Oleh: Ir. Titi Hutami
(Pemerhati Masalah Umat)
Mediaoposisi.com- Nampaknya perjalanan Indonesia menuju kemakmuran masih terhalang batu-batu terjal. Pasalnya, utang Indonesia setiap tahun bukannya berkurang melainkan terus menanjak kian menggunung. Cicilan setiap tahun dibayarkan, tapi tambahan utang terus berjalan.
Bank Indonesia (BI) melansir utang luar negeri Indonesia sebesar US$ 358,7 miliar atau sekitar Rp 5.043 triliun pada akhir Maret 2018, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 357,19 triliun atau sekitar Rp 4.929,2 triliun. Jumlah tersebut naik 8,7% secara tahunan (year on year/yoy), lebih pesat dibandingkan pertumbuhan pada periode sama 2017 yang sebesar 2,9% yoy.( https://amp.katadata.co.id/berita/2018/05/15/utang-luar-negeri-tembus-rp-5000-triliun-rasio-atas-pdb-stabil-34)
Besarnya utang tersebut menjadi ketidakjelasan kapan Indonesia mampu melunasinya. Karena proses pelunasan utang bagi Indonesia sangat dirasa berat. Untuk diketahui, utang jatuh tempo tahun ini sebesar Rp 384 triliun.
Sementara realisasi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri hingga Maret 2018 sebesar Rp 11,34 triliun atau 16,25 persen dari target Rp 69,79 triliun sepanjang tahun ini. Sedangkan pembayaran bunga utang selama tiga bulan ini sudah mencapai Rp 68,46 triliun atau 28,69 persen dari patokan Rp 238,61 triliun di APBN 2018. https://m.liputan6.com/bisnis/read/3487898/rupiah-melemah-utang-pemerintah-ri-kian-menggunung
Bayangkan saja, dari lima ribu triliun, tahun ini akan dibayarkan cicilannya Rp 384 triliun, itupun baru dibayarkan Rp 11,34 triliun (16,25%). Belum lagi bunga utangnya yang harus dibayarkan tahun ini sebesar Rp 238,61 triliun, dan baru terbayar Rp 68,46 triliun (28,69%). Ternyata bunga yang sudah dibayarkan lebih besar dari cicilan utang, bunga Rp 68,46 trilun dan cicilan utang Rp 11,34 triliun.
Fakta tersebut menggambarkan Indonesia sangat kesulitan membayar utang-utangnya. Bagaimana tidak sulit, pendapatan negara dominan bertumpu pada pajak. Pajak itu sendiri sebenarnya untuk operasional kehidupan negara. Sehingga, jika pajak juga menjadi andalan untuk membayar utang negara yang sebesar di atas, tidak akan mudah menutupi utang.
Kalaupun negara memaksakan pajak sebagai cara untuk melunasi utang, tentunya rakyat akan menghadapi kesengsaraan hidup yang bertubi-tubi.
Sementara kekayaan alam Indonesia yang berlimpah tidak lagi dapat diandalkan untuk menutupi utang negara. Alasannya, kekayaan alam tersebut sudah tergadai oleh Asing. Sebenarmya jika dilihat jumlah kekayaan alam Indonesia, idealnya negara tidak perlu pusing menghadapi utang. Sayangnya negara sudah salah langkah dalam mengelola kekayaan alam.
Seharusnya kekayaan alam digunakan untuk kemakmuran rakyat, ini sebaliknya, sumber daya alam Indonesia lebih menguntungkan negara asing.
Menurut pengamat energi, Kurtubi, jika seluruh kekayaan alam dicairkan dalam bentuk uang, Indonesia diperkirakan memiliki aset hingga mencapai ratusan ribu triliun rupiah.
"Itu perkiraan nilai cadangan terbukti dari minyak, gas, batubara, tembaga, emas, nikel, perak dan seterusnya dengan asumsi tidak ditemukan cadangan baru lagi. Ini yang ketemu saja di perut bumi, nilainya saat ini sekitar Rp 200 ribu triliun," ungkap pengamat energi Kurtubi.
Karena sudah dikuasai asing, Indonesia hanya mendapatkan royaltinya sebesar 10%. Itupun banyak kasus pelanggaran dari perusahaan asing dalam membayar royaltinya. Sehingga dari hasil kekayaan alam Indonesia yang berlimpah ini tidak mampu untuk andil dalam menutupi utang yang ada.
Inilah efek dari ekonomi kapitalisme.
Indonesia terjerat utang ribawi yang bertambah tahun utang terus membengkak karena penambahan utang dan bunga. Ditambah, kemudahan asing menguasai seluruh kekayaan alam negeri tercinta ini. Indonesia semakin terpuruk dan terjerat negara-negara pendonor bantuan, yakni utang.
Selama negara ini bertahan dengan pola ekonomi kapitalisme, maka selama itu pula Indonesia terjerat utang tiada usai. Sebanyak apapun profesor atau pakar ekonomi, bahkan selevel Sri Mulyani, tetap tidak mampu mengatasi utang negeri ini.
Karena ciri ekonomi kapitalisme adalah ditopang dengan bunga atau ribawi, dan hanya menjadi slogan saja bahwa sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat. Jadi, utang negara sulit dilunasi, sementara kekayaan alam dengan mudah dikuasakan pada Asing.
Negara menjadi lemah dari sisi keuangan. Gambarannya seperti orang yang berjalan sempoyongan, tidak ada kekuatan yang menopang tubuhnya. Gambaran ini sangat sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Qur’an surat al Baqarah (2): 275 :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢٧٥)
“orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Apakah negeri ini akan bertahan dengan berjalan sempoyongan dan mewarisi generasi anak cucu dengan utang yang menggunung?
Sistem kapitalisme buatan manusia harus segera diakhiri. Penggantinya adalah sistem buatan Sang pencipta alam semesta, yakni sistem Islam.
Islam mengharamkan riba. Islam juga mengharamkan kekayaan alam dikuasai asing, karena keberadaannya milik rakyat. Negara tidak mempunyai hak menyerahkan pada asing. Negara memang pengelola kekayaan alam, tapi statusnya sebagai wakil rakyat. Hasil pengelolaannya dipergunakan untuk kepentingan/kemaslahatan rakyat.
Setelah sistem kapitalisme menjadi sistem Islam, negara tetap harus membayar utangnya, dengan ketentuan tanpa riba, dan mengambil alih semua kekayaan alam yang dikuasai asing. Kalaupun negara asing menolak, negara ini tidak boleh menyerah. Bahkan jika mereka menggunakan kekuatan militer, maka Indonesia pun harus siap menghadapinya. Rakyat pasti mendukung penuh negara dan siap membela negara tercinta ini dengan jiwa dan raganya.
Dengan sistem Islam, negara berangsur-angsur akan terbebas dari utang. Rakyat akan merasakan kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya, karena tidak ada lagi tuntutan pajak yang mendera setiap tahun. Sehingga, kemakmuran rakyat Indonesia bukan lagi sekedar slogan atau mimpi.[MO/sr]