RAPBN 2018 Tak Berpihak Ke Rakyat |
Oleh: Ricky Fattamazaya M., S.H., M.H.
Jakarta, Media Oposisi-RAPBN 2018 Genapkan penderitaan dengan tingginya pajak dan tanggung hutang Rp.17.000.000/ Jiwa. Pada 16 Agustus 2017 Jokowi membacakan Nota keuangan Untuk RAPBN 2018 yang mana target penerimaan negara Rp.1.878,45 Triliun dari target pengeluaran Rp.2.204,38 Triliun dengan kata lain defisit anggaran Rp.325,95 Triliun yang sudah dapat dipastikan defisit ini akan ditutupi dengan cara Hutang.
Pembebanan kepada rakyat dengan dalih bernama pajak pun menjadi idola utama rezim yang berkuasa Jumlahnya mencapai Rp.1.609,38 Triliun ( 86%) selebihnya diperoleh dari PNPB Rp.267,87 Triliun, Hibah Rp.1,19 Triliun dan Hutang Rp. 399,24 Triliun.
Ditambah Utang luar negeri yang semakin meroket seperti yang di release oleh Bank Indonesia jumlah nya mencapai 326,3 Milyar USD ketika dirupiahkan dengan standar per 1 USD = Rp. 13.400 maka mencapai Rp. 4.372,42 Triliun ini sama dengan setiap warga menanggung hutang Rp. 16.817.000.
Janji- janji kesejahteraan hanya sebatas pidato politik pencitraan semata, kosa kata pidato politik jumlah rakyat miskin berkurang, biaya pendidikan terjangkau, pelayanan kesehatan semakin baik dll namun pada kenyataan ukuran miskin ketika pendapatan per harinya dibawah Rp.11.000, dana pendidikan semakin melangit lihat saja UKT yang diterapkan di perguruan-perguruan Tinggi, Persoalan BPJS yang tiada ujungnya. Lalu rezim hari ini teriak merdeka kami pancasila.
Harusnya negara memiliki neraca anggaran yang ideal dalam artian pemasukan haruslah lebih besar dibanding pengeluaran, mengidolakan pajak dan hutang adalah mental penjajah bukan penguasa yang mencintai negerinya. Sepatutnya neraca anggaran dibangun dari pemasukan dari PNBP ( Pemasukan Negara Bukan Pajak) Migas, Hutan, Tambang Laut dll, Ambil alih Freeport, Chevron dari Amerika serikat, Kelola hutan yang selama ini diberikan kepada asing dengan dalih Perijinan IUPK, IUPHHK HATI dll.
Bukti cinta pada negeri tidak menyerahkan sumber daya Alam kepada Asing dengan barbagai dalih investasi dan membebani rakyat sendiri dengan pajak dan hutang, apakah ini pemaknaan rezim Jokowi - JK menyatakan merdeka dan pancasilais? Ataukah kebalikan dari itu semua justru yang anti Pancasila sebenarnya adalah rezim yang berkuasa hari ini.
Sistem kapitalis liberalis memunculkan NeoImperialisme dan itu hanya bisa dijawab dengan sistem Islam termasuk diantaranya adalah ekonomi Islam yang menghilangkan penderitaan yang dialami rakyat sekarang ini.