Oleh: Minah, S.Pd.I
(Pengajar, Lingkar Studi Perempuan dan Peradapan)
Mediaoposisi.com-Miris, itulah yang dirasakan. Saat melihat kasus miras oplosan yang dikonsumsi warga hingga berujung maut. Kasus ini terus berulang, ini menunjukkan ketidak seriusan Negara dalam menuntaskan kerusakan moral generasi akibat miras.
Penguasa demokrasi cenderung abai pada urusan moral yang dianggap urusan pribadi. Padahal miras sangat membahayakan anak-anak generasi. Keberadaan pabrik-pabrik miras masih ada dan perederannya pun terus bertambah dari tahun ke tahun. Miras sudah jelas sekali keharamananya dalam syariat Islam.
Banyak sekali kerugian-kerugian akibat miras. Baik pada kerugian ekonomi, sosial, hingga ancaman kepada generasi bangsa, akan mengundang bahaya besar bagi masyarakat.
Faktanya jelas bahwa miras menjadi sumber kejahatan dan kerusakan seperti pembunuhan, pemerkosaan, kecelakaan dan kejahatan-kejahatan lain yang ternyata terjadi akibat minuman keras.
Rasulullah telah mengingatkan bahwa:
“khmar itu adalah induk keburukan. Siapa saja yang meminumnya, Allah tidak akan menerima shalatnya 40 hari. Jika ia mati dan khamar itu ada di dalam perutnya maka ia akan mati dengan kematian jahiliah.” (HR. ath-Thabrani, ad-Daraquthni, al-Qadhaiy). “Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram.” (HR. Muslim).
Legalnya peredaran miras dan pabriknya menunjukan bahwa pemerintah lebih mengacu kepada kepentingan bisnis (kapitalis) dari pada kepentingan penjagaan moralitas rakyatnya.
"Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol (“Perpres 74/2013”), diatur bahwa minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut:
a. Minuman Beralkohol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5% (lima persen);
b. Minuman Beralkohol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen);
c. Minuman Beralkohol golongan C adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen.
Minuman beralkohol hanya dapat diperdagangkan oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin memperdagangkan minuman beralkohol sesuai dengan penggolongannya dalam Pasal 3 ayat (1) Perpres 74/2013 dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan (Pasal 4 ayat (4) Perpres 74/2013)."
Sejatinya Islam mengatur urusan moral sebagaimana urusan-urusan yang lain. Penerapan Islam kaffah menjamin terjaganya masyarakat dari kerusakan moral, termasuk tersebarluasnya miras yang membahayakan umat. Mau dia yang oplosan atau legal, tetap saja miras haram.
Dalam pandangan Syariah, aktivitas meminum khamr (minuman keras/ miras) merupakan kemaksiatan besar dan sanksi bagi pelaku adalah dijilid 40 kali dan bisa lebih dari itu.
Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan miras mulai dari pabrik miras, distribusi miras, toko yang menjual hingga konsumen (peminum minuman keras).
Anas ra. menuturkan: “ Nabi Muhammad SAW pernah mencambuk orang yang minum khamr dengan pelepah kurma dan terompa sebanyak 40 kali.” (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan abu Dawud).
Dalam sistem Islam, pemerintah wajib menjalankan syariah baik dalam menetapkan yang halal maupun haram, produsen dan pengedar khamar harus dijatuhi sanksi yang lebih keras dari orang yang meminum khamar sebab bahayanya lebih besar bagi masyarakat.
Dengan cara itu akan tercipta kehidupan masyarakat yang damai, tentram dan sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.
Namun, semua itu akan terwujud jika syariah diterapkan secara menyeluruh dalam sistem Khilafah Rasyidah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dilanjutkan oleh para sahabat dan generasi kaum Muslim terdahulu. Begitu pun umat Islam harus terus menerus berjuang untuk mewujudkan kehidupan Islam dalam bingkai Khilafah. [MO/sr]