Oleh : Mukhy Ummu Ibrahim
Mediaoposisi.com- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Dr. Mahfud MD, S.H., kembali menyampaikan pernyataan yang patut dikritisi. Dalam kuliah umum di Para Syndicate Jakarta Selatan, Kamis, 19 April lalu, tokoh yang pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM.
Di era pemerintahan Gus Dur ini, mengemukakan bahwa dalam sebuah negara khilafah juga banyak terjadi praktek korupsi. Pernyataan yang minim data dan fakta ini jelas menuai kontroversi.
Sebelumnya, beliau juga pernah menyampaikan pernyataan yang tidak kalah kontroversial. Beliau mengatakan bahwa konsep pemerintahan khilafah tidak ada dalam Al Qur'an dan Hadits. Khilafah ini, menurutnya, hanyalah buatan para ulama. Pernyataan beliau ini juga telah banyak dibantah oleh para aktivis pejuang syariah dan khilafah.
Seperti yang kita ketahui, diskusi tentang khilafah semakin mengemuka dalam kurun setahun terakhir. Hal ini terjadi sebagai dampak dari pencabutan status badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) selaku ormas yang aktif menyuarakan khilafah dalam aktivitas dakwahnya.
Khilafah disebut-sebut sebagai pemecah belah NKRI, dan dijadikan dalih "pembubaran" HTI. Akan tetapi, banyak pihak justru memberikan pembelaan terhadap HTI dan konsep khilafah yang diusungnya. Maka, dimulailah diskusi-diskusi tentang khilafah, benarkah khilafah mengancam kedaulatan NKRI?
Meskipun banyak pihak yang mulai memahami apa itu khilafah yang sesungguhnya, tetapi banyak pula yang masih gagal paham dan bersifat kontra terhadap ide khilafah ini. Salah satunya adalah Bapak Mahfud MD.
Berulang kali beliau menyampaikan pernyataan yang menentang keberadaan khilafah ini. Menurut beliau, khilafah tidak memiliki dasar yang jelas dalam Al Qur'an juga Hadits. Tidak ada sistem baku yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Bahkan faktanya dalam khilafah pun banyak terjadi korupsi. Seperti yang diungkapkan beliau baru-baru ini. Bahwa 57 negara Islam yang tergabung dalam OKI, yang menurut beliau merupakan contoh khilafah yang ada saat ini, juga merupakan sarang korupsi.
"Taruhlah itu disebut (negara) khilafah, semuanya itu sarang korupsi juga. Malah yang tidak khilafah malah yang bersih, misalnya New Zealand, Denmark dan macam-macam," ujar belia
Pernyataan beliau ini pada hakikatnya semakin membuka mata publik bahwa beliau jelas belum memahami tentang khilafah yang sesungguhnya. Orang awam pun bisa melihat bahwa pada saat ini tidak ada satu pun negara di dunia yang mengadopsi sistem khilafah dalam pemerintahannya.
Tidak ada satupun negara yang tergabung dalam OKI yang menyatakan diri sebagai khilafah. Ditambah lagi jika memang benar negara-negara anggota OKI adalah khilafah, yang artinya kepala negaranya adalah seorang khalifah, maka hal itu berarti terdapat banyak khalifah saat ini.
Sementara Rasulullah saw dengan tegas telah melarang keberadaan khalifah yang kedua. Beliau bersabda, “Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim no. 1853).
Maka, jelas sekali bahwa jumlah khalifah tidak boleh berbilang melainkan hanya satu saja untuk seluruh kaum muslim di seluruh dunia. Jadi, tidaklah mungkin ada 57 khilafah sekaligus dalam satu waktu. Pernyataan ini jelas adalah sebuah kesalahan besar.
Maka, dengan demikian pernyataan beliau bahwa khilafah juga sarang korupsi juga tidak bisa dibenarkan. Sebab, khilafah yang beliau maksud pada faktanya tidaklah ada.
Sementara yang merupakan sarang korupsi yang disebut-sebut dalam pernyataan beliau sejatinya adalah negara-negara yang menganut sistem pemerintahan bukan khilafah.
Maka terbukti pernyataan Pak Mahfud MD bahwa khilafah juga sarang korupsi adalah pernyataan yang tidak berdasar dan salah besar.
Apapun yang beliau sampaikan, nyatanya fakta sejarah berkata lain.Dalam khilafah, yang sebenarnya, korupsi nyaris tidak pernah terjadi. Kita tahu bahwa khilafah yang sesungguhnya, yang didasarkan pada tuntunan Rasulullah, pernah berlangsung lebih dari 13 abad.
Mulai dari masa khulafaur rasyidin hingga kekhilafahan Turki Utsmani pada tahun 1924. Selama kurun waktu tersebut, diberlakukan hukuman yang tegas bagi para koruptor.
Hukuman yang tegas ini berfungsi sebagai pencegah (zawajir). Dengan diberikan hukuman yang setimpal atas para koruptor maka diharapkan akan membuat jera dan kapok para pelaku korupsi.
Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati. Tegasnya hukuman ini akan membuat siapa saja yang berniat melakukan korupsi berpikir ribuan kali dan urung melakukannya.
Selain hukuman yang tegas, sistem Islam juga melakukan penghitungan harta kekayaan. Demi mengontrol jumlah kekayaan para pegawainya. Pada masa kekhilafahan Umar Bin khatab, hal ini rutin dilakukan. Beliau selalu menghitung harta kekayaan para pegawainya seperti para Gubenur dan Amil.
Selain kedua hal di atas, ada satu pilar lagi yang menjadikan korupsi sangat jarang terjadi di era khilafah, yaitu keteladanan para pemimpinnya. Sebut saja, khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi kepada rakyatnya lantaran khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya.
Beliau juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan Negara. Hal ini adalah sifat kehati-hatian dari beliau agar jangan sampai mengambil apa-apa yang bukan haknya.
Demikianlah fakta yang ada dalam sistem pemerintahan Islam, khilafah. Jauh berbeda dengan apa yang terjadi di alam demokrasi saat ini. Dimana korupsi sangat marak terjadi.
Tidak adanya keteladanan dan aturan yang tegas juga karena mahalnya proses demokrasi, menjadikan korupsi sebagai opsi. Jika saja umat terlebih para tokohnya mau mengkaji dengan sungguh-sungguh. Akan keberadaan khilafah yang pernah dan telah dijanjikan akan kembali ada.
Niscaya tidak ada lagi yang meragukan keagungannya dan kebutuhan umat akan keberadaannya saat ini. Ia lah solusi dari permasalahan korupsi juga masalah-masalah lain yang sedang kita hadapi.
Membuat pernyataan yang tidak benar tentang khilafah kemudian membuat generalisasi bahwa khilafah juga merupakan sarang korupsi adalah dua kesalahan besar. Ini adalah fitnah yang keji.
Sangat disesalkan bahwa pernyataan ini berasal dari seorang tokoh intelektual muslim yang menjadi rujukan banyak orang. Tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi di dunia ini tanpa sekehendak Allah. Semoga peristiwa ini semakin membuat umat tercerahkan. Lebih bijak dan cerdas dalam menyikapi tiap pernyataan.[MO/un]