Oleh: Aji Rafika Noor Adita, S. si
(Pemerhati Sosial Politik)
Mediaoposisi.com- Gara – gara memberitakan gaji Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dengan judul Ongkang-ongkang kaki dapat Rp 112. Juta, kantor redaksi Radar Bogor digeruduk kader dan simpatisan PDIP, Rabu (30/5/2018) sore. Pada peristiwa yang terjadi Rabu (30/5/2018), massa pendukung PDIP dilaporkan sempat melakukan tindakan yang disebutkan sebagi kericuhan kecil.
Laman radarbogor.id menuliskan massa merusak sebuah meja dan membanting-banting kursi hingga tempat sampah. “Kericuhan kecil sempat terjadi kala perwakilan kader PDIP hendak naik kelantai 4 via lift. Aswan dan Tegar terus mendapat tekanan dan dorongan secara fisik dari beberapa orang massa. Dalam rekaman video, mereka terlihat mendorong dan menarik baju pemred Radar Bogor sambil menghardiknya lantang,”
demikian ditulis Radar Bogor tentang apa yang dialami GM produksi Radar Bogor Aswan Ahmad dan Pemimpin Redaksi (PemRed) Tegar Bagja Anugrah 31/5/2018.(Solopos.com)
Pasca kejadian penggerudukan kantor redaksi Radar Bogor waktu lalu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mendesak kepolisian mengusut tuntas aksi kekerasan terhadap kantor Radar Bogor, Rabu (30/5) sore. Menurut LBH Pers, tindakan tersebut sudah melanggar hukum dan mengancam kebebasan pers.(Repubilka.co.id)
Sejatinya demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Kata ini berasal dari bahasa Yunani (Demokratia) “kekuasaan rakyat”.
Yang terbentuk dari (demos) “rakyat” dan (kratos) “kekuatan” atau “kekuasaan” pada abad ke – 5 SM untuk menyebut sistem politik Negara-Kota Yunani, salah satunya Athena, kata ini merupakan antonym dari (Aristocratie)”kekusaan Elit”.(Wikipedia).
Dengan slogan “Dari Rakyat Oleh Rakyat Untuk rakyat”. Dan kedaulatan ditangan Rakyat, termasuk dapat mengkritik atau mengkoreksi Para Penguasa jika mereka melenceng atau menyengsarakan Rakyat lewat kebijakannya.
Namun pada faktanya, ketika rakyat berdemo, masyarakat dan dewan pers mengkritik penguasa, mereka langsung dijadikan tersangka oleh oknum penegak hukum bahkan pada tingkatan Media social sekalipun dengan dalih ujaran kebencian, seolah-olah masyarakat tidak boleh protes dan menghina pejabat Negara. Mereka membungkam aspirasi dan suara kritis dari rakyat.
Hal ini, menjadi bukti bahwa kegagalan dalam beraspirasi dan kritis terhadap penguasa atas kebijakan yang sangat merugikan masyarakat dalam sistem demokrasi, yang notabene adalah hak dan kedaulatan ditangan rakyat.
Sistem ini hanya digunakan penguasa untuk dipilih dan berkuasa, tanpa memikirkan nasib rakyatnya. Atas dasar ini, sudah sangat jelas hipokrisi demokrasi dalam memberi ruang bagi rakyat untuk meyampaikan gagasan atau koreksi terhadap penguasa.
Seolah-olah kesejahteraan itu untuk rakyat, justru yang terjadi adalah kesengsaraan untuk rakyat melalui kebijakannya yang pro akan para Pengusaha atau Kapitalis. Yang sangat jelas merugikan masyarakat. Jadi bisa dikatakan sistem demokrasi ini, gagal dalam men sejahterakan rakyat dan mengkoreksi penguasa.
Islam, memandang bahwa Negara yang telah diterapkan Islam secara kaffah, memiliki tanggung jawab penuh dalam meri’ayah (mengurusi) rakyatnya. Dari segala bidang, Politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, pertahanan, keamanan.
Dari pengurusan ini dan penerapan syari’at secara kaffah dalam kehidupan bermasyarakat dan berNegara, sebagai seorang pemimpin Negara dan Umat, juga pada jajaran Penguasa yang juga sebagai manusia, yang tidak luput dari kesalahan. Oleh karenanya mereka juga butuh koreksi dari rakyatnya, terhadap perlakuan penerapan hukum, menjamin kesejahteraan rakyat dan sampai pada kekhawatiran Negara akan ketidak adilan bagi rakyatnya.
Islam member ruang bagi rakyatnya yang ingin beraspirasi bahkan berMuhasabah kepada para Penguasa. Sebagaimana Allah swt telah mewajibkan kaum muslim untuk mengoreksi penguasa, mencegah kemungkaran, mengubah kedzaliman dan menasehatinya, jika mereka mendzalimi hak-hak rakyatnya, menelantarkan kewajiban-kewajibannya, mengabaikan urusan rakyat, menyimpang dari syari’at Islam, atau berhukum dengan aturan-aturan kufur.
Imam muslim telah meriwatkan sebuah hadits dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasullah saw bersabda,
“akan datang para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkarannya, maka siapa saja yang membencinya akan bebas (dari dosa), dan siapa yang mengingkarinya dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)”. Para sahabat bertanya.”tidaklah kita perangi mereka?”beliau bersabda, “tidak, selama mereka masih menegakkan shalat” jawab Rasul.”[HR. Imam Muslim].
Dalam masa kegemilangan Islam dengan diPimpin oleh Orang-orang yang sangat amanah, sebagai contoh Khalifah Umar bin Khatab dalam pidatonya saat diBai’at sebagai seorang Khalifah.
Adapun isinya adalah sebagai berikut; Hai orang banyak semuanya, aku diangkat mengepalai kalian dan aku bukanlah yang terbaik diantara kalian, jika aku membuat kebaikan maka dukunglah aku, jika aku membuat kejelekan maka luruskanlah aku, kebenaran itu suatu amanat dan kebohongan itu suatu khianat. Yang terlemah diantara kalian aku anggap yang terkuat sampai ku mengambil dan memulangka haknya.
Yang terkuat aku anggap yang terlemah, sampai aku mengambil hak silemah dari tangannya. Janganlah seorangpun diantara kalian meninggalkan Jihad. Kaum yang meninggalkan Jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan RasulNya. Bila aku mendurhakai Allah dan RasulNya tidak ada kewajiban patuh kepadaku. Kini marilah kita melakukan Shalat, semoga Allah melimpahkan Rahmat kepada kalian.
Umar bin khatab sangat konsisten dengan janji politiknya, sejak diangkat menjadi Khalifah kedua hingga akhir hayatnya, karena sejak awal dia sudah terbuka untuk ditegur dan diingatkan oleh rakyatnya bila melenceng dalam memimpin rakyatnya. Inilah fakta yang menjadi teladan bagi pemimpin umat saat ini, hanya dalam sistem Islam lah rakyat bisa sejahtera dan leluasa dalam bermuhasabah kepada penguasa.[MO/sr]