Ilustrasi |
Oleh: Nasrudin Joha
Mediaoposisi.com-Proposal penundaan kasus Tipikor yang diajukan Kemenpolhukam segera di tangkap jaksa Agung. Jaksa agung menyebut sependapat usulan Wiranto untuk menunda kasus korupsi sampai gelaran Pilkada usai, bahkan memastikan pula Kapolri akan setuju.
KPK muntab, tentu saja tidak mau tugas penegakan hukum di intervensi oleh proses politik. KPK membantah menyetujui proposal ini.
Perludem protes keras, sementara Joko Edi Abdurahman meneriakan mantra-mantra lama "biarpun langit akan runtuh, hukum harus ditegakkan". Nasrudin Joha tidak terima, proposal kemenpolhukam disebut "Kebijakan Ngaco".
Tapi kali ini, Nasrudin Joha menganulir (menasakh) Qoul Qadimnya (pendapat terdahulu). Kali ini, Nasrudin Joha mengeluarkan fatwa baru, Qoul Jadid.
Bahwa setelah menimbang dan memperhatikan pentingnya menjaga harmoni dan agar para kontestan politik di Pilkada tidak saling sikut, sesama supir tidak saling mendahului, kiranya dapat dibenarkan proses Tipikor Cakada untuk ditunda terlebih dahulu.
Status tersangka KPK -ketika diumumkan pada saat Pilkada- akan membuat gegap gempita seantero negeri, akan membuat gaduh dunia Persilatan politik, akan terjadi turbulensi politik. Calon yang ditetapkan Tersangka, bisa saja langsung bermanuver membongkar aib Calon lawan -yang selama ini didiamkan- karena komitmen "sesama sopir angkot dilarang saling mendahului".
Jika pengumuman itu diumumkan, sama saja ada sopir angkot yang mengakses KPK untuk menginjak pedal gas penyelidikan, agar segera menjadi penyidikan dan pengumuman Tersangka Rival Poitik adalah cara paling praktis untuk mengalahkan lawan, ketimbang berbusa-busa mengeluarkan ujaran hoax politik (kampanye politik).
KPK juga lenjeh. Kenes. Menel. Harusnya Tersangka kalau mau diumumkan ya diumumkan saja, berdasarkan dua alat bukti yang cukup, tidak perlu bikin WARNING yang membuat semua Cakada kepalanya pening. Ini KPK mau menegakan hukum atau mau menjadi lembaga entertaintment ? Memang ada prosedur KUHAP atau spesifik di UU Tipikor KPK, jika rencana penetapan Tersangka diumumkan dulu kepada publik ? Apalagi menjelang Pilkada ?
Memang ini negeri sudah amburadul semua. Ya sudah, kalau mau rusak-rusak sekalian saja semua, rusak-rusak kabeh, bubar bubar kabeh.
Segera saja semua proses Pilkada dilakukan, semua proses pidana Tipikor ditunda, sampai proses Pilkada tuntas.
Biarkan saja semua rakyat ikut mencoblos kucing dalam karung dan ikut sayembara iseng-iseng berhadiah. Hadiah utama, jika pemilih beruntung akan mendapati calonnya sebagai Tersangka KPK (baca: Koruptor).
Jadi, publik tidak akan merasa cemas atau berharap kejutan dari hasil pemilihan. Yang ditunggu publik justru setelah pemilihan. Apakah calonnya yang dipilih, baik terpilih atau kalah, kemudian akan ditetapkan Tersangka oleh KPK.
Para Cakada juga akan ngeri-ngeri sedap dua kali. Pertama, harap cemas atas hasil Pilkada (menang atau kalah). Kedua, harap cemas setelah Pilkada (jadi tersangka KPK atau tidak).
Coba mikir ! Mikir lagi ! Iya mikir, jangan cuma baca ! Sudah menang Pilkada, tiba-tiba ditetapkan tersangka oleh KPK ? Sudah-lah kalah dalam Pilkada, tetapi masih juga ditetapkan tersangka oleh KPK ?
Terus rakyat kudu kepiye ? Piye jal?
Siapa yang ahli politik, ahli hukum, ahli tata negara, ahli ahli ahli, bantuin mikir dong ?
Al hasil, ya sudah. Rusak sekalian, bubrah sekalian, ayo kita dukung sayembara iseng-iseng Pilkada berhadiah koruptor. [MO].