-->

Ungkap Kasus Saracen, Pengamat: Polisi Harus Periksa Sunny Tanuwidjaja

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Ungkap Kasus Saracen, Pengamat: Polisi Harus Periksa Sunny Tanuwidjaja

Berita Islam 24H - Pengamat kebijakan publik, Yusri Usman meminta Polri untuk tidak tebang pilih dalam mengungkap kasus Saracen. Profesionalitas Polri dalam mengungkap kasus juga untuk menjaga nama baik institusi tersebut.

Oleh karena itu Polri harus bisa mengusut tuntas siapa dibelakang orang-oramg Saracen yang sudah ditangkap tersebut. Karena pada dasarnya tim digital forensik Polri sangat mampu mengungkap siapa otak pelakunya.

"Disini Polri harus menunjukkan ke publik tidak tebang pilih. Ini untuk menjaga nama baik institusi Polri juga," tegas Yusri kepada Harian Terbit, Minggu (27/8/2017).

Menurut Yusri, untuk tidak tebang pilih maka Polri juga harus mengorek keterangan dari Sunny Tanuwidjaja, orang dekat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mantan gubernur DKI Jakarta yang diduga dibelakang aktivitas Saracen. Sehingga tidak menimbulkan persepsi liar di publik bahwa Polri memihak kelompok yang sedang berkuasa. Karena bisa jadi dugaan Sunny dibelakang Saracen ada benarnya. Oleh karena itu Polri harus bisa mengungkap siapa dalang atau yang mendanai Saracen.

"Situasi ini tidak boleh dibiarkan berlarut larut, karena bisa menimbulkan ancaman serius perpecahan di masyarakat," paparnya.

Yusri menegaskan, kekusaan Pemerintah itu ada batas waktunya.Sementara Polri itu tetap harus ada siapapun rezim yang berkuasa. Pengalaman buruk semasa Orde Baru yang memanfaatkan aparat hukum seharusnya menjadi renungan bersama. "Masak kita tidak berubah paradigamanya. Katanya sekarang eranya reformasi dan demokrasi. Harusnya semua itu harus menjunjung bahwa hukum dan penegakan hukum yang adil sebagai panglimanya. Jangan dijadikan hukum itu tajam kebawah dan tumpul keatas," paparnya.

Ketua Lembaga Dakwah Front (LDF) DPP FPI, Novel Bamukmin menilai, Saracen adalah bentuk aktivitas untuk memecah belah bangsa yang beragama. Ia pun menyebut yang bermain dibalik Saracen adalah penguasa yang sudah merasa terancam dengan persatuan umat Islam yang belakangan ini semakin solid. Alasannya Saracen adalah sebutan sinis dari tentara salib untuk mujahid pada waktu perang salib. Sehingga sekarang ini Saracen ditujukan kepada mujahid sosmed.

"Itulah para penista Islam terus memecah belah dengan berbagai macam cara. Diantaranya dengan mengangkat kembali Saracen," ujar Novel.

Terkait dugaan ada kelompok Ahokers dibalik Saracen, Novel menuturkan, justru Ahokers membuat tuduhan bahwa ada zaman ini Saracen yang dialamatkan kepada mujahid medsos. Oleh karenanya Saracen merupakan pekerjaan komunis yang ingin mengadu domba umat beragama. Aktivitas Saracen juga diduga direkayasa oleh Sunny untuk mengadu domba. "Saran saya agar penguasa hentikan politik adu domba karna itu gaya komunis. Sudah cukup negara ini dibuat gaduh oleh penistaan agama dan sekarang jangan dihadpkan lagi kita yang beragama," paparnya.

Pengamat politik dari Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya'roni mengatakan, fenomena hoax sudah muncul saat Pilpres 2014 dan berlanjut hingga Pilkada Jakarta 2017. Kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014 tidak terlepas dari topangan tim cyber army dari para relawan yang 3 langkah lebih maju dari tim cyber army yang dimiliki oleh capres Prabowo Subianto.

Pertarungan berlanjut ke Pilkada Jakarta 2017, dimana masing-masing kubu sudah memiliki kekuatan cyber army yang sama-sama kuat.

"Jual beli serangan terjadi dan masing-masing kubu melontarkan apapun untuk menjatuhkan lawan, termasuk memproduksi hoax," ujar Sya'roni.

Lebih lanjut Sya'roni mengatakan, Saracen yang beberapa hari lalu dibongkar oleh aparat kepolisian diduga merupakan bagian dari salah satu kubu yang terlibat dalam cyber war tersebut. Tindakan aparat ini bisa dibilang terlambat, mestinya sejak 2014 lalu sudah dilakukan tindakan tegas kepada kubu manapun yang terlibat cyber war. Jika dari awal sdh diterapkan tindakan tegas maka fenomena cyber war yang sangat tidak beradab ini tidak akan mengotori laman medsos.

Sya'roni juga meminta jika memang aparat kepolisian sudah berniat membersihkan hoax, maka harus bertindak adil dan berimbang. Oleh karena itu kubu manapun harus ditangkap dan diproses hukum.Diharapkan polisi tidak berhenti di Saracen, tetapi terus bergerak membersihkan kubu manapun yang terbukti memproduksi hoax, fitnah dan hatespeech (ujaran kebencian).

"Ke depan, kedua belah pihak harus ditindak dan diproses hukum," paparnya.

Peneliti Institute For Strategic and Development Studies (ISDS), M. Aminudin juga meminta agar polisi bisa membuktikan siapa penyandang dana Saracen dan atas pasal apa dia melanggar. Selain itu polisi juga harus adil untuk menjerat Jasmedev yang mungkin diidentifikasi telah diorder oleh pendukung Jokowi untuk menebar hoax dan fitnah yang mendiskreditkan tokoh oposisi dan anti komunis seperti Rahmawati, Sri Bintang, Habib Rizieq, dan aktivis lainnya.

Tindakan rezim Jokowi terus menerus menteror rakyat yang menjadi netizen dunia maya jelas secara langsung melanggar konstitusi UUD 45. Pasal 28F: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

"Polisi juga harus adil jika kelompok Jasmadev yang telah mereka tangkap ternyata dibiayai para kaki tangan Ahok. Usut lagi Ahok dalam kasus ini," tegasnya.

Karena belajar dari kasus narkoba, sambung Aminudin, sebagian besar dikendalikan dibalik para napi penjara. Apagi jelas Ahok kabarnya masih bergentayangan kemana-mana karena tak ada di LP Cipinang atau Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, walaupun statusnya sudah menjadi napi. "Ustadz Alkhatat waktu di Mako Brimob tidak melihat Ahok sama sekali," paparnya.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Badaruddin mengatakan, pihaknya masih menelusuri aliran dana masuk dan ke luar jaringan grup Saracen. Aktivitas keuangan di jaringan tersebut terpantau digunakan untuk berbagai hal dan melibatkan banyak orang. Sehingga lembaganya hingga kini terus menyusun daftar sumber maupun tujuan aliran dana.

"Sekarang kan sedang ditelusuri. Sebelumnya kan sudah ditelusuri, jadi mungkin enggak lama lagi lah. Sebagian besar benar itu, bahwa melibatkan banyak pihak, uangnya digunakan untuk berbagai hal. Angka itu bergerak, angka yang pasti, tentunya penelurusan PPATK itu enggak lama lagi sudah selesai," kata Badaruddin, Kamis (24/08/2017). [beritaislam24h.info / htc]


Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close