OborIslam - Ketua PP Muhammadiyah, yang juga mantan pimpinan KPK, Busyro Muqoddas menyindir mereka yang kerap teriak pancasila dan NKRI harga mati. Bagi Busyro, mereka yang kerap bicara itu padahal permisif dengan suap.
"Ketika demokratisasi hanya jadi slogan dan plan, maka nasibnya akan sama dengan Pancasila dan NKRI. Yang akhir-akhir ini seringkali diklaim, bahwa NKRI pancasila harga mati. Padahal yang ngomong seperti itu akrab dengan data data suap dan setoran-setoran itu," kata Busyro saat memberikan pidato di acara ICW di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (1/8).
Kadang-kadang kalau saya dengar itu di TV, saya langsung ganti chanel lain ke acara lain. Acara Tukul Arwana
Busyro melanjutkan, dia lalu berbicara soal anggaran negara. Menurut dia, hasil litbang bersama BPK, ditemukan APBD di dua tahun itu, 75-80 persen digunakan untuk biaya belanja pegawai.
"Setelah KPK intervensi, saya cek kepada teman di KPK di tahun 2016, angka ini sudah berubah, dalam arti lebih rendah biaya untuk belanja pegawai. Tapi persoalannya bukan hanya APBD itu, tapi tata kelola ruang arah kebijakan daerah itu apakah transparan?Masyarat punya hak untuk menentukan infrasktruktur di daerahnya," beber Busyro.
Apalagi sekarang infrastruktur nasional untuk dana haji juga mau diambil. Pertanyaamnya, apakah itu melalui proses demokratisasi? Oh infrastrukturnya jenisnya ini, tendernya dijamin enggak bahwa itu tidak bermasalah? Siapa yang memperoleh impact ekonomi sosial dan budaya dari infrastruktur itu, apakah ekonomi elite atau masyarakat? Semua itu adalah konsekuensi moral konstitusionalisme, justru ini letak PR kita
"Ketika demokratisasi hanya jadi slogan dan plan, maka nasibnya akan sama dengan Pancasila dan NKRI. Yang akhir-akhir ini seringkali diklaim, bahwa NKRI pancasila harga mati. Padahal yang ngomong seperti itu akrab dengan data data suap dan setoran-setoran itu," kata Busyro saat memberikan pidato di acara ICW di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (1/8).
Kadang-kadang kalau saya dengar itu di TV, saya langsung ganti chanel lain ke acara lain. Acara Tukul Arwana
Busyro melanjutkan, dia lalu berbicara soal anggaran negara. Menurut dia, hasil litbang bersama BPK, ditemukan APBD di dua tahun itu, 75-80 persen digunakan untuk biaya belanja pegawai.
"Setelah KPK intervensi, saya cek kepada teman di KPK di tahun 2016, angka ini sudah berubah, dalam arti lebih rendah biaya untuk belanja pegawai. Tapi persoalannya bukan hanya APBD itu, tapi tata kelola ruang arah kebijakan daerah itu apakah transparan?Masyarat punya hak untuk menentukan infrasktruktur di daerahnya," beber Busyro.
Apalagi sekarang infrastruktur nasional untuk dana haji juga mau diambil. Pertanyaamnya, apakah itu melalui proses demokratisasi? Oh infrastrukturnya jenisnya ini, tendernya dijamin enggak bahwa itu tidak bermasalah? Siapa yang memperoleh impact ekonomi sosial dan budaya dari infrastruktur itu, apakah ekonomi elite atau masyarakat? Semua itu adalah konsekuensi moral konstitusionalisme, justru ini letak PR kita