Oleh:Amaliyah Krizna Waty
(Aktivis Intelektual Muslimah Aceh)
Mediaoposisi.com- Lagi, nilai rupiah semakin anjlok menembus Rp14.000/U$ dollar. Dalam sistem demokrasi kapitalis, penurunan nilai mata uang satu negara terhadap dollar Amerika Serikat adalah hal yang biasa bahkan dianggap tren. Padahal ini adalah bahaya besar.
Disampaikan oleh Bhima Yudhistira selaku ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance(INDEF), penurunan kurs rupiah akan berlanjut hingga akhir bulan mei, seiring keluarnya dana asing di pasar saham Rp 3 triliun dalam seminggu ini(Kompas, 6/5/2018).
Ditengah kepanikan masyarakat, ternyata gubernur BI maupun pejabat RI justru memberikan opini ganjil. Mereka beranggapan pelemahan rupiah bukan suatu hal yang perlu di khawatirkan.
Sementara disisi lain utang negara secara otomatis akan semakin meningkat, karena kalau stok valas yang sama dikonversi dengan kenaikan Rp 100/dollar AS, total stok utang naik Rp 10,9 triliun. Angka fantantis yang akan membuat rakyat semakin tertekan dan meringis.
Pemerintah melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan(KSSK) menyatakan sistem keuangan Indonesia per kuartal I 2018 berjalan stabil dan terkendali.
Stabilitas yang disampaikan tersebut pastinya bersifat temporal. Karena sebagai negara yang menerapkan sistem ekonomi Kapitalis mengikuti negara adidaya AS, konsekuensi basis ekonomi harus menggunakan fiat money.
Fiat money atau uang kertas secara alamiah sudah bersifat tidak stabil. Hal ini karena fiat merupakan unbacked money yang terpaksa digunakan karena perlindungan hukum dari negara. Maka, menjamin stabilitas perekonomian dan fiat secara kontinue adalah hal yang mustahil.
Hal ini terlihat dari salah satu representasi perekonomian Indonesia, dimana pengangguran semakin tinggi dan tingkat inflasi abnormal.
Disisi lain, penggunaan fiat money merupakan bagian dari penjajahan politik negara Kapitalis untuk tetap menguasai negara lain. Tidak ada satu negara pun yang memiliki sistem moneter indenpenden atau berdaulat, semua harus mempertalikan mata uangnya dengan Amerika.
Sehingga Amerika dengan mudah membungkam negara-negara lain melalui fiat money, apalagi Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah namun di sisi lain juga memiliki hutang dengan jumlah yang banyak.
Maka mau tidak mau harus tetap tunduk pada AS. Pembungkaman itu akan semakin membuat setiap negri-negri kaum muslimin dalam balutan intervensi.
Maka sangat diperlukan penerapan sistem ekonomi Islam dengan sistem moneter berbasis dinar dirham(emas perak) yang menjamin kedaulatan politik dan ekonomi kaum muslimin.
Emas dan perak adalah mata uang yang selalu stabil dan tak perlu dipertalikan dengan uang apapun, termasuk dollar mata uang negri Paman Sam yang menerapkan sistem kufur Kapitalis. Hal ini sudah tidak terbantahkan lagi, dunia mengakuinya dan sejarah membuktikannya.
Sistem ekonomi Islam akan menjamin kestabilan perekonomian umat. Memberikan kesejahteraan dan kemakmuran, serta berdaulat secara politik maupun ekonomi. Tak akan ada yang mampu mengintervensinya.
Namun, sistem ekonomi Islam hanya akan menjadi khayalan jika masih dalam jeratan sistem kapitalis. Karena itu, sistem ekonomi berdaulat tersebut hanya akan mampu diterapkan oleh sistem kepemimpinan Islam yakni Khilafah, yang saat ini gaungnya sudah mengitari berbagai arah.
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?.(QS.Al-Maidah[5]:50