Oleh : Mizan Abu Sakin
Mediaoposisi.com- Sikap Defensif Apologetik di Balik Istilah Demokrasi Islam Oleh Mizan Abu Sakin Demokrasi saat ini masih dipandang sebagai sistem pemerintahan yang ideal di dunia. Padahal sudah banyak pendapat dan pandangan akan cacatnya demokrasi.
Bahkan realitas di dunia, khususnya di Barat, banyak borok – borok demokrasi yang begitu nampak. Akan tetapi tetap saja demokrasi dinyatakan masih lebih baik dibandingkan pemerintahan diktator. Begitu pula di dunia Islam, muncul pula apa yang dinamakan sebagai Demokrasi Islam.
Alasan yang sering dipakai untuk membenarkan penggunaan istilah tersebut, bahwa memang demokrasi yang di barat itu sudah bobrok. Sedangkan demokrasi yang ada di negeri –negeri Islam tentunya berbeda dengan demokrasi di barat. Satu – satunya alibi yang dipakai untuk membenarkan adalah penggunaan istilah Demokrasi Islam.
Padahal istilah Demokrasi Islam itu mencerminkan sikap defensif apologetik. Sikap defensif apologetik merupakan sikap mempertahankan atau membela diri dari sebuah tuduhan orang lain yang dialamatkan kepada dirinya dengan memberikan jawaban yang justru membenarkan tuduhan tersebut.
Adapun istilah apologetik sendiri di jelaskan di dalam Wikipedia, berasal dari bahasa yunani kuno yakni apologia yang artinya membela iman. Dalam teologi Kristen dikenal dengan istilah ilmu apologetika Kristen. Apologetika Kristen itu sebuah disiplin ilmu yang dipakai untuk mempertahankan atau membela iman dengan menjawab hal – hal yang keberatan dengan ajarannya.
Tentu tujuannya agar dengan ilmu ini mampu menahan iman untuk berlawanan dengan keberatan – keberatan dan kesalahan penggambaran yang keliru. Endingnya adalah terjadinya peleburan dengan tradisi dan kebudayaan yang ada.
Sebagai contoh perayaan hari Valentine day, yang diadopsi dari perayaan Luppercalia kaum pagan. Jadi sikap defensif apologetik ini berasal dari luar Islam. Seiring dengan masifnya perang pemikiran yang dilancarkan barat kepada dunia Islam, maka tentunya banyak sekali tuduhan – tuduhan yang diarahkan kepada ajaran Islam.
Tuduhan – tuduhan tersebut menggunakan pola pikir dari pihak penuduh. Pola pikir yang dipakai adalah realitas kondisi dunia Islam yang tidak mungkin bisa lari dari kenyataan saat ini yang berselubung dengan sekulerisme, yaitu memisahkan agama Islam dari kehidupan. Sangsi sosial berupa dikucilkan, dijauhi dan dipersekusi menjadi momok.
Akhirnya timbul rasa gentar untuk berbeda dengan yang pada umumnya. Sedangkan yang konsisten dengan kemurnian Islam sangatlah langka ditemukan. Di samping itu, dari faktor umat Islam sendiri. Tidak bisa dipungkiri bahwa umat Islam dalam rentang sejarahnya tidak pernah mengalami suatu masa seperti saat ini yang menderita kelemahan yang sangat parah dalam memahami Islam.
Umat Islam memahami Islam dengan kacamata yang dipakai oleh orang kafir dalam memahami Islam. Konsekwensinya, umat Islam memahami Islam sesuai dengan arahan orang – orang dan bangsa kafir. Harus disadari dengan baik bahwa dunia barat itu berhasil menggapai kemajuan seperti diinginkannya adalah dengan sekulerisme.
Peran agama betul –betul dikebiri hanya berperan di sektor privat antara hamba dengan Tuhannya. Sementara itu sektor publik seperti pengurusan kepentingan – kepentingan umum negara dan rakyatnya nihil dari agama. Walhasil keinginan mereka adalah mengkebiri ajaran –ajaran Islam. Dengan begitu, kepentingan imperialisnya di dunia Islam tetap ada jaminan kelestariannya.
Lontaran tuduhan secara massif langsung diarahkan kepada ajaran Islam. Islam itu tidak demokratis ya? Buktinya pemerintahan Islam yang disebut Khilafah itu terpusat kepada satu orang yakni Kholifahnya. Ini kan pemerintahan tidak demokratis.
Ini sebagian tuduhan yang menyerang Islam. Sikap defensif apologetik dalam menjawab tuduhan tersebut adalah dengan menyatakan bahwa Islam itu sangat demokratis menghargai adanya perbedaan pendapat. Sekarang bukan jaman Kholifah lagi.
Justru di negeri –negeri Islam saat ini telah menerapkan demokrasi lebih bagus dari negara kampiumnya. Demokrasi yang ada di negeri –negeri Islam itu adalah demokrasi Islami. Jadi jawaban dan sikap demikian di samping memuat sikap defensif apologetik, lebih dari itu pengistilahan demokrasi Islam adalah istilah batil.
Sesungguhnya istilah demokrasi Islam itu terdiri dari dua kata yang saling bertolak belakang maknanya, contracditio in terminates. Bagaimana mungkin demokrasi itu disifati dengan Islam. Sebaliknya Islam disifati dengan terma demokrasi. Sesungguhnya demokrasi sejatinya adalah sebuah sistem pemerintahan yang meletakkan kedaulatannya di tangan rakyat.
John Locke, JJ Ressau, dan Montesque secara sistematis menyusun demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berasas sekulerisme. Sedangkan Islam itu merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW guna mengatur hubungan antara manusia dengan Allah Sang Pencipta, dengan dirinya sendiri dan dengan sesama manusia di dalam masyarakatnya.
Asasnya adalah aqidah Islam yang membentuk kesadaran bahwa semua perbuatan manusia di alam dunia ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT dalam kehidupan akherat. Kedaulatan dalam Islam berada pada hukum – hukum Islam.
Dengan demikian sudah jelas sekali bahwa istilah Demokrasi Islam merupakan istilah yang mebcampuradukkan antara kebenaran dengan kebatilan.
Sikap yang Seharusnya Diambil Allah SWT berfirman:
ياايها الذين امنوا لا تقولوا راعنا وقولوا نظرنا واسمعوا
Artinya : "wahai orang –orang yang beriman janganlah kalian mengatakan raaina, tapi katakanlah oleh kalian undhurnaa dan dengarkanlah oleh kalian" (Al Baqoroh ayat 104).
Di dalam ayat 104 surat al Baqarah tersebut, ada pembedaan antara raaina dengan undhurna, walaupun secara bahasa ada kesamaan arti yakni perhatikanlah kami. Akan tetapi lafadz raaina menurut term orang Yahudi bisa dipakai untuk mengolok –olok dan menjelek – jelekkan pihak lain.
Konteks ayat tersebut adalah orang Yahudi yang menyatakan raaina kepada Rasul SAW.
Artinya : "mereka sedang mengolok – olok beliau SAW. Maka Allah pun menegur orang – orang beriman agar tidak menggunakan lafadz raaiina, tapi diganti dengan lafadz undhurnaa."
Berdasarkan ayat tersebut, penggunaan istilah sangat diperhatikan. Di antara berbagai istilah, ada istilah yang bermakna umum, artinya bebas nilai tidak terkait dengan terminology keyakinan tertentu.
Ada pula istilah khusus, terikat nilai dan keyakinan tertentu. Demokrasi itu adalah istilah khusus dengan makna tertentu. Islam juga istilah khusus dengan makna tertentu. Keduanya bertolak belakang.
Oleh karena itu sikap yang mesti dilakukan dalam menghadapi tuduhan – tuduhan yang menyudutkan Islam adalah sikap percaya diri. Sikap yang mencerminkan kebanggaan sebagai seorang muslim dan pengemban Islam. Sikap yang memancarkan keyakinan bahwa hanya Islam yang bisa menyelamatkan dunia dari kehancuran akibat sekulerisme.
Seorang muslim akan menjelaskan konsep Islam secara murni dan jernih tanpa kesamaran, baik konsep politik, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, peradilan dan pertahanan keamanan.
Upaya mencerdaskan umat dengan ajaran Islam akan linear dengan selamatnya umat dari jebakan intelektual ide – ide batil dalam kancah perang pemikiran. Sebuah perang pemikiran yang terjadi antara yang haq dan yang batil.[MO/sr]