Oleh : Miajayadi
Mediaoposisi.com- Data Bank Indonesia mencatat pada Febuari lalu memperlihatkan ULN indonesia tahun 2017 naik 10.1% dari tahun sebelumnya.
Utang luar negeri naik dari tahun ketahun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kondisi utang Indonesia "masih aman", karena jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) masih berada di kisaran 34% dan menambahkan utang tidak boleh melebihi 60% dari PDB negara tetapi banyak juga yang berpendapat tidak. Indonesia hutang kepada kuar negeri sebanyak itu mengapa bisa dan siapa yang menikmati hutang luar negeri tersebut ?
Berdasarkan data yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) Februari lalu, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia 2017 silam mencapai US$352,2 miliar atau sekitar Rp4.849 triliun (kurs Rp13.769).
Dari data tersebut utang luar negeri indonesia naik 10.1% pada tahun 2017, berbeda degan tahun sebelum nya pada tahun 2016 naik hanya sekitar 3% saja.
Peningkatan ULN ini cukup tinggi karena "sejalan dengan kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur dan kegiatan produktif pemerintah lain", ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, dalam keterangan resminya.
Jokowi pernah menggungkapkan mengapa indonesia berhutang sebanyak itu untuk pembagunan infastruktur diberbagai penjuru negeri pada tahun 2015-2019, indonesia membutuhkan anggaran Rp.5000 trilliun.
Namun kenyataan yang didapatkan adalah infrastruktur yang telah dibagun dan bisa dinikmati oleh masyarakat secara gratis, dijual kepada pihak swasta sehingga kepemilikan umum menjadi kepemilikan pribadi dan yang menikmati infastruktur tersebut harus berbayar dan juga sekaligus membayar pajak nya. Lalu Indonesia berhutang untuk apa kalau pada ujung nya dijual dan dinikmati oleh pihak swasta.
Lalu bagaimana solusi untuk mengatasi utang luar negeri ini dalam pandangan islam.
Memisahkan utang luar negeri yang dilakukan pemerintah sebelum dengan hutang luar negeri oleh pihak swasta(perorangan maupun perusahaan)
Membayar hutang poko luar negeri nya saja. Karna bunga yang ada pada bank tersebut termasuk dosa besar seperti yang telah dijelaskan di (Q.S. Al-baqarah:2).
Untuk dapat membayar pokok hutang, pemerintahan (pada masa khilafah) harus melobi agar pihak yang memberi hutang bersedia untuk memberikan cut off (pemutihan) Hutang sebelnya dibayar dengan mengambil seluruh kekayaan negara yang dimiliki secara tidak sah oleh rezim sebekumnya beserta kroninya.
Hutang luar negeri yang dipakai swasta(perseorangan/swasta) dikembalikan kepada mereka untuk membayarnya.[MO/sr}