Revolusi| Mediaoposisi.com- Kembali publik digegerkan dengan tingkah polah penguasa negeri, prestasi yang ditorehkan kian mengiris hati. Pasalnya prestasi kali ini sungguh sangat luar biasa, di awal tahun 2018 atau disebut tri wulan pertama tahun ini KPK sudah menetapkan 10 kepala daerah yang menjadi tersangka karena tersandung korupsi.
Berdasarkan data dari detik.com 6 kepala daerah tersebut terkena OTT (Opersi Tangkap Tangan) yang di lakukan KPK. Sementara itu, empat kepala daerah lain menjadi tersangka kasus korupsi karena hasil pengembangan kasus sebelumnya. Kebanyakan kepala daerah tersebut terjerat kasus penyuapan. Detik.com 14/04/2018
Baca Juga : Agama Diabaikan, Korupsi Merajalela
Biang Keladi Korupsi
Sudah menjadi rahasia umum, untuk bisa menduduki jabatan empuk kekuasaan dilegislatif maupun eksekutif seperti kepala daerah di negeri ini, yang menerapkan sistem demokrasi, membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Biaya kampanye yang besar dengan segala pernak pernik nya, pendaftaran ke KPU, dan mahar yang harus diberikan kepada partai yang manjadi kendaraanyapun sangat besar belum lagi membayar untuk yang menjadi saksi dipungutan suara yang dipatok dengan harga fantastis.
Tak ayal hal ini menjadi masalah tersendiri bagi orang yang memiliki ambisi dengan kekuasaan. Kadang semua cara dihalalkan asal tujuan tercapai. Bagi yang punya harta banyak atau pengusaha mereka dengan mudah bisa mendapatkan pendanaan untuk membiayai kebutuhannya.
Bagi yang tidak memiliki modal biasanya mereka menggandeng pebisnis sebagai donaturnya.
Tentu semua itu dilakukan bukan tanpa perhitungan. Bagi yang mengeluarkan modal sendiri tentu dengan perhitungan untung rugi, bagaimana cara mendapatkan modal kembali disertai keuntungannya yang berlipat ganda.
Yang mendapatkan suntikan dana dari donaturpun tentu punya beban tersendiri, bagaimana caranya supaya tidak mengecewakan pemodal, sekaligus bisa mengembalikan modal plus keuntungan ditambah balas jasa.
Dengan semua beban yang dihadapi itu membuat para penguasa gelap mata, ketika menjabat bukan lagi urusan rakyat yang menjadi prioritas utama, tapi memalak untuk mengembalikan modal beserta keuntunganya. Bahkan mereka mengambil uang rakyat dengan cara mengada - ngada program, terima suap atau melipat langsung uang rakyat.
Korupsi sudah menjadi hal yang wajar ditengah para penguasa Indonesia, dari tahun ke tahun jumlah pejabat korupsi terus meningkat seolah begitu sulit diatasi. Bagaikan memutus lingkaran setan seperti itulah sulitnya memberantas korupsi disistem demokrasi.
Dimana korupsi sudah terjadi secara sistemik, saling menyandra kepentingan untuk menguatkan eksistensinya. Sekan semua lini terlibat. Hanya tinggal menunggu giliran, kemana arah penguasa berpihak, disitulah korupsi aman. Tapi jika pelakunya dianggap tidak memberikan energi positif bagi rezim, maka mudahlah untuk menjebloskannya.
Baca Juga : Indonesia Dalam Kubangan Korupsi
Demokrasi Surga Koruptor
Begitulah demokrasi dalam semua lininya ada celah untuk terjadi korupsi. Biaya pencalonan mahal jadi alasan korupsi, gaji kecil gaya hidup tinggi lagi - lagi korupsi. Jabatan tinggi, kekuasaan punya, iman kurang korupsi juga. memiliki kedudukan kurang kontrol korupsi juga.
Dalam demokrasi, semua bagian, semua bidang bisa menjadi proyek untuk dijadikan lahan korupsi. Karena dalam sistem demokrasi kerusakan itu dari asasnya, dari akarnya. Sehingga buah yang dihasilkannyapun buah yang busuk, buah yang pahit, buah yang tidak ada kebaikan padanya.
Sistem demokrasi yang rusak telah terbukti merusak, sebaik apapun individu yang masuk dalam lingkaran kekuasan maka dia akan terus gerus sistem. Tidak sedikit kepala daerah yang terciduk korupsi yang berasal dari partai Islam.
Penjagaan Islam
Dalam sistem Islam kepala daerah diangkat langsung oleh Khalifah. Mereka yang diangkat adalah orang yang harus memenuhi syarat sebagai pemimpin. Yaitu, Muslim, laki - laki, baligh, berakal, Merdeka, adil dan memiliki kemampuan (kelayakan dan kecakapan ) yang memiliki ilmu dan dikenal ketaqwaannya.
Baca Juga : Urgensi Ketegasan HukumSeperti yang dipesankan oleh Rasululloh ketika mengangkat wali, pilihlah dari golongan orang - orang yang bisa mengairi hati rakyatnya dengan keimanan dan keagungan.
Sebagaimana sabdanya:
"Rasululloh saw. itu, jika mengangkat seorang amir pasukan atau detasemen, senantiasa berpesan, khususnya kepada mereka agar bertaqwa kepada Allah dan kepada kaum muslimin yang ikut bersamanya agar berbuat baik". (HR. Muslim)
Dalam hal ini bisa ditarik kesimpulan sebagai tindakan prepentif dalam menangkal mewabahnya korupsi, sistem Islam punya cara. Yaitu, Pertama Kepala Daerah diangkat langsung oleh Khalifah, hal ini meminimalis, obesesi korupsi.
Karena untuk menjadi Kepala Daerah tidak harus mengeluarkan biaya besar. Tidak perlu berfikir balik modal, dan balas jasa. Demokrasi mahal sehingga melahirkan penguasa - penguasa bermental pebisnis dalm memperlakukan rakyatnya.
Kedua, syarat kecakapan dalam mengurus rakyat dan pesan yang disampaikan Rasulullah bahwasanya memilih pemimpin dari ketaqwaan dan keimanan ini akan menjadi benteng pribadi dalam menjalankan kepemimpinannya.
Keimanannya akan menjadi penghalang baginya untuk melakukan perbuatan - perbuatan tercela seperti korupsi.
Ketiga adalah kontrol atau pengawasan yang dilakukan Khalifah, bahkan menjadi bagian dari kewajiban Khalifah untuk senantiasa mengawasi para kepala daerahnya atau walinya. Sebagimana yang dilakukan oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab yang senantiasa melakukan pengawasan dan audit kepada para walinya.[MO/sr]