Revolusi| Mediaoposisi.com- Penandatangan Perpres No.20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) oleh Presiden Joko Widodo menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Pihak yang pro dengan jelas menyatakan bahwa perpres ini sangat bermanfaat karena dinilai dapat memberikan investasi yang banyak dari luar negeri kepada Indonesia.
Sedangkan pihak yang kontra menilai bahwa perpres tersebut dapat menjadi pintu terbuka bagi para tenaga kerja asing sehingga arus masuknya tenaga kerja asing akan semakin deras dan pekerja lokal akan tersisihkan.
Beberapa pihak yang pro terhadap perpres ini adalah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) serta instansi lainnya seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menganggap Perpres Nomor 20 tahun 2018 tersebut bukan sebagai masalah.
Selain itu ada Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Anton J Supit menyatakan, perpres tentang pengaturan TKA ini akan baik untuk perkembangan investasi dari luar negeri ke Indonesia.
Anton mengatakan bahwa perpres ini baik karena dapat membuka investasi asing di dalam negeri sehingga tenaga kerja asing tidak sungkan-sungkan atau tidak ragu-ragu ketika akan berinvestasi di Indonesia. Ia menambahkan bahwa perpres ini sebagai wadah untuk mempermudah prosedur tenaga kerja asing, bukan mempermudah persyaratannya, Senin (30/4/2018). ( Kompas.com )
Tujuan dari perpres ini adalah untuk menambah investasi asing kepada Indonesia. Mereka, penguasa dan pemilik modal, senang jika ada investor asing berinvertasi di Indonesia. Tapi mereka tidak tahu kalau kedatangan TKA ini justru akan menggeser tenaga kerja lokal.
Baca Juga : Mengungkap Liciknya Kapitalisme
Tenaga kerja lokal yang seharusnya mendapatkan pekerjaan yang layak dengan gaji yang bisa digunakan untuk mencukupi kehidupan, tetapi apa yang dilakukan oleh penguasa sangat disayangkan, mereka lebih memilih TKA daripada tenaga kerja lokal.
TKA mendapatkan upah besar, sedangkan tenaga kerja lokal upahnya rendah. Jadi, disini ada ketidakadilan penguasa. Luar negeri butuh TKI, kenapa Indonesia butuh TKA? Kalau ada yang bilang tenaga kerja Indonesia kurang pengetahuan, it salah siapa? Bukan salah masyarakatnya, tapi salah penguasa yang membuat kebijakan-kebijakan sehingga sampai merambat kepada mahalnya biaya pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan juga berpotensi terhadap melonjaknya TKA, bagaimana bisa? Semakin mahal biaya pendidikan otomatis banyak pula masyarakat yang tidak bisa mengenyam pendidikan. Hal ini akan berakibat pada rendahnya sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh Indonesia.
Bukan hanya masalah di atas saja. TKA dan investor asing juuga berpengaruh terhadap sumber daya alam Indonesia. Bagaimana tidak? Adanya TKA dan investor asing tentu akan menjamah dan akan mengelolah SDA Indonesia. Akhirnya, SDA dikelola oleh asing dan rakyat tidak mendapatkan apa-apa.
Masyarakat menjadi buruh di Negara sendiri. Bahkan lambat laun juga akan tergeser oleh buruh kasar dari luar negeri. Sudah menjadi buruh, tergeser pula oleh banyaknya tenaga kerja asing yang ada di Indonesia. Upahnya juga tak seberapa, lebih tinggi upah TKA.
Baca Juga : Mayday, Harapan dan Realita
Mau maju dari mana kalau perlakuan Negara terhadap rakyatnya sendiri seperti ini. Tidak ada keadilan untuk rakyat sendiri. Katanya dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Tapi tidak bersuara ketika banyaknya pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.
Begitu realitanya hidup di zaman kapitalis, semua serba asing, yang dipihak pemilik modal, yang tidak punya modal tersisihkan, lebih mementingkan asing daripada rakyat sendiri. Rakyat kelaparan sampai ada yang meninggal, diam saja. Barangkali tahu tapi tidak mau tahu.
Kebusukan sistem kapitalis sudah terpampang nyata. Sistem ini lebih mementingkan siapa yang punya uang banyak dialah yang akan dipihak. Bagaimana dengan rakyat kecil yang tidak punya apa-apa, jangankan untuk investasi, untuk makan sulit? Apakah merka sudah menerima keadilan?
Banyak rakyat yang masih susah untuk makan. Keadilan juga belum dirasakan oleh mereka yang tidak punya apa-apa, tapi keadilan datang kepada mereka yang notabene adalah pemilik modal. Banyak masyarakat Indonesia yang masih menjadi pengangguran. Lulusan SMA/SMK sederajat maupun sarjana nyatanya masih susah cari pekerjaan.
Mondar-mandir kesana-kemari tidak mendapatkan apa-apa. Ini buktinya kalau lapangan pekerjaan masih kurang. Kalaupun bertambah, ujung-ujungnya juga asing lagi yang mendapat kesempatan untuk bekerja di Indonesia. Masuknya investor asing bukan untuk menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia, tetapi untuk TKA.
Kalau keadaannya sudah seperti ini, masih mau bertahan dengan sistem yang tidak menjamin bisa meningkatkan kesejahteraan umat?
Islam sebagai agama yang telah disempurnakan Allah jelas mengatur semuanya. Selain mengajarkan sholat yang mencegah perbuatan keji dan mungkar, Islam juga mengajarkan bagaimana mengatur masalah Negara dengan menerapkan hukum-hukum Islam, hukum-hukum Islam yang bersumber dari Sang Pencipta. Hukum-hukum Islam yang dapat dilaksanakan secara keseluruhan hanya dengan adanya Negara.
Jika suatu kewajiban tidak akan sempurna tanpa adanya sesuatu maka sesuatu itu wajib adanya.
Dengan demikian, jika tegaknya syariah Islam secara total hanya bisa dicapai dengan adanya sebuah Negara yang menegakkannya maka keberadaan Negara Islam wajib adanya.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (Al Baqarah 208)[MO/ws]