Ahmad Rizal (Dir. Indonesia Justice Monitor)
Masyarakat mungkin tidak pernah membayangkan berbagai kebijakan Pemerintah yang merugikan rakyat-seperti: kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL); penambahan utang dan investasi; gagal melindungi pasar Indonesia dari invasi global, Gagal mengendalikan gejolak harga kebutuhan pokok yang tidak menentu yang merugikan konsumen, Kenaikan harga harga atau Inflasi sangat tinggi tidak sebanding dengan kenaikan upah dan pendapatan yang diterima oleh sebagian besar masyarakat; dll.
Saat-saat menjelang Pemilu yang mereka kampanyekan di hadapan rakyat justru semuanya manis, tak ada sedikit pun yang pahit. Faktanya, setelah mereka berkuasa, justru kebijakan-kebijakan yang semacam ini-yang nyata-nyata kontra dengan kepentingan rakyat-yang banyak mereka lahirkan. Jelas sudah, perilaku politik inkonsistensi para penguasa dan wakil rakyat saat ini.
Diakui atau tidak, munculnya para penguasa dan wakil rakyat yang kerap berdusta dan mengkhianati rakyat adalah buah dari sistem demokrasi. Demokrasi hanya membajak suara mayoritas rakyat untuk kepentingan segelintir orang yang haus kekuasaan dan rakus kekayaan. Setelah kekuasaan dan kekayaan didapatkan, rakyat pun segera dilupakan. Klaim bahwa demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ternyata tidak terbukti. Faktanya, penguasa dan wakil rakyat terpilih sering mengeluarkan berbagai kebijakan yang menyesengsarakan rakyat.
Para pemimpin yang demikian boleh jadi mulutnya manis menebar pesona ketika berbicara di depan rakyatnya. Namun, hati dan kelakuan mereka busuk-sebusuknya laksana bangkai. Mereka sesungguhnya tidak lain adalah para pencuri harta rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang sesudahku para penguasa yang memerintah kalian. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijak. Namun, setelah turun dari mimbar, mereka melakukan tipudaya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai.” (HR ath-Thabrani).
Apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. sekian abad yang lalu, kenyataannya banyak kita lihat di negeri ini. Kita bisa menyaksikan hal itu di jajaran eksekutif maupun legislatif pada semua tingkatan. Betapa banyak di antara pemimpin itu yang ramai-ramai mempertontonkan egoisme secara telanjang. Mulut mereka manis saat merayu rakyat agar dipilih sebagai pemimpin. Begitu berkuasa, tampaklah “belang” mereka. Mereka lebih mementingkan kepentingan diri sendiri, yaitu berusaha mempertahankan kekuasaan dan menumpuk-numpuk kekayaan. Adapun rakyat hanya digunakan sebagai ‘komoditi’ untuk mengejar dan mempertahankan jabatan.
from Pojok Aktivis