Mengharukan! Temui Presiden Palestina, Ini Harapan Mulia Menlu Spanyol Alfonso Dastis
Opini Bangsa - Menteri Luar Negeri Spanyol Alfonso Dastis Selasa, 21 November 2017 lalu menyatakan harapan besarnya bahwa Spanyol akan mengakui Palestina “dalam beberapa bulan mendatang” dalam langkah mendukung upaya perdamaian dalam konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun lamanya.
Menlu Alfonso Dastis menyampaikan pernyataannya itu saat konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki yang berada di ibukota Madrid untuk menemani Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Dastis mengatakan bahwa dia berharap Spanyol akan mengakui Palestina dalam beberapa bulan mendatang, setelah sebuah kesepakatan komprehensif di dalam Uni Eropa.
“Pengakuan negara Palestina harus dikoordinasikan dalam Uni Eropa dan harus bertujuan untuk membantu kesepakatan damai antara Israel dan Palestina di masa depan, ” pungkas Menlu Spanyol tersebut, dikutip dari AA.
Dastis menegaskan kembali komitmen Spanyol terhadap solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Sementara itu, Riyad al-Maliki mengatakan bahwa Spanyol dan Palestina adalah “dua negara sahabat” yang bekerja sama untuk mendukung perdamaian dan pembangunan di kawasan.
Sebelumnya Senin 20 November 2017 , Abbas bertemu dengan Raja Spanyol Felipe VI di Madrid, menurut kantor berita resmi Palestina, WAFA.
Dalam pertemuan tersebut, Mahmoud Abbas memberikan penjelasan kepada Raja Felipe VI mengenai perkembangan terbaru di wilayah Palestina dan pelanggaran-pelanggaran Israel, tulis WAFA.
Abbas juga menegaskan kembali dukungan Palestina atas integritas teritorial Spanyol menyusul deklarasi kemerdekaan sepihak Katalan bulan lalu.
Pemerintah Spanyol mencabut otonomi wilayah Katalan setelah referendum kemerdekaan yang kontroversial di parlemen, sehingga secara efektif mengambil alih pemerintahannya.
Mahmoud Abbas tiba di Madrid pada hari Ahad, 19 November 2017 dalam rangka kunjungan resmi ke Spanyol atas undangan dari Raja Felipe VI.
Israel melakukan operasi pendudukan paksa di wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, selama Perang Arab-Israel pada tahun 1967. Israel mencaplok seluruh kota pada tahun 1980, dan mengklaimnya sebagai “ibukota abadi” negara Yahudi – hal ini merupakan langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Hukum internasional memandang wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai “wilayah yang diduduki” dan menganggap semua pembangunan permukiman Yahudi di sana merupakan aktifitas ilegal. [opinibangsa.info / pi]