-->

Kritis Pada Pemerintah, Ulama Temui Persekusi

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen



Spesial Redaksi|Mediaoposisi.com- Persekusi yang biasa dilakukan kepada Ust Felix Siauw, kali ini merembet pula kepada ulama asal Riau yang kritis terhadap pemerintah, Ustadz Abdul Somad (UAS)

Dilansir dari Jawapos.com, UAS dipaksa pulang oleh petugas Bandara Internasional Hongkong saat hendak memenuhi undangan pengajian warga Indonesia di sana. Ustad Abdul Somad sendiri tidak mendapat alasan memuaskan atas deportasi tersebut.

Kejadian tersebut berawal ketika UAS dan rombongan tiba di Hongkong sekitar pukul 16.00 waktu di Hongkong (atau pukul 15:00 WIB). Selepas keluar pintu pesawat sudah ada petugas yang menghadang penceramah asal Riau tersebut.

"Begitu sampai ada beberapa orang menunggu keluar dari pintu pesawat, saya dipisah," ucap Abdul Somad kepada jawapos.com, Sabtu malam (23/12)

UAS digeledah secara tak wajar oleh petugas keamanan
“Diminta agar buka dompet, semua diperiksa, kartu-kartu dan mereka cek semua surat-surat, kemudian dia (petugas) liat HP liat nomer-nomer kontak," ujar Abdul Somad

Dalam penggeledahan tersebut petugas bandara juga sempat mencurigai aktivitas UAS di Indonesia. Tentu saja, UAS membeberkan aktivitasnya sebagai dosen di berbagai kampus.

"Saya bilang saya seorang dosen, kemudian saya sebutkan satu-satu universitas tempat saya mengajar," lanjut Abdul Somad.


Penggeledahan terhadap Abdul Somad terjadi kurang lebih selama 30 sampai 45 menit. Setelah penggeledahan selesai, petugas tersebut langsung mengantar kembali Ustad Somad ke dalam pesawat yang ditumpanginya saat datang ke Hongkong. Ustad Somad meminta kembali ke Indonesia tanpa alasan yang jelas.
"Saya tanya kenapa? Dia bilang kita belum bisa memberi izin untuk masuk tanpa menyebut alasan," kata UAS.

Namun, menurut UAS, ada kejanggalan yang dirasakan saat penggeledahan berlangsung. Dia merasa dianggap sebagai teroris karena di dalam salah satu kartu nama di handphonenya terdapat nama yang mengandung unsur keislaman.

"Gaya dia (petugas) liat kartu-kartu nama di HP saya salah satunya nama itu kan Rabbitoh Habbaral Baitul Alawiyyin karena lambang bintang, ini yang lama ditanyain, kayaknya mereka curiga kita teroris," pungkas Abdul Somad.

Ustad Somad sendiri menjelaskan nama tersebut merupakan ikatan ulama muslim yang tidak ada kaitannya dengan tindak terorisme.
Tentu kejadian tersebut sangat disesalkan oleh Abdul Somad, pasalnya dirinya tidak memliki kesalaham apapun namun ditolak berkunjung ke Hongkong. Dengan kebesaran hatinya, Ustad akhirnya mengikuti perintah petugas tersebut untuk pulang ke Tanah air. Dan akhirnya penceramah ini tiba di Indonesia sekitar pukul 21:00 WIB.

Radikalisme, Jualan Baru Rezim Jokowi
Pasca pengesahan Perppu Ormas yang controversial tersebut, pemerintah makin menggalakkan kampanye radikalisme. Tak hanya di Indonesia namun juga di luar negeri, hal ini dibuktikan dengan pernyataan BNPT bahwa banyak buruh migran Indonesia terlibat ISIS.

“Secara umum tidak hanya di Hongkong terdapat kasus-kasus terkait radikalisme atau men-support kelompok ISIS. Ini terjadi juga di Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Malaysia. Tapi yang paling banyak di Hongkong," kata Maulana dalam diskusi hasil investigasi yang digelar Jaring, KBR dan CNN Indonesia di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (19/12)

Penggorengan isu ini melahirkan berbagai persekusi terhadap ulama di Indonesia yang hendak berdakwah ke luar negeri. Ust Felix Siauw, Gus Nur dan terakhir UAS adalah korban.

3 ulama di atas memiliki persamaan dalam kasus persekusinya yaitu pemerintah Hongkong diam dan ketiganya adalah ulama yang vocal serta kritis terhadap rezim Jokowi.

Keterlibatan rezim yang dinilai Anti Islam oleh berbagai kalangan ini terindikasi kuat dalam penyataan pejabat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)
Dikutip dari bbc.com/Indonesia, Muhamad Iqbal dari Kementerian Luar Negeri mengatakan diamnya Hongkong terhadap alasan pemulangan para ulama adalah hak pemerintah Hong Kong sepenuhnya.

"Secara hukum tidak ada kewajiban negara tersebut untuk menjelaskan alasannya", kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kemenlu itu.

"Sebagai gambaran, imigrasi kita juga sering menerima masukan dari berbagai pihak, mengenai orang-orang yang perlu dicegah masuk ke Indonesia. Dalam hal imigrasi kita kemudian menolak masuk orang tersebut, kita juga tidak berkewajiban menjelaskan alasannya karena itu adalah hak berdaulat kita", tambahnya

Lantas, setelah ini siapakah yang menjadi korban penggorengan isu Radikalisme lagi ? Kita tunggu saja... [MO]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close