-->

UNBK, Siapa Untung ? (1 dari 2)

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh : Lismaryani B
(Pengamat Pendidikan)

Mediaoposisi.com- Sejak Senin 2 April 2018  UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) tahun pelajaran 2017-2018 sudah dimulai. Tahun ini pemerintah menargetkan 100% SMK/MAK, SMA/MA melaksanakan UNBK dan 70 % SMP/MTs melaksanakan UNBK.

Teknis pelaksanaan UNBK secara bergelombang merupakan upaya menyiasati kekurangan sarana prasarana pendukung UNBK. Sekolah yang memiliki minimal 20 komputer didorong melaksanakan UNBK sedangkan yang belum memiliki sarananya harus menumpang di sekolah lain.

Dirintis sejak tahun 2014 UNBK saat ini masih menghadapi masalah ketersediaan sarana. Meski pemerintah mencurahkan bantuan pengadaan komputer bagi sekolah namun kekurangan sarana UNBK masih menjadi kendala. Republika merilis angka kesiapan sarana UNBK di SMP kabupaten Bandung masih di bawah 50% (republika.co.id 15 Maret 2018).

Demi memenuhi kebutuhan sarana UNBK sekolah melakukan berbagai jurus mulai dari menyewa komputer, meminjam laptop orang tua atau alumni hingga menggalang sumbangan dari orang tua dan alumni.

Indonesia merupakan yang pertama melaksanakan UNBK di antara berbagai negara di dunia sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puspendik Kemendikbud) Nizam.

“Indonesia merupakan negara pertama yang menerapkan ujian berbasis komputer dalam skala besar, bahkan Australia dan Britania Raya baru akan menerapkan ujian nasional berbasis komputer pada tahun 2019 dan 2020,” ungkap Nizam, Jakarta, Kamis (22/10/2015).

Mempertanyakan UNBK
Pelaksanaan UN (ujian Nasional) setiap tahun melibatkan tender pencetakan dan distribusi soal yang memakan biaya. Kebocoran soal dan kunci jawaban menghantui proses distribusi soal hingga harus dijaga ketat oleh satuan kepolisian.

Ketika nilai UN menjadi salah satu syarat kelulusan, sekolah melakukan berbagai upaya (kecurangan) agar dapat meluluskan siswanya. Ujian Nasional kini tak lagi menentukan kelulusan siswa dari sekolah. UN saat ini menjadi alat pemetaan mutu pendidikan.

Seiring perubahan fungsi tersebut UN harus dilaksanakan dengan meminimalisir potensi kecurangan agar pemetaan mutu akurat. Beberapa hal ini mendorong pemerintah mencari sistem Ujian Nasional yang lebih baik. UNBK dipilih sebagai solusi atas permasalahan di atas.

Laman kemendikbud menyatakan beberapa manfaat yang diperoleh dengan UNBK antara lain:
1. Minimnya kemungkinan soal yang terlambat datang, tertukar dan ketidakjelasan hasil cetak soal,
2. Proses pengumpulan dan penilaian jauh lebih mudah,
3. Hasil ujian nasional dapat diumumkan jauh lebih cepat,
4. UNBK mendorong terwujudnya efektifitas, efisiensi dan transparansi penyelenggaraan UN.

UNBK tidak memberikan data mutu akurat

Penyelenggaraan UNBK secara tidak langsung diharapkan dapat memberikan data mutu pendidikan di Indonesia. Selanjutnya data ini akan menjadi dasar penentuan kebijakan untuk peningkatan mutu pendidikan.

Rencana ini sepintas nampak logis namun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan memanfaatkan data hasil UNBK sebagai dasar pemetaan mutu pendidikan, di antaranya:

Kendala teknis

Ketersediaan sarana, pasokan listrik dan sambungan internet masih menjadi masalah dalam pelaksanaan UNBK. Hal ini mengganggu pelaksanaan mulai dari gagal login atau terputus tiba-tiba hingga penundaan jadwal yang mengganggu siswa secara psikologis.

Proses sinkronisasi oleh panitia yang harus dilakukan malam hingga dini hari adalah masalah lain terkait sistem UNBK. Satu hal yang juga harus mendapatkan perhatian serius adalah adanya kemungkinan pembobolan sistem UNBK oleh peretas yang dapat mengacaukan data hasil UNBK. Peretasan adalah salah satu alasan penghentian pemilu secara online di negara-negara maju.

Kendala psikologis
Seperti diketahui untuk pelaksanaan UNBK sekolah yang memiliki kesiapan sarana harus berbagi dengan sekolah lain. Inilah alasan mengapa UNBK dilaksanakan bergelombang. Secara teknis nampaknya masalah sarana teratasi dengan cara ini.

Namun migrasi siswa dari satu sekolah ke sekolah lain pada saat ujian bukanlah hal positif bagi mental siswa. Lingkungan baru membutuhkan penyesuaian bagi siswa. Tekanan penyesuaian ini hadir bersamaan dengan tekanan suasana ujian.

Keadaan ini diperparah dengan kenyataan bahwa banyak sekolah yang dalam pembelajaran sehari-hari tidak memanfaatkan TIK sehingga siswa kurang atau bahkan tidak familiar dengan perangkat TIK.

Banyak di antara siswa yang baru mengenal komputer saat simulasi UNBK. Perlu dipertimbangkan hasil penelitian Jeong (2014) yang memperlihatkan bahwa nilai ujian siswa Korea yang menggunakan cara konvensional dengan kertas ternyata lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan komputer.

Padahal, dibandingkan dengan siswa di tanah air, siswa Korea memiliki tingkat kedekatan dan literasi teknologi yang jauh lebih tinggi seperti pada komputer, internet, dan perangkat TIK lainnya. (Nurudin, 2017).

Penelitian ini memberi gambaran kepada kita bahwa UNBK belum dapat diandalkan untuk memperoleh peta mutu pendidikan. Apalagi jika UNBK dikaitkan dengan kualitas pendidikan secara langsung. Bahkan sepuluh negara yang dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik oleh sebuah lembaga penelitian bernama The Social Progress Imperative bukanlah negara yang menerapkan ujian berbasis komputer.

UNBK : Keliru !
Jelas bahwa meletakkan peningkatan mutu pendidikan semata mata pada tahap akhir yakni UNBK adalah kekeliruan sebab UNBK sebagai bagian dari pendidikan tidaklah berdiri sendiri. UNBK hanya salah satu dari penilaian pendidikan yang dilaksanakan oleh negara di samping penilaian oleh guru dan oleh sekolah.

Dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia telah ditetapkan delapan Standar Nasional Pendidikan (8 SNP) yang mencakup Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Sarana Prasarana, Standar Penilaian, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Pengelolaan dan Standar Pembiayaan.

Dengan telah ditetapkannya standar pendidikan ini tentunya kualitas pendidikan harus ditinjau dari kedelapan standar tersebut. Urutan logis dalam peningkatan kualitas pendidikan adalah pemenuhan standar sumberdaya (Isi, sarana, PTK dan biaya) untuk menunjang proses dan pengelolaan sehingga hasil pendidikan dapat dievaluasi dan dapat ditemukan kesesuaiannya dengan standar kompetensi lulusan melalui proses penilaian terstandar.

Sementara itu patut difahami bahwa kualitas sebuah sistem mesti ditelaah dari asas, tujuan dan proses yang dilaksanakan dalam sistem tersebut. Berbicara tentang sistem pendidikan kita perlu memahami asas, tujuan dan proses dalam sistem pendidikan tersebut.

Merujuk UU no 20tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional pendidikan di Indonesia bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sayangnya meski tujuan dinyatakan dalam satu kalimat panjang mencakup aspek spiritual, akademik dan keterampilan pada kenyataannya pendidikan di negeri kita memiliki dualisme yakni pendidikan berbasis agama yang dikelola kementerian agama dan pendidikan umum yang dikelola kementerian pendidikan dan kebudayaan. Dikotomi ilmu agama dan ilmu umum mencerminkan asas pendidikan sekuler.[MO]

Bagian 2
https://www.mediaoposisi.com/2018/04/unbk-siapa-untung-2-dari-2.html

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close