Diskusi Anak Muda di Jogjakarta, Foto Ma/Mo |
YOGYAKARTA, Media Oposisi- Pada sabtu malam 26 Agustus 2017 kemarin, publik indonesia disibukkan perhatiannya kedalam pagelaran semifinal SEA GAMES 2017 cabang olahraga sepak bola yang mempertemukan tuan rumah Malaysia dengan Timnas Merah-Putih di stadion Shah Alam, Slangor, Negeri Jiran.
Yang berhujung pada kebanggaan bercampur haru dan berbalut rasa kecewa bagi masyarakat indonesia, karena Tim kesayangan mereka harus mengakhiri pertandingan dengan kepala tertunduk akibat gol yang diciptakan Thanabalan Nadarajah -striker plus top scorer malaysia- Pada menit ke-88, 2 menit menjelang akhir pertandingan.
Kembali ke yogyakarta, lupakan hiruk pikuk Malaysia-Indonesia, diwaktu yang sama, pada dimensi ruang yang berbeda, sekumpulan anak muda yang tergabung di dalam organisasi daerah (tepatnya desa) Sampolawa, Sultra. yang sedang menimba ilmu di kota pelajar, menunjukkan cara yang berbeda akan kepedulian mereka terhadap kondisi negeri dan umat islam. berlokasi di asrama daerah Sampolawa yang terletak di belakang Edu-Hostel, Ngampilan, Yogyakarta. Sekitar 30 orang mahasiswa/i menggelar diskusi umum dengan mengangkat Tema “Islam sebagai Teologi Pembebasan Umat”, hal yang perlu dan patut di apresiasi.
Bung Mukrin selaku pemateri, menjelaskan “bahwasannya islam sebagai agama yang diwahyukan Allah merupakan ajaran yang haq dan sempurna untuk mengatur kehidupan umat manusia sesuai dengan fitrahnya. Agama islam hadir untuk menyelamatkan, membela, dan menghidupkan keadilan bagi manusia.
Demikian juga islam sebagai pembebas, yaitu membebaskan manusia dari ketidakadilan. Namun sayangnya wajah islam sebagai penyelamat, pembela, dan penghidup kembali keadilan justru kurang dikenal oleh pemeluknya sendiri. Tetapi yang lebih dikenal dan muncul dalam wacana kehidupan justru wajah agama islam sebagai ritual rutin atau hanya terbatas pada wilayah spritual belaka.
Kondisi yang demikian itulah yang menyebabkan berbagai gejala dan kekuatan global, terutama kekuatan ekonomi kapitalistik berhasil mencengkram dan mengangkangi umat islam di berbagai kawasan, dan kurang mendapatkan tanggapan yang serius. Islam hanya menjadi simbol belaka. Sehingga pada akhirnya islam sebagai spirit perjuangan yang membebaskan kaum tertindas dan kaum lemah tenggelam dalam sejarah peradaban dunia.” Lanjut bung Mukrin.
Atmosfer diskusi menjadi semakin hangat kala memasuki sesi tanya jawab dan diskusi, pertanyaan yang paling menarik perhatian ialah “bagaimana langkah (metode) dari perjuangan Islam sebagai Teologi Pembebasan ini?” tanya bang surdin, salah seorang peserta yang juga alumnus program magister dokter gigi UGM. “Dalam buku Asghar Ali Engineer yang menjadi rujukan utama pada pembahasan malam ini, dijelaskan bahwa metode yang harus dilakukan ialah upaya memobilisasi massa seperti yang dilakukan oleh kaum merah (komunis)” jawab bung Mukrin selaku pemateri.
Dialektika forum berlangsung semakin menarik, Sinyak -perwakilan dari Gema Pembebasan DIY- yang diundang untuk berhadir, ikut serta untuk mengutarakan pandangannya, ia tidak sependapat dengan langkah (metode) perjuangan yang dijelaskan oleh pemateri.
Menurutnya “Jika kita kembali ke sejarah, asal mula dari wacana teologi pembebasan ini akan bermuara pada revolusi-revolusi yang berlangsung di Amerika latin, seperti negara Chile, Cuba, Venezuella, Bolivia, dsb. yang digagas oleh kaum sosialis-komunis, seperti Fiedel Castro dan Che Guevarra.
Gagasan ini merupakan hasil sintesa dari pengawinan antara teologi nasrani dengan ideologi sosialis-komunis, dan gagasan itu laku keras, bahkan di amini oleh pihak-pihak gereja, Karena dalam agama Nasrani -juga agama lainnya selain islam- tidak memiliki konsep pengaturan kehidupan antar/sesama manusia, tetapi hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
Namun hal tersebut tidaklah relevan dengan Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik dari spektrum politik, ekonomi, social, bahkan sampai hal yang spele seperti masuk WC sekalipun islam memiliki tata cara dan aturannya.
Sehingga dalam langkah (metode) perjuangan untuk pembebasan umat manusia dari ketidakadilan, ketertindasan, juga kekufuran, Islam pasti memilikinya. Hal itu bisa kita tinjau bersama pada apa yang dilakukan Rasulullah Muhammad dalam melakukan Pembebasan umat manusia yang tercantum dalam Sirah Nabawiyyah karangan Prof. Rawwas Qol’ahji.
Dalam sirah tersebut dijelaskan setidaknya ada 4 tahapan yang telah dilakukan rasul dalam perjuangannya; 1. Pembinaan diri akan pemahaman-pemahaman Islam, 2. Pertarungan fikiran dalam upaya menyebarkan ajaran-ajaran islam, 3. Perjuangan Politik untuk membongkar makar status quo agar terputusnya tali kepercayaan masyarakat terhadap Penguasa dalam konteks saat itu direpresentasikan oleh pemimpin-pemimpin Quraisy-, 4. Tahapan mencari kekuatan yang bersedia menerima dan menegakkan Pemerintahan Islam.” Papar Sinyak.
Semua audiens dan pemateri menerima apa yang diutarakan Sinyak, dan sesi kedua tanya-jawab dibuka kembali oleh moderator. menjelang berakhirnya forum pertukaran fikiran semakin mengalir. Dipenghujung diskusi peserta juga sempat membahas terkait pembebasan islam yang harus dilakukan terhadap ajaran-ajaran syirik nenek moyang yang masih berkembang.
Dinginnya udara angin malampun semakin mengelus-elus seisi ruangan, pertanda diskusi malam ini akan segera diakhiri, dan pastinya akan berlanjut ke lain hari, dengan topik juga pemateri yang berotasi. Panjang umur perjuangan! [Mo/ma]