Oleh: Siti Sarah Madani
(Mahasiswi STEI HAMFARA Yogyakarta)
Mediaoposisi.com- Tahun 2018 telah memasuki bulan ke 6, tepat berada pada akhir oase religiusitas bernama Ramadhan. Layaknya sebuah kelaziman apabila kedatangan bulan nan suci yang sepaket dengan euforia IdulFitri ditandai dengan naiknya harga harga terutama terhadap masalah pangan.
Pasalnya, Ramadhan yang semestinya menjadi bulan pengendalian diri yang termasuk didalamnya perihal konsumsi ternyata, berkebalikan. Fakta yang terjadi di lapangan justru menunjukkan permintaan akan barang dan jasa meningkat sehingga inflasi pun tak bisa dihindarkan.
Demand Pull Inflation nama lain dari inflasi musiman ini , inflasi yang disebabkan tingginya tingkat permintaan.
Masih jelas dalam ingatan, pada beberapa tahun yang lalu yakni pada sebuah data BPS yaitu ungkapan Kepala BPS Suhariyanto bahwa pada 2014 Lebaran yang jatuh pada Juli 2014 dan pada periode tersebut inflasi mencapai 0,93%. Sementara pada 2015, inflasi Lebaran yang jatuh pada Juli 2015 mencapai 0,93%. Sedangkan pada 2016 dan 2017 berada dititik 0.69 % (Sindo.News.com).
Data diatas menunjukkan bahwa pada periode Ramadhan -hingga pasca Ramadhan (Baca: Lebaran) adanya penurunan tingkat inflasi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini menunjukkan bahwa inflasi Lebaran tahun 2016-2017 jauh lebih terkendali, salah satunya disebabkan oleh berbagai upaya pemerintah menekan gejolak harga pangan jelang Ramadan dan Lebaran. Pada tahun itu, pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) pangan yang bertugas memantau gejolak kenaikan harga di pasar.
Berada di 2018 , membuat ketar ketir kekhawatiran timbul tenggelam seiring dengan masuknya bulan Ramadhan. Hal ini tentulah disebabkan mengikisnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, pasalnya beberapa waktu terakhir pemerintah dengan kebijakan kebijakan nya menimbulkan persepsi negatif yang berdalil. Signal signal kekhawatiran itupun tertangkap dan dimengerti oleh beberapa pihak terlebih mengenai inflasi musiman yang seringkali terjadi.
Selama bulan Ramadan, diproyeksi berada di angka 0,2 – 0,4 atau sekitar 4,17%. Oleh karena itu, masyarakat tak perlu risau harga bahan pokok naik menjelang Ramadan. Sebab Bank Indonesia (BI) memprediksi, inflasi masih dalam kondisi terkendali (inikata.com) sebagaimana yang terjadi di tahun sebelumnya.
Walaupun terkendali tetap saja penanggung terberat inflasi adalah rakyat , sebagai pemerintah yang bertanggung jawab maka haruslah dirancang solusi fundamental yang memberikan penyelesaian mendasar yang signifikan.
"Inflasi dapat diatasi dan bahkan dihilangkan jika menggunakan sistem uang Buyang berbasis pada dinar (emas) dan dirham (perak). Karena emas dan perak sangat stabil, dan tidak dapat diproduksi seenaknya. Karena dinar dan dirham sangat tergantung kepada persediaan emas dan perak." Ujar Dosen Keuangan Syariah Politeknik Negeri Bandung Muhammad Mufliah MA.
Inflasi dapat dilakukan juga dengan perbaikan sistem ekonomi itu sendiri. Karena penggunaan mata uang yang baik tidak akan ada artinya jika bunga (riba) dan spekulasinya masih diterapkan. Semoga terealisasi[MO/sr]