Oleh : Eva Farida S.Pd
Mediaoposisi.com- Rasanya tak dapat di ungkapkan lagi bagaimana mirisnya Lembaga Peradilan hari ini. Ini sudah diketahui jauh sebelumnya oleh siapa saja yang ingin menuntut perlakuan tidak adil yang menimpanya.
Namun jelas tidak dapat berbuat apa apa karena sudah jadi rahasia umum, hukum tajam ke bawah bagi orang orang yang lemah dan tidak mempunyai mahar yang cukup dan tumpul ke atas bagi penguasa,pejabat dan pengusaha kuat.
Ditambah dengan satu lagi kasus hari ini, di mana PTUN menolak gugatan dari Ormas Dakwah HTI kepada Pemerintah yang mencabut status BHP Hizbut Tahrir Indonesia. Dimana prosesnya tidak sesuai secara prosedural(mediasiar.com/29/Maret/2018)
Padahal dalam proses gugatannya, hasil menunjukkan pemerintah tidak mampu menunjukkan bukti bukti yang menguatkan dari saksi ahli (mediasiar.com/-april/10/2018)
Namun entah bagaimana, hasil akhirnya Hakim tetap menolak gugatan HTI kepada Penguasa.
Ini menunjukkan bagaimana kredibilitas lembaga peradilan hari ini dan penguasa telah menjadi penguasa yang bertidak otoriter dengan kegiatan dakwah umat Islam.
Ketakutan yang jelas terhadap kekuasaan dan tegaknya hukum Allah dibumi tercinta ini jelas nampak dalam kepanikan mereka. Jadi bukan HTI yang mereka khawatirkan, tapi terwujudnya Islam yang memberi Rahmat bagi seluruh alam. Yang akan menghancurkan kekuasaan mereka yang telah banyak membawa penderitaan di Negeri ini.
Mari kita bandingkan bagaimana adilnya sistem peradilan di Masa kekhilafahan dan hakim Syuraih dimasa Khalifah Ali bin Abi Thalib, meski Ali berkata benar bahwa baju besinya telah diakui oleh seorang Yahudi namun karena Ali tidak mampu mendatangkan bukti.
Maka Qodhi Suraih yang terkenal akan ketakwaan dan adilnya menetapkan baju besinya tetap menjadi milik orang yahudi. Sampai akhirnya Orang yahudi tersebut menyadari, hingga masuk Islam. Karena melihat keadilan yang luar biasa dari Hukum Islam dan Qodhi atau hakimnya yang takut kepada Allah(Muslim.or.id/25592-teladan-kepemimpinan-ali-bin-abi-thalib)
Bukankah sudah menjadi rahasia umum bahwa bukti menjadi salah satu dasar seseorang bisa memperkarakan orang lain atau penguasa.
Namun beginilah kondisinya, jika kita ingin menuntut keadilan di Negeri ini. Negeri yang katanya adalah Negara hukum dan menjunjung demokrasi. Tapi hal ini tidak berlaku bagi masyarakat lemah dan mayoritas kaum muslimin.
Sudah banyak kasus kasus kaum muslimin yang di ditangkap tanpa melalui proses peradilan. Cukup hanya dengan asas praduga saja(m.cnnindonesia.com/nasional//9 febr/2018]. Bahkan merekapun sudah diburu dan diadili dengan tembakan tanpa pernah diberi kesempatan membela diri. (bbc.com/indonesia/forum/2014/01/140103).
Dengan semua kondisi ini masihkah kita berharap terwujudnya keadilan kepada sistem Demokrasi hari ini. Yang bahkan untuk Aktivitas Perjuangan Ajaran Islam saja tidak didukung. Tidakkah para aparat Lembaga Peradilan tersebut takut dengan Pengadilan Allah suatu hari nanti? Naudzubillah Min Dzalika.[MO/sr]