-->

“PEMAKSAAN” ATRIBUT NATAL PERBUATAN MELANGGAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


Terkait dugaan adanya “pemaksaan” pemakaian atribut natal, saya akan memberikan catatan hukum sebagai berikut;

1. Setiap orang harus menghormati keyakinan dasar (aqidah) seseorang dalam beragama

2. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki hak beragama. Hak beragama adalah salah satu hak dasar manusia yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun, demikian antara lain yang dikatakan dalam konsiderans Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”). 

3. Negara Republik Indonesia menjamin kebebasan beragama setiap orang dan hak setiap orang untuk beribadah sesuai dengan agamanya. Hal ini tercermin dari beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan.

4.Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

5.Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

6.Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”). “Hak. untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”

7.Pasal 22 UU HAM “(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

8. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, maka pemilik perusahaan atau unsur pimpinan perusahaan tidak boleh menganjurkan atau memerintahkan atau menyeru atau memaksa pemeluk agama lain untuk menggunakan atribut natal dengan alasan apun.

9. Setiap agama memiliki ajaran atau pedoman atau hukum yang mengikat kepada pemeluknya. Bahkan dalam agama Islam sudah jelas dilarang menggunakan atribut natal atau atribut agama apapun diluar keyakinan.

10. Oleh karena itu keyakinan setiap orang termasuk dalam hal ini karyawan perusahaan atau instansi tertentu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

11. Jika itu terjadi pada Anda, yang harus Anda lakukan adalah laporkan kepada pihak berwajib dan pihak dinas ketenagakerjaan bahwa perusahaan telah melakukan pelanggaran hukum.

12. laporkan juga kepada Majelis Ulama Indonesia Daerah atau Ormas keagamaan.

13. Toleransi beragama bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. 

14. Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. 

15. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya.

Demikian tanggapan saya.

Chandra Purna Irawan.,MH.
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia)

[IJM]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close