Ilustrasi |
Mediaoposisi.com- Aktivis media sosial Jonru Ginting ditahan Polda Metro Jaya. Ditangkapnya Jonru ini dibenarkan kuasa hukumnya, Djudju Purwanto. Menurut dia, Jonru ditangkap pasca diperiksa di Polda Metro, Kamis, kemarin.
"Pemeriksaan dari sore kemarin itu sampai lewat tengah malam tuh, dinihari, sebetulnya dari proses penyelidikan, tiba-tiba tersangka, langsung ditahan. dipaksakan lah," kata Djuju saat, Jumat, 29 September 2017.
Dia mengatakan kliennya ditangkap sekitar Jumat, 29 September 2017, pukul 02.00 WIB.
"Sekitar pukul 02.00 WIB," ujarnya.
Sebelumya, Jonru pada Kamis kemarin sudah memenuhi panggilan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dengan didampingi tim penasihat hukumnya. Ia mengaku tidak ada persiapan khusus sebelum diperiksa.
Dalam kasus ini, Jonru Ginting dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena dinilai kerap menyebarkan ujaran kebencian melalui dunia maya. Pihak pelapor adalah Muannas Al Aidid yang berprofesi sebagai pengacara. Muannas melaporkan Jonru ke polisi, Kamis, 31 Agustus 2017.
Laporan yang dibuat Muannas diterima polisi dengan nomor LP/4153/ VIII/2017/ PMJ/Dit.Reskrimsus. Dalam laporan itu, Jonru diduga melanggar Pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 ayat 2 Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sementara Politikus NasDem ,Viktor Laiskodat yang mengulangi kesalahan yang sama dengan Ahok. Viktor memfitnah sistem Islam (Khilafah) mirip dengan tindakan kerajaan Spanyol ratusan tahun silam di Andalusia yang memaksa umat Islam memeluk agama katholik atau dibunuh dan diusir.
"Mengerti dengan khilafah? Semua wajib salat, semua lagi yang di gereja. Mengerti? Mengerti? Negara khilafah tidak boleh ada perbedaan, semua harus salat," ujar Viktor.
Ia turut menyeru masyarakat untuk mewaspadai partai yang menolak Perppu sebagai partai anti toleransi.
“Sebagian kelompok ini yang hari ini mau bikin negara khilafah. Dan celakanya, partai-partai pendukungnya itu ada di NTT juga. Yang dukung supaya ini kelompok ini ekstremis ini tumbuh di NTT, partai nomor satu Gerindra. Partai nomor dua itu namanya Demokrat. Partai nomor tiga namanya PKS. Partai nomor empat namanya PAN. Situasi nasional ini partai mendukung para kaum intoleran," kata Viktor dalam video yang viral tersebut
Kita bunuh pertama mereka sebelum kita dibunuh. Ingat dulu PKI 1965? Mereka tidak berhasil, kita eksekusi mereka. Gue telepon lu punya ketua umum di sana, suruh you jangan tolak-tolak itu Perppu yang melarang untuk, Perppu Nomor 2 Tahun 2017," pungkas Viktor yang sengaja mengakhiri pembicaraanya yang berbau Hate Speech dan ancaman pembunuhan tersebut.
Hal berbeda dialami oleh kalangan umat islam yang kritis dan non partai pemerintah yang melakukan hate speech. lansung ditangkap oleh kepolisian dan dianggap melanggar UU ITE serta menyebar hate speech di dunia maya.
Viktor Laiskodat tetap melenggang tak diapa-apakan padahal jelas- jelas telah menebar kebencian namun tetap diistimewakan tak pernah diproses dan ditindak secara hukum.
Keadilan telah hilang di negeri ini. orang atau kelompok yang dinilai anti pemerintah langsung dihabisi dan disingkirkan
kita bisa melihat benang merah kesamaan antara Ahok dengan Viktor Laiskodat yang sama-sama penista Agama berbeda dengan Jonru bersikap keritis karena penguasa bertindak dzolim, apa salahnya melakukan keritik melalui sosial media. namun ini dilihat oleh penguasa sebagai batu kerikil bagi penguasa.
Maka segera ditindak dan dipenjara. oh sungguh hancur sudah keadilan hukum di negeri ini. Semakin dekat dengan penguasa,semakin bebas mulut membual !
Ah,enaknya jadi Viktor !