Revolusi| Mediaoposisi.com- Pasti semua tidak asing dengan istilah demokrasi. Istilah yang sering diartikan sebagai paham dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Apakah benar demikian?
Sering sekali orang itu menganggap bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang ideal. Sangat menjunjung tinggi rakyatnya.
Dari segi peraturan, yang membuat kalangan rakyat yang terpilih untuk menduduki kursi pemerintahan.
Apakah tidak boleh rakyat yang terpilih itu membuat suatu peraturan? Kembali lagi pada identitas manusia. Rakyat itu manusia, dan manusia itu lemah dan terbatas. Begitupun peraturan yang dibuat olehnya, pasti ada kekurangannya, ditambah lagi dengan kondisi saat ini yang memprihatinkan. Peraturan yang dibuat pun tidak karuan dan semakin nyleneh.
Baca Juga : Lip Service Pemimpin Wong Cilik
Di balik makna demokrasi yang terlihat semua yang diutamakan adalah rakyat, ada sesuatu yang mengganjal. Demokrasi yang selama ini diagung-agungkan tidaklah sesempurna yang diucapkan orang-orang, justru kebaikan dari demokrasi ternyata hanyalah covernya saja.
Cover demokrasi dikemas bagus sekali, tetapi sebenarnya demokrasi ini merusak pemikiran hingga menjalar pada perilaku manusianya. Sehingga, manusia di dalam sistem demokrasi rusak pemikirannya juga rusak moralnya, kecuali bagi orang yang beriman dan patuh terhadap aturan Sang Pencipta.
Demokrasi ternyata menyimpan sejuta kerusakan. Demokrasi itu sangat menjunjung tinggi kebebasan. Tetapi, kebebasan yang di lontarkan oleh demokrasi ternyata menimbulkan kerusakan yang berkepanjangan. Penista agama di mana-mana, entah bagaimana kabar proses hukumnya sekarang. Itukah demokrasi?
Melindungi rakyat, tapi rakyat yang punya kekuasaan. Kebebasan yang menonjol dari demokrasi justru malah membuat moral manusia lebih hina dari binatang. Kebebasan berpolitik yang berujung pada politik uang sehingga yang beruang itulah yang diutamakan, tidak peduli nasib rakyat dan bangsanya.
Kebebasan memilih dan dipilih, dalam hal ini berkaitan dengan pemilu, dalam pemilu bebas menentukan pilihannya, tak peduli bagaimana akhlaq dan perilakunya.
Tak peduli nanti dalam mengemban amanahnya. Tak sedikit yang mengeluarkan uang demi kemenangan. Itulah demokrasi, cerminannya sangat buruk sekali. Banyak lagi selain itu, demokrasi juga melahirkan generasi yang jauh dari nilai-nilai agama.
Miras beredar di mana-mana, merusak generasi hingga nyawa melayang. Generasi yang identik dengan pemdua dan pemuda itu pembawa perubahan, pemimpin masa depan.
Berbagai kebijakan dibuat untuk menangani masalah ini. tapi kenyataannya tetap saja miras masih banyak yang beredar di negeri ini.
Tidak hanya itu, saking demokrasinya negeri ini, sampai-sampai membuat kebijakan sendiri terkait permudahan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia, inilah yang menyebabkan mundurnya negeri ini.
Bukannya anak bangsa sendiri yang diberi lapangan pekerjaan, tapi anak bangsa lain yang diunggul-unggulkan. TKA gajinya tinggi, tetapi pekerja pribumi digaji rendah, seolah-olah pekerja pribumi ini rendahan di mata penguasa, gajinya pun tak cukup untuk biaya kehidupan. Kalau sudah seperti ini masih mau bertahan dengan demokrasi?
Kerusakan demi kerusakan sudah terlihat jelas. Karena besarnya kerusakan yang disebabkan oleh demokrasi, mau ditutupi seperti apapun tidak bisa, yang bisa hanya dengan digantinya demokrasi ini dengan sistem yang lebih baik lagi.
Jalan satu-satunya adalah kembali kepada aturan dari Sang Pencipta, menerapkan Islam secara keseluruhan di segala aspek kehidupan.
Rakyat sejahtera, bukan hanya muslim tapi juga non muslim akan mendapatkan kesejahteraan dan keadilan dalam sistem Islam.
“Bukankah Allah adalah sebaik-baik pemberi ketetapan hukum?” (QS. At-Tiin: 8)
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Ma’idah: 50).[MO/ws]