Oleh : Septa Yunis
Mediaoposisi.com- Pemerintah kembali memberikan sinyal akan menaikkan bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2019 mendatang, setelah sebelumnya pada April lalu ada kenaikan BBM. Selain BBM, gas LPG 3 kilogram juga akan ikut naik. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Beliau menuturkan opsi ini harus dilakukan seiring lonjakan harga minyak mentah dunia dan mengurangi beban subsidi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Indonesia bukan negara eksportir melainkan negara importir, maka harga BBM dalam negeri mengikuti harga nasional.
Kenaikan BBM sangat berdampak pada perekonomian nasioal, pasalnya barang-barang di setiap komoditas akan ikut naik. Sehingga daya beli masyarakat akan menurun. Hal ini akan berpengaruh terhadap permintaan (demand) dan penawaran (supply).
Permintaan masyarakat akan berkurang karena harga barang dan jasa yang ditawarkan akan mengalami kenaikan. Begitu juga penawaran, akan berkurang karena permintaan dari masyarakat akan menurun. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan, “jika suatu harga barang naik, maka permintaan akan turun, dan sebaliknya jika harga barang turun, maka permintaan akan naik.”
Nasib rakyat miskin semakin tercekik karena tidak dapat memenuhi kebutuhannya, angka kemiskinan akan bertambah.
Dengan demikian inflasi tidak bisa dibendung, karena BBM merupakan unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang. Dampak dari inflasi itu sendiri salah satunya adalah pengangguran meningkat. Inflasi menyebabkan sebagian besar perusahaan bangkrut, akibatnya tentu saja pekerja terkena PHK dan mereka menjadi pengangguran akibat inflasi.
Dengan banyaknya pengannguran menambah deretan buruk perekonomian Indonesia. Pemerintah berdalih tujuan menaikkan BBM selain harga minyak mentah dunia naik juga untuk penghematan APBN. Padahal pendapatan dari migas cukup besar.
Penerimaan dari sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) tahun 2017 mencapai 13,1 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 175 trilliun. Angka tersebut melebihi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) 2017 sebesar 12,2 miliar dolar AS. (Republika.co.id)
Di tahun 2018 sendiri pendapatan dari sektor migas hingga Mei 2018 mencapai US$ 6,9 miliar atau setera Rp 95 triliun dengan nilai kurs Rp 13.900. penerimaan ini mencapai 58% dari target tahun 2018 yang sebesar US$ 11,9 miliar. (CNBCIndonesia.com)
Perekonomian masyarakat sudah terpuruk, ditambah lagi ada sinyal kenaikan BBM. Kekacauan bisa timbul dimana-mana akibat kacaunya pengelolaan BBM yang membolehkan pihak asing turut ambil bagian dalam pemanfaatan BBM. Hal ini adalah kewajaran dalan sistem kapitalisme yang berlandaskan pada materi.
Kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga BBM tak lepas dari pengaruh asing yang semakin kuat mencengkram Indonesia. Ini adalah bukti kapitalisme melahirkan pemerintahan yang abai terhadap rakyatnya. Selain itu kapitalisme juga menjadikan negara tidak bisa mandiri termasuk dalam pengelolaan BBM dan harus diserahkan kepada asing. Mengapa demikian?
Hal ini karena kapitalisme bukan berasal dari Sang Pencipta melainkan buatan manusia yang berlandaskan pemisahan agama dengan kehidupan (sekularisme), sehingga tidak jauh dari sifat manusia yaitu lemah dan tidak akan bisa mensejahterakan rakyat.
Berbeda dengan islam. Islam mengatur pengelolaan SDA (termasuk migas). Dalam islam diatur tentang kepemilikan. Ada kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. BBM termasuk kepemilikan umum dan yang mengelola adalah negara dan haram hukumnya diprivatisasi, karena semua jenis SDA yang termasuk kepemilikan umum adalah milik rakyat dan akan di salurkan ke rakyat secara gratis.
Adapun adanya biaya yang dikeluarkan oleh rakyat itu hanya biaya operasional saja, sehingga rakyat akan bisa menikmati SDA (termasuk migas) dengan cuma-cuma bahkan gratis tanpa harus mengeluarkan biaya yang melambung tinggi seperti saat ini. Kondisi seperti itu akan didapatkan ketika Islam diterapkan diseluruh aspek kehidupan.
Dengan demikian, perlu kesadaran dari semua elemen masyarakat untuk melakukan perubahan dan menjadikan Islam sebagai landasan dan jalan satu-satunya menuju negara yang lebih baik. Dengan mempertahankan kapitalisme, berarti sejatinya kita telah menyetujui negeri ini pada kehancuran. Oleh karena itu saatnya melakukan perubahan dengan mengusung Islam sebagai solusi.[MO/sr]