KETUA Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin memperkirakan penentuan awal puasa tidak akan mengalami perbedaan alias sama hingga delapan tahun mendatang (2023).
Penentuan soal satu Ramadhan atau satu Syawal untuk 100 tahun yang akan datang, sudah bisa diprediksi dengan menggunakan ilmu falak yang berbasis astronomi fisika matematika.
Di dalam kitab suci Al Quran, metode observasi itu juga bisa dilakukan. “Penglihatan Muhammadiyah adalah tetap melihat rukyat, tetapi dengan akal pikiran. Rukyat dengan ilmu, bukan rukyat dengan ala pemerintah,” ucap Din kepada wartawan.
Untuk tahun ini, Din juga sudah memperkirakan bahwa penetapan awal 1 Ramadhan pasti akan sama karena hilal tidak terlihat hingga matahari terbenam. Meski ada perbedaan cara dan pemahaman itu, Din meyakini hal tersebut tidak menjadi soal lantaran pemerintahan di bawah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memiliki komitmen mendekatkan Muhammadiyah dengan Nahdlatul Ulama.
Din mengapresiasi langkah Lukman mengupayakan kesamaan persepsi mengenai cara melihat hilal. Sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din menyatakan akan mendukung langkah Lukman tersebut.
“Kami beri apresiasi kepada Menteri Agama selalu berusaha untuk adanya penyatuan kalender Islam. Kami bersedia, bertekad untuk melakukan pertemuan yang lebih intensif lagi, melalui halaqah-halaqah, agar satu waktu ada pendekatan yang sama,” ucap Din.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menyatakan akan terus berusaha untuk menyamakan cara menentukan awal puasa melalui rukyat dan hisab. Ia memandang perlu ada standar yang sama tentang bagaimana seluruh elemen atau organisasi massa berbasis Islam melihat hilal untuk menentukan awal puasa.
“Kita tidak hanya mengandalkan kondisi alam, tapi ada itikad untuk menyamakan cara pandang untuk menentukan kriteria hilal itu,” ujarnya. [Desastian/Islampos]
islampos mobile :
Redaktur: Fatmah Hasan
from Islampos
from
via Pusat Media Islam
