Oleh: Ahmad Rizal - Dir. Indonesia Justice Monitor
Dalam sistem demokrasi Pancasila yang direfleksikan oleh era saat ini, siapapun menawarkan solusi sistemik Islam bisa dituduh dogmatis, ideologi tertutup dan sejumlah tuduhan lainnya. Pada saat sama nilai-nilai liberal kapitalis mengakar dalam pengelolaan sistem politik yang korup dan transaksional. Rakyat Indonesia dihilangkan jati dirinya, dilemahkan eksistensinya menuju penjajahan model baru.
Pemilu dan Pilkada menjadi ajang rutin suksesi kepemimpinan demokratis tidak lepas dari campur tangan kaum pragmatis – kapitalis yang telah menghasilkan banyak pimpinan yang korup dan kurang memiliki kapabilitas untuk melindungi rakyatnya, menghamburkan biaya yang besar, adapun prosesi penyelenggaraan negara sarat dengan intrik, hasutan dan adu domba serta selalu diselimuti potensi terjadinya konflik horizontal. Lembaga perwakilan rakyatnya sarat dijadikan milik para partai politik yang transaksional.
Demokrasi Pancasila yang dipraktikkan saat ini katanya menjamin keterbukaan, kebebasan dan HAM, kita amati memang benar; komunisme dan liberalisme berkembang, zina dan LGBT berkembang… Oh iya, ada pengecualian! ruang gerak untuk “gerakan-gerakan Islam yang kuat, solutif dan kritis” (pakai tanda kutip ya), bisa dibatasi atau bahkan bisa dilarang. Demokrasi Pancasila saat ini dianggap sudah didayagunakan sebagai alat politik demi menghancurkan karakter mereka yang dianggap sebagai lawan oleh pihak-pihak yang merasa diri Pancasilais.
Ah… seruput teh hangat dulu sambil membaca gejala dibalik jelaga. Yang jelas kita makin menyadari bahwa jika kita dipaksa meninggalkan Syariah Islam, kehidupan akan kacau. Karena Islam itu luas dalam mengatasi problema kehidupan kita. Udah gitu ajah. [IJM]