Oleh : Winda S.
(Mahasiswi Universitas Jember)
Opini| Mediaoposisi.com- Korupsi tak pernah absen dari sorotan publik. Banyak pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi, dan yang sangat membuat hati teriris, koruptor di negeri ini senyumnya lebar sekali. Seolah-olah bebas dari status tersangka, selolah-olah hukum di negeri ini miliknya dan bisa dibeli dengan uang yang membuat siapa saja yang menerimanya menjadi lupa diri.
Korupsi itu enak karena dapat komisi, tapi tidak enak pertanggungjawabannya. Hanya orang-orang yang tidak bisa memanfaatkan akal untuk hal-hal baik saja yang mau untuk melakukan itu. Kalau orang yang bisa memanfaatkan akalnya untuk hal-hal baik, pasti ia tidak akan mau korupsi, karena korupsi itu berat, mengambil uang Negara hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan, yang lebih berat lagi pertanggungjawabannya di akhirat.
Dari pejabat pusat hingga pejabat daerah pasti ada yang korupsi, entah itu megakorupsi ataupun hanya recehan saja tetap yang namanya korupsi itu melanggar hukum, hukum Negara dan juga hukum Pencipta. Akhir-akhir ini banyak sekali pejabat daerah yang melakukan perbuatan keji ini. Tercatat ada sekitar 10 kepala daerah yang korupsi.
Enam dari 10 kepala daerah tersebut merupakan tersangka operasi tangkap tangan (OTT), dan empat lainnya merupakan tersangka pengembangan dari kasus sebelumnya. Dari 10 kepala daerah tersebut, ada juga yang sedang mencalonkan diri kembali sebagai kepala daerah di pilkada tahun ini.
Tak tanggung-tanggung, 10 kepala daerah yang korupsi bukanlah jumlah yang sedikit, walaupun dapat dihitung dengan jari, tetap saja hal itu mencoreng nama baik bangsa. Pemimpin yang seharusnya menjadi teladan bagi rakyatnya, bukan malah mengajarkan keburukan. Kalau pemimpinnya seperti itu, bagaimana dengan rakyatnya?
Jumlah uang dari hasil korupsi itu tidak sedikit. Ratusan bahkan sampai miliaran rupiah. Misalnya saja korupsi yang dilakukan oleh Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko, yang menerima uang suap sebesar Rp Rp 200 juta dari Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati. Duit itu berasal dari pungli dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang hingga terkumpul Rp 434 juta dari pungli pada Juni-Desember 2017.
Ada juga kasus korupsi yang dilakukan oleh Bupati Lampung tengah Mustafa ditangkap bersama 18 orang lain dalam OTT pada 14-15 Februari 2018. KPK menduga adanya suap untuk anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah terkait persetujuan DPRD atas pinjaman daerah kepada PT SMI sebesar Rp 300 miliar, dan masih banyak lagi kasus korupsi kepala daerah dengan uang hasil korupsi yang banyak bahkan bisa dikatakan dengan uang sebanyak itu bisa digunakan untuk hal yang lebih berguna lagi, yaitu untuk kepentingan rakyat.
Kepala daerah rentan melakukan tindak pidana korupsi, hal ini seperti yang telah disebutkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Salah satu penyebab ini semua adalah tingginya mahar politik dan untuk modal kampanye.
Sudah musimnya mahar politik, dan kampanye pun butuh uang untuk bisa memenangkan pilkada. Memang di zaman sekarang serba uang, sampai-sampai rela korupsi hanya untuk meraih kemenangan.
Politik ada maharnya dan maharnya sangat berat, kampanye pun butuh uang. Padahal uang itu kesenangan sesaat, apa-apa yang dibeli dengan uang tidak akan bertahan lama, berbeda halnya dengan orang-orang yang beriman dan bertaqwa yang dibeli sama Allah SWT, tetapi Allah SWT tidak membeli dengan uang, karena uang itu tidak ada harganya di mata Allah SWT melainkan dibeli dengan surga dan segala kenikmatan di dalamnya yang sudah jelas akan kekal di dalamnya.
Apa kabar hukum di Indonesia? Sudahkah yang benar dibela dan yang salah dipidana? Ternyata hukum masih lemah membuat koruptor senyumnya merekah seolah tak bersalah.
Lemahnya hukum di negeri ini membuat koruptor bebas berbuat apa-apa, tebar senyum sana-sini. Ini buktinya kalau hukum sekarang tidak mampu bertindak tegas dan cepat dalam menangani kasus yang sangat merugikan negara. Mentang-mentang yang korupsi orang berduit, siding kasusnya dilamabat-lambatkan hingga akhirnya sirna dari pemberitaan media, akan tetapi jika orang kecil yang melakukan kesalahan, langsung bertindak tegas.
Hal inilah yang menyebabkan para koruptor negeri jadi menyepelekan hukum sehingga para koruptor tak sungkan-sungkan mengumbar senyumnya.
Orang yang ketahuan mencuri, mencuri apa saja kemudian ditangkap lalu diadili masih punya malu dan dengan berbagai cara ia menutupi wajahnya agar tidak kelihatan oleh publik. Tetapi beda sama koruptor sekarang, yang masih bisa pasang senyum manisnya sambil melambaikan tangan kepada wartawan yang ingin meliput kasusnya.
Itulah koruptor zaman sekarang, sudah melakukan kesalahan besar tapi masih sempat senyum dan tidak sedikitpun menunjukkan wajah bersalahnya.
Hukum dibuat untuk dipatuhi bukan untuk disepelekan apalagi dibeli dengan uang. Hukum itu bukan barang yang diperjualbelikan atau digadaikan. Taat hukum itu perlu, terlebih lagi hukum dari Sang Pencipta. Selangkah saja melanggar hukum Sang Pencipta, bisa berat urusannya dan pintu neraka pun terbuka lebar.
Oleh karena itu, perlu adanya aturan agar kasus korupsi tidak terjadi lagi, kalaupun terjadi kasus korupsi harus ditindak tegas tidak pandang siapa yang korupsi agar yang melakukan korupsi jera sehingga tidak mengulangi perbuatannya itu. Aturan itu hanya da dalam satu kepemimpinan, yaitu kepemimpinan Islam.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali Imran : 102).[MO]