Israel Semakin Ngelunjak
Opini Bangsa - Sekian lama menjajah Palestina, hingga disokong Amerika Serikat, membuat Israel semakin tidak menghargai orang lain alias ngelunjak. Kaum zionis itu, mendirikan Sinagog, atau rumah ibadah bagi umat Yahudi di bawah tanah, tepat di bawah masjid Al-Aqsa, Yerusalem.
Proyek Sinagog itu sudah dilakukan sejak 12 tahun silam. Lembaga-lembaga Islam pun protes keras karena selain tidak etis, membuat bangunan di bawah bangunan yang sudah ada, dalam hal ini Masjid Al Aqsa bisa rubuh akibat tanah longsor.
Tapi, namanya juga Yahudi, megaproyek itu tetap berjalan dan pada Minggu (17/12) waktu Israel, mereka resmi membuka Sinagog yang tepatnya berada di bawah Tembok Al-Buraq atau yang dikenal bagi warga Yahudi sebagai Tembok Barat di area masjid Al-Aqsa.
"Setelah 12 tahun dibangun, sinagog baru ini dibuka pada Minggu malam," kata Yayasan Cagar Budaya Western Wall, lembaga pemerintah Israel dalam pernyataannya seperti dikutip dari Middle East Monitor, kemarin.
Menurut yayasan ini, cita rasa sinagog ini cukup tinggi. Desainnya, memadukan karya seni yang langka, pencahayaan lampu yang unik, sehingga menghasilkan desain yang indah dan kontras antara zaman modern dan zaman dahulu.
Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga-lembaga Islam di Yerusalem Timur telah menyampaikan protes atas pembangunan sinagog di area masjid. Dalam pernyataannya, Sheikh Ekrema Sabri, Ketua Dewan Mahkamah Islam Yerusalem dan mantan imam Al-Aqsa menegaskan, Al-Buraq Wall merupakan bagian dari Tembok Barat masjid Al-Qasa.
"Tembok itu merupakan bagian dari cagar budaya kami dan tetap akan seperti itu hingga Hari Penghakiman. Pendudukan Israel tidak mengklaim cagar budaya Yerusalem itu. Sinagog baru ini tidak memiliki akar sejarah," kata Sabri.
Sabri menegaskan, pembangunan sinagog di kompleks Al-Aqsha merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan dipandang sebagai upaya pengusiran warga Palestina secara tersistematis dari rumah ibadah mereka.
Badan kultural, sains, dan pendidikan PBB UNESCO pada tahun kemarin telah menetapkan bahwa kompleks Masjid Al-Aqsha memiliki akar sejarah yang erat dan melekat dengan umat Islam. Sebaliknya, badan PBB menyatakan bangsa Yahudi tidak memiliki keterikatan yang kuat pada kompleks Masjidil Aqsha, berikut warisan yang berada di dalamnya.
"Penjajah Israel tidak memiliki klaim terhadap warisan di Yerusalem. Sinagog baru ini pun tidak memiliki akar sejarah (ke bangsa Yahudi). Semua bangunan baru otoritas Israel di Yerusalem ilegal dan tidak memiliki landasan sejarah yang kuat," pungkasnya.
Sejak tahun 2003, pemerintah Israel mendorong penduduk Israel untuk mendirikan hunian di sekitar halaman Masjid al-Aqsha. Upaya ini diyakini sebagai cara Israel untuk mengusir umat Islam dari Yerusalem.
Pada Oktober 2016, UNESCO telah melakukan pemungutan suara untuk sebuah resolusi yang tidak mengakui adanya hubungan antara Yahudi dengan masjid Al-Aqsa dan Tembok Al-Buraq di daerah pendudukan Yerusalem.
Ketegangan telah memuncak di Yerusalem setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Pengakuan Trump yang disampaikan pada 6 Desember lalu dikecam masyarakat internasional.
Belum lama ini, 14 anggota Dewan Keamanan PBB dalam rapat pembahasan resolusi tentang status Yerusalem menolak keputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Hanya Amerika Serikat yang memveto draf resolusi itu.
Kawasan ini, menjadi rebutan lantaran kesuciannya yang diakui tiga agama: Islam, Nasrani, Yahudi. Masjidil Al-Aqsa, merupakan kiblat pertama ummat Islam. Sementara orang-orang Yahudi mempercayai ada sisa reruntuhan Kuil Sulaiman di bawah kompleks Masjid al-Aqsha. Karena itu, bangsa Israel terus melakukan penggalian bawah tanah di wilayah yang diyakini sebagai Tanah Suci itu. [opini-bangsa.com / rmol]