(Ilustrasi)
Oleh: Lili Agustiani, S.Pd
(Pemerhati Masalah Sosial)
Mediaoposisi.com-Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto membuat geger jagat publik. Pasalnya, ia mengeluarkan beberapa pernyataan yang menuai kontroversi di masyarakat.
Salah satu ucapan mantan perwira TNI Angkatan Darat tersebut adalah prediksi Indonesia bubar pada tahun 2030. Sontak saja pernyataan tersebut pun mengundang beragam reaksi pro dan kontra.
Prabowo kembali menyebutkan ucapan kontroversi lainnya Saat ke Jawa Barat, Jum’at 30 Maret 2018. Ia menilai bahwa maraknya kecelakaan infrastruktur yang kerap terjadi diakibatkan oleh banyaknya uang rakyat yang dicuri oleh negara.
Ia mengatakan Di seluruh dunia ada korupsi mark-up yaitu penggelembungan dana, Proyek nilainya Rp200 juta dilaporkan nilainya Rp500 juta.
Sedangkan di Sumatra Utara 38 anggota DPRD periode 2009-2014 dan 2014-2019 ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa "Sudah banyak contoh, harusnya itu jadi pelajaran berharga bagi semuanya untuk hati-hati. Tapi masih saja ada yang bermain. (Sumber: OKEZONE NEWS)
Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Wali Kota Malang Moch Anton, Selasa (27/3/2018). Selain wali kota, dua anggota DPRD Kota Malang juga ditahan. Ketiganya merupakan tersangka dari pengembangan perkara dugaan suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang tahun anggaran 2015.
Banyaknya kasus korupsi yang ada saat ini adalah buah dari diterapkannya sistem Kapitalis-Sekuler ditengah-tengah masyarakat. Sestem tersebut telah memisahkan agama dari kehidupan manusia secara umum, dan lebih khusus kepada kaum muslimin.
Bagaimana tidak, banyaknya para koruptor yang beridentitas sebagai muslim tidak luput dari kasus pidana korupsi dan gratifikasi. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya kasus korupsi dari tahun ke tahun.
Catatan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menunjukkan jumlah penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi selama 2017 lebih banyak dibandingkan data 2016 lalu.
Rekapitulasi tindak pidana per 31 Desember 2017, di tahun 2017 KPK melakukan penanganan tindak pidana korupsi dengan rincian: penyelidikan 123 perkara, penyidikan 121 perkara, penuntutan 103 perkara, inkracht 84 perkara, dan eksekusi 83 perkara.
Dan total penanganan perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2004-2017 adalah penyelidikan 971 perkara, penyidikan 688 perkara, penuntutan 568 perkara, inkracht 472 perkara, dan eksekusi 497 perkara.
Catatan akhir tahun 2017 yang dirilis KPK menyimpulkan kasus suap tetap mendominasi perkara korupsi yang ditangani lembaga ini. Tercatat, ada 93 perkara suap yang ditangani KPK di 2017. Jumlah ini meningkat dari 79 kasus pada 2016.
KPK juga mencatat, selama 2017, pelaku korupsi terbanyak berasal dari pejabat birokrasi pemerintahan pusat dan daerah. Tercatat ada 43 perkara korupsi yang melibatkan pejabat eselon 1 hingga 4. Selanjutnya pelaku dari swasta terlibat di 27 perkara.
Di peringkat ketiga, para anggota DPR dan DPRD tersangkut di 20 perkara. Sementara 12 perkara lain menyangkut kepala daerah.
Dari ratusan perkara, sekitar 19 perkara merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT), yang selama 2017, meringkus 72 tersangka dari beragam kalangan, mulai penegak hukum, anggota legislatif hingga kepala daerah.
Selama manusia dipimpin oleh sistem Kapitalisme/Sekulerisme maka wajar kita akan terus menyaksikan dan mendengar kasus korupsi meningkat.
Karena begitulah tabiat sistem buatan manusia ini. Ia tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sistem Kapitalis hanya bersandar pada asas manfaat. Selama ada banyak manfaatnya maka akan terus diperjuangkan walaupun harus mengeluarkan dana tidak sedikit.
Berbeda dengan sistem yang diturunkan oleh sang pencipta manusia yaitu Allah SWT. Islam, selain mengatur hubungan dirinya dengan sang pencipta, ia juga mengatur hubungan manusia dengan manusia.
Islam mempunyai pandangan dasar dan cara yang syar’i untuk meminimalisir kasus korupsi dan gratifikasi. Islam memiliki pandangan apakah itu halal atau haram, sekalipun keharaman itu mendatangkan manfaat baginya, maka wajib ditinggalkan.
Pemahaman mendasar bahwa jabatan adalah amanah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya, dimana pemimpin bukan hanya memimpin tetapi ia juga sebagai pengayom bagi masyarakat yang dipimpinnya.
ia memahami konsekuensi akibat kesalahan yang nanti ia lakukan, sehingga mendorong manusia untuk tidak mengejar-ngejar kekuasaan.
Islam juga punya cara penerapan hukum yang tegas bagi pelaku kejahatan hingga berefek jera, dan tentu hukum itu bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.[MO/sr]