Oleh: Rahman Sabon Nama
Mencermati situasi terakhir di timur tengah, paska sidang darurat PBB sepertinya tidak memberikan kepastian hukum diwilayah Palestina.
Resolusi DK PBB tidak dipatuhi oleh Amerika Serikat dan Israel,malahan Israel semakin brutal melakukan agresi bersenjata atas pendudukan wilayah Palestina di Yerusalem dengan membantai secara kejam anak2 dan wanita Palestina. Membuat situasi politik dan keamanan 22 negara di kawasan Timur Tengah dan antara Israel-palestina semakin tidak menentu.
Hal demikian harusnya menjadi perhatian PBB,tetapi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) lebih sering menimbulkan kerusakan dari pada menciptakan keamanan dan ketertiban dunia.
Kini wibawa lembaga keamanan dunia itu diuji terkait rongrongan provokasi Israel dan Amerika menentang putusan Sidang Darurat Dewan Keamanan PBB (21/12-2017) yang lalu.
Padahal jelas bahwa putusan sidang Darurat PBB memperkuat Resolusi 298 tahun 1971 dan Resolusi 465 tahun 1980 untuk menghentikan dan membongkar pembangunan pemukiman Yahudi di Yerusalem serta melarang semua tindakan yang dilakukan Israel dan Amerika saat ini untuk mengubah status Yerusalem adalah Ilegal.
Apabila Sekjen PBB tidak tegas mengamankan putusan Sidang Darurat DK PBB, Kamis (21/12-2017) dengan mayoritas 128 negara dari 193 anggota yang menentang Amerika Serikat (AS) mengenai pengakuan sepihak status Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Pengukuhan penetapan resolusi terkait Yerusalem itu semestinya harus dilaksanakan dan tidak boleh lagi ada kegiatan terulang terkait pengakuan ibukota Yerusalem oleh Israel dan Amerika paska Sidang Darurat Dewan Keamanan DK PBB ,Kamis lalu. Apabila PBB tidak punya keberanian dengan membiarkan Amerika dan Israel terus mengkangkangi untuk tidak melaksanakan putusannya,maka kredibilitas PBB terancam ambruk.
Ancaman AS dan Israel terus berlangsung merundung kegelisahan umat Islam Indonesia dan umat Islam dunia apabila Sekjen PBB Antonio Guterres tidak tegas membiarkan AS dan Menlu Israel Tzipi Hotovely terus memprovokasi dan mempengaruhi negara kecil untuk menentang resolusi Sidang Darurat Dewan Keamanan PBB menolak klaim sepihak AS dan Israel terkait Yerusalem.
Jaminan kepastian hukum internasional oleh DK PBB, seharusnya dipatuhi dan dilaksanakan bersama oleh semua negara anggota.
Oleh karenanya ,Sekjen PBB Guterres harus menegur memberi peringatan keras, tidak membiarkan Amerika dan Israel terus melakukan diplomasi ilegal mempengaruhi negara kecil agar menentang resolusi PBB untuk memindahkan kantor kedutaannya ke Yerusalem. Sudah sepantasnya pemberian sangsi ekonomi atau ancaman semacam pembekuan sementara keanggotaan di PBB apabila kedua negara itu masih menentang resolusi DK PBB.
Situasi terakhir di Yerusalem harus dikritisi Indonesia ,untuk menjamin kepastian hukum di tanah Palestina. Indonesia harus bisa mengambil peran dan presiden Joko Widodo dapat meminta pimpinan negara anggota OKI dan Non Blok agar mendesak PBB konsisten menjalankan dan mengamankan putusannya terkait Yerusalem.
Apabila Amerika dan Israel masih nekat dengan tidak mengindahkan resolusi PBB hasil sidang darurat kemarin, maka merupakan keniscayaan DK PBB untuk dapat memberikan sangsi ekonomi atau pembekuan sementara keanggotaan PBB bagi AS,Israel dan negara penentang yang memindahkan Kedubesnya di Yerusalem.
Saran saya agar Menlu Retno Marsudi untuk terus melakukan diplomasi dengan negara anggota OKI dan negara Non Blok untuk bersama mengingatkan PBB tidak hanya mengecam atas tindakan AS dan Israel yg terus ngotot.
Apabila perlu Indonesia dapat memberikan sangsi ekonomi dan politik diplomatik bagi 7 negara pendukung AS-Israel membuka kantor kedubesnya di Yerusalem, karena tindakan ilegal melawan hukum internasional.
Saya menilai bahwa PBB selama ini hanya digunakan untuk kepentingan politik Amerika dan justru PBB sebagai salah satu pemicu permusuhan dunia di timur tengah antara Israel-Palestina ini harus segera diakiri. [IJM]