Sebuah keniscayaan yang sangat mungkin terjadi di alam ekonomi neoliberal, dimana penguasa dalam hal ini pemerintah alih-alih bertindak sebagai pemilik tapi sebagai “ regulator” semata. Inilah yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia.
Menurut PENA, Rp. 2000 trilyun setiap tahun dari hasil kekayaan alam Indonesia masuk ke tangan asing. Padahal APBN kita saat itu hanya sekitar Rp. 1000 trilyun sementara hutang luar negeri Rp.1.600 triyun.
Beginilah nasib kepemilikan sumber daya alam di negri sendiri. Sedikitpun rakyat tak bisa merasakan, sebab sistem negri mengaturnya demikian. Ibarat pohon yang berbuah di halaman rumah kita, untuk mencicipinya harus membayar.
Padahal Islam telah menyampaikan bahwa sumber daya alam adalah milik umat. Seharusnya hasilnya dipakai untuk menyejahterakan umat, bukan untuk dimonopoli perorangan/ korporasi.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا ثَوْرٌ الشَّامِيُّ عَنْ حَرِيزِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أَبِي خِرَاشٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
"Waki telah menyampaikan hadits pada kami. Tsaur al-Syami menyampaikan hadits pada kami dari Hariz bin Utsman dari Abi Khirasy dari seorang shahabat yang menyetakan bahwa Rasul SAW bersabda: Kaum muslimin bersyerikan dalam tiga perkara yaitu air, rumput liar dan energi api." Hr. Ahmad
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ
muslimin bersyerikat dalam tiga perkara. Pangkal hadits ini mengandung arti perintah untuk memberikan kebebasan bagi setiap muslim menggunakannya sebagai milik bersama tidak boleh seorang pun memonopoli kepemilikan.
Karena sebagai milik bersama maka tidak ada hak individu menguasainya untuk kepentingan pribadi. Jika ada orang lain membutuhkannya, maka tidak boleh mencegahnya.
Saatnya keluar dari kubangan lumpur ekonomi neoliberal yang tidak pro rakyat dan merugikan negri ini dengan menghidangkan harta negara pada khalayak asing.[MO/sr]