Oleh: Febiyans
(Aktifis Peduli Umat)
Mediaoposisi.com- Saat ini nilai mata uang suatu negara selau terikat dengan mata uang negara lain. Contohnhya indonesia, nilai mata uang rupiah yang digunakan saat ini terikat oleh mata uang negara amerika (US dollar). Dengan kata lain mata uang rupiah selau terikat dengan US dollar.
Akibatnya nilai mata uang rupiah akan mengalami penguatan dan pelemahan yang secara otomatis dipengaruhi oleh kebijakan politik ekonomi AS menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga yang berakibat pada posisi rupiah terhadap dollar AS.
Bahkan saat ini banyak analisis yang mengatakan bahwa nilai pelemahan rupiah bisa menenbus level 15.000 terhadap dollar AS.
Hal ini terjadi dikarenakan sistem yang digunakan saat ini adalah sistem kapitalisme dimana sistem kapitalisme memandang bahwa money (uang) dan juga capital (modal) dipandang sebagai private goods. Menurut mereka,capital yang diinvestasikan ke dalan sektor riil maupu non riil harus menghasilkan uang.
Fakta menunjukkan bahwa uang yang beredar di sekor non riil dalam setiap harinya lebih banyak daripada di sektor riil. Hal inilah yang menjadikan fungsi uang sebagai penggerak kegiatan perputaran ekonomi tidak mampu lagi menerapkan fungsinya karena telah berubah fungsi menjadi komoditi yang diperdagangkan dalam bursa valuta asing.
Ini juga dijadikan ajang perjudian (a big casino) dalam bursa saham dan ditarik interest (bunga/riba) dari nsetiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.
Di dalam islam, antara money (uang) dan (modal) harus dipisahkan. Money sebagai public goods dan capital sebagai private goods. Maka uang harus dibelanjakan tidak boleh adanya penimbunan sehingga tidak produktif yang akan mengkibatkan uang tidak beredar. Adapun dengan private goods, dana itu diinvestasikan, dishadaqahkan , atau dipinjmkan (qard) tanpa riba.
Dan dengan mata uang dinar dan dirham (sebagai standart mata uang islam), nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu. Dalam arti, nominal mata uang akan dijaga nilai instrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu dinar dan dirham itu sendiri) bukan sebagai daya tukar terhadap mata uang lain.
Dengan demikian, jika nilai mata uang lain naik seberapapun nilainya, misalnya terhadap dollar AS maka nilai mata uang itu (dollar AS) akan mengikuti nilai 4,25 gram yang terkandung dalam satu dinar. Sehingga demikian depresiasi tidak lagi terjadi.[MO/sr]