Ilustrasi |
Oleh: Siti Rahmah
Mediaoposisi.com- Hari perempuan International yang di peringati serempak pada tanggal 8 maret menjadi ajang unjuk diri bagi kaum feminisme dalam mengkapanyekan ide - ide nya. Ide kesetaraan gender yang senantiasa di usung oleh penggiat feminis ini nampak makin masif di kampanyekan. Beberapa isu mereka angkat, diantaranya hak politik perempuan di parlemen dengan kuota 30% menjadi harapan akan membawa perubahan bagi kehidupan perempuan.
Mereka beranggapan terampasnya hak - hak perempuan, perempuan juga kerap mendapatkan KDRT, pelecehan terhadap perempuan, tidak sejahteranya perempuam dan sekelumit masalah lainnya itu diakibatkan lemahnya perlindungan yang di berikan negara.
Sehingga mereka menyuarakan untuk mendapatkan porsi yang besar di ranah pemerintahan dan kekuasaan agar apa yang mereka harapkan menjadi kenyataan. Semakin banyak wanita yang menduduki peran strategis di pemerintahan semakin besar pembelaan terhadap kasus - kasus yang menimpa perempuan, begitulah kiranya anggapan mereka.
Namun jauh api dari panggang alih - alih menyelesaikan masalah ketertindasan kaum perempuan, justru apa yang mereka angankan jauh dari kenyataan, faktanya banyaknya wanita yang terjun di ranah politik pragmatis ntah itu di parlemen, anggota DPR atau sebagai Gubernur dan Wali kota juga pimpinan partai, tidak mampu merubah apapun dan tidak terkorelasi dengan permasalahan perempuan.
Tiap tahun angka pelecehan seksual terhadapa perempuan terus meningkat, sampai tahun 2017 1 dari 3 perempuan mengalami pelecehan seksual, kompas.com. Hal ini memberikan indikasi bahwa akar dari masalah perempuan bukan terletak dari lemahnya suara perempuan di parlemen.
Lemahnya perlindungan terhadap perempuan juga bukan karena sempitnya ruang gerak perempuan di ranah publik, buktinya para perempuan saat ini sudah sangat mendominasi di beberapa tempat kerja. Sehingga nyata apa yang di perjuangkan kaum feminis dalam mengaruskan kesamaan peran antara laki - laki dan perempuan justru menjadi pangkal dari semua malapetaka yang melanda perempuan.
Tergerusnya perempuan berkecimpung di ranah publik dengan segala kebebasan yang tanpa batasan menjadikan perempuan lupa akan fitrah hakiki nya.
Kembalilah Pada Fitrahmu
Bu,..Fitrahmu sebagai perempuan bukan di jalanan bukan pula di bertarung dalam bursa lapangan pekerjaan. Fitrahmu yang akan menghantarkanmu menuju kemulian, bukan lagi memanusiakan, karena hakikatnya kaum perempuan adalah manusia.
Berbagai kemualian telah di sandangkan pada perempuan ketika dia menjadi anak ia akan menjadi pengahalang bagi kedua orang tuanya dari api neraka. Rasululloh bersabda:
" Barangsiapa yang memiliki tiga anak perempuan lalu ia bersabar atas mereka, dan memberi makan mereka, memberi minum, sera memberi pakaian kepada mereka dari kecukupannya maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka pada hari kiamat." (HR. Ibnu Majah)
Ketika perempuan menjadi seorang Istri maka diapun mampu menggapai kemualiannya seperti gambaran yang di sampaikan oleh baginda nabi dalam sabdanya. Rasululloh bersabda:
"Apabila seorang istri mengerjakan shoaat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan taat pada suaminya niscaya ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki".
Kedudukannya sebagai seorang ibu, tentu ini juga kedudukan mulia bagi perempuan, bahkan tidak ada ajaran agama manapun selain Islam yang begitu meninggikan posisi ibu. Dalam sebuah hadits Rasul yang mulia bersabda:
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Inilah kemulian yang Islam gambarkan bagi perempuan yang mampu berjalan sesuai dengan fitrahnya yaitu sebagai anak berbakti kepada orangtua, sebagai istri taat pada suaminya dan sebagai ibu. Dengan segenap fungsi yang diembannya itulah perempuan mampu menggapai kemulian.
Lebih spesifiknya peran perempuan dalam keluarga yaitu sebagai ummun warabbatul bait memiliki pengaruh begitu besar dalam penghantarkan peradaban menuju kemuliaan.
Peran Strategis Perempuan
Perempuan memang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menyokong lahirnya perubahan dan peran yang strategis dalam mewujudkan perubahan hakiki menuju kegemilangan peradaban. Hanya saja peran strategis itu bukan dengan menceburkan diri dalam politik pragmatis yang jelas - jelas tidak berdampak akan lahirnya perubahan yang di idamkan. Peran strategis itu bisa di tempuh dengan dua cara yang ditak melawan kodratnya dan mengikis fitrahnya.
Pertama: Peran domestik sebagai ummun warabbatul bait, batapa tidak peran ini sangat besar pengaruhnya. Seorang ibu yang memiliki kesadaran tinggi dalam mendidik generasi ia akan bersungguh - sungguh mempersiapkannya. Dia akan mencurahkan segenap potensinya dalam proses pembentukan karakter anak, menempanya dengan berbagai pengetahuan sehingga terlahirlah darinya generasi tangguh, generasi emas, generasi yang akan mengawal lahirnya perubahan.
Kedua; Peran di ranah publik, hanya saja terjunnya perempuan ke ranah publik bukan untuk bersaing dengan laki - laki dalam berebut lahan pekerjaan dan bukan pula untuk unjuk kemampuan. Tapi terjunnya kaum perempuan keranah publik tiada lain untuk melakukan penyadaran di tengah - tengah ummat, melakukan pembinaan di masyarakat, mewarnai masyarakat dengan corak Islam dan menjadi motor pendorong pergerakan masyarakat untuk meninggalkan semua kerusakan dan melakukan perbaikan di tengah - tengah maysrakat.
Sehingga keberadaan mereka di tengah masyarakat memberikan kontribusi nyata dan langsung bisa di rasakan.
Inilah hakikatnya peran strategis yang bisa dimainkan oleh perempuan tanpa menyalahi fitrahnya, dan tentu saja sejalan dengan syariatnya. Peran ini lah yang akan mengahantarkan terwujudnya perubahan menuju peradaban yang gemilang.[MO]