Oleh : Nuril Izzati
(Pemerhati Dunia Islam, Anggota Komunitas Revowriter)
Mediaoposisi.com- Jumlah pasien yang terus bertambah. Obat-obatan kadaluarsa yang mau tak mau harus tetap digunakan. Alat-alat medis yang rusak dan tak bisa dioperasikan. Suara dentuman bom yang tak berkesudahan. Dan jerit tangis dari korban-korban yang kesakitan juga keluarga korban yang baru ditinggalkan.
Benar-benar suasana yang mencekam dan mengerikan. Ditambah kesulitan air dan listrik akibat bom-bom yang dijatuhkan.
Tak terbayang bagaimana mereka, para dokter, harus tetap berpikir jernih, cepat dan tepat dalam mendiagnosa setiap penyakit yang diderita para korban dalam suasana yang sangat mengkhawatirkan.
Entah apa yang dirasakan oleh kedua kakinya, yang mondar-mandir memeriksa puluhan pasien setiap harinya. Belum selesai diagnosa, sudah datang pasien baru berikutnya. Tercatat sudah lebih dari 4000an korban luka hanya dalam 21 hari penyerangan.
Entah bagaimana kondisi matanya, yang pasti menahan kantuk karena lama tak terpejam demi berikan pengobatan pada korban-korban yang berjatuhan.
Entah bagaimana kondisi perutnya, yang menahan lapar karena tak sempat makan demi menolong korban-korban yang terus berdatangan.
Entah bagaimana perasaan jiwanya, saat harus memberikan obat-obatan kadaluarsa, yang dia sangat paham efek samping yang akan ditimbulkannya.
Entah bagaimana rasa kesal di dadanya, saat mendapati alat-alat medis yang sangat diperlukan, rusak dan hancur tanpa bisa berbuat apa-apa.
Entah bagaimana keadaan psikologinya saat harus menghadapi satu per satu nyawa melayang ditangannya. Bukan karena tak becus dalam bekerja, tapi karena memang kondisi yang memaksanya agar tak bisa berbuat apa-apa.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk menolong saudara kita, dokter-dokter di Ghouta Timur sana?
Pastinya tak cukup hanya sekedar do'a dan bantuan logistik ala kadarnya. Dokter-dokter di Ghouta sana butuh sesuatu yang bukan hanya mampu digunakan untuk mengobati pasien-pasiennya, tapi mereka lebih membutuhkan sesuatu yang dapat menghentikan kebrutalan "si pembantai" supaya tidak ada lagi korban yang berjatuhan.
Ibarat anak kita yang sedang dipukuli dan dianiaya oleh sekelompok orang hingga tubuhnya dipenuhi luka. Pastinya anak kita sangat membutuhkan bantuan obat-obatan dan sejenisnya. Tapi tahukah kita? Bahwa anak kita lebih membutuhkan seseorang yang bisa menghentikan pukulan-pukulan dari orang-orang yang memukulinya.
Karena bagaimana mungkin kita mengobati luka-luka yang ada ditubuh anak kita, terus dan terus, tapi membiarkan orang-orang yang memukulinya tetap leluasa melakukan tindakan brutalnya? Benarkan?
Lalu bagaimana cara menghentikan "orang-orang" yang melakukan pembantaian di Ghouta sana?
Yang bisa kita lakukan adalah menyeru penguasa-penguasa di negeri-negeri muslim yang ada, untuk mengerahkan segala upaya, baik mengirim bala tentara maupun alat-alat tempur yang dimilikinya. Karena hanya para penguasa yang memiliki kekuasaan untuk melakukan itu semua.
Laku kenapa harus mengerahkan tentara? Bukankah masih ada PBB yang memiliki kuasa untuk mewujudkan perdamaian dunia?
Bukankah PBB bisa melakukan perundingan-perundingan untuk menghentikan kekejaman di "neraka dunia"?
Salah. Salah besar bila kita umat muslim masih berharap pada PBB dan perundingan-perundingan yang dibuatnya.
Bukankah sudah banyak bukti yang disodorkan di depan mata? Belum hilang dari ingatan, betapa banyak perundingan yang telah dibuat untuk selesaikan masalah Israel dan Palestina. Tapi hasilnya? Seperti yang bisa kita lihat di dalam peta, luas negara Palestina kini hanya tinggal seujung saja. Dan Presiden Trump malah mengukuhkan Yerusalem sebagai ibu kota bagi Israel sang pencaplok Palestina.
Bukan hanya itu, PBB pun tak bisa berbuat apa-apa saat melihat Amerika membombardir saudara-saudara kita di Irak sana. Mereka diam seribu bahasa bila muslim yang jadi korbannya.
Juga saat banyak muslim disembelih bagai binatang di Rohingya, tak ada yang mampu PBB lakukan untuk menghentikan kekejamannya.
Sebenarnya tidak mengherankan, karena memang PBB lahir dari tangan-tangan musuh Islam yang saling bekerjasama. Mereka mencoba mengatakan pada dunia, bahwa PBB dibentuk untuk menjaga ketertiban dunia. Padahal faktanya? Hanya omong kosong belaka.
Oleh sebab itu, tidak ada gunanya umat muslim berharap pada PBB dan perundingan-perundingan yang dibuatnya. Karena kita umat muslim punya cara tersendiri untuk menyelesaikan setiap masalah yang mendera. Cara yang di jamin keberhasilannya oleh Sang Pencipta. Karena Sang Pencipta sendiri yang telah menjanjikannya. Bagaimana caranya?
Yaitu dengan mengembalikan Islam pada posisinya sebagai pengatur seluruh urusan manusia. Bukan hanya dalam hal ibadah mahdhoh saja, tapi juga dalam segala aspek kehidupan, politik, sosial, ekonomi, keamanan, dan yang lainnya.
Kalau sekarang kondisi itu belum terlaksana, berarti menjadi tugas kita bersama untuk terus mendakwahkannya. Agar Islam bisa diterapkan di setiap aspek kehidupan, mulai dari keluarga, masyarakat hingga negara.
Supaya umat muslim punya kuasa untuk mengerahkan segenap usaha untuk membantu bukan hanya dokter yang ada di Ghouta tapi juga umat muslim seluruhnya. Juga supaya tidak ada lagi penindasan dan akhirnya Islam bisa dirasakan rahmatnya untuk sekalian alam. [MO/br]