Oleh : Rusdah
(Pemerhati Remaja dan Aktivis Dakwah)
Mediaoposisi.com-Tak henti-hentinya berbagai polemik bermunculan yang menuai reaksi masyarakat baik sebelum maupun sesudah dilantiknya Presiden terpilih periode 2019-2024, Jokowi Dodo. Mulai dari revisi Undang-Undang KPK, KUHP dan revisi Undang-Undang lainnya yang mengundang demo mahasiswa di seluruh Indonesia, pengangkatan menteri-menteri dan jajarannya di Kabinet Indonesia Maju yang kontroversial, hingga pembentukan staf khusus presiden yang mengangkat 7 pemuda Indonesia sebagai perwakilan generasi millenial dengan gaji yang fantastis.Akhir-akhir ini tak kalah ramai diperbincangkan masalah yang menuai pro dan kontra di masyarakat yaitu pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering dikenal Ahok sebagai komisaris utama PT. Pertamina (Persero) pada Senin, 25 November 2019. Tak hanya soal pengangkatan saja yang dipermasalahkan, tetapi gaji sekitar Rp 3,2 miliar dan tunjangan yang diterima Ahok juga menjadi perbincangan masyarakat dan elit negara.
Ahok didampingi oleh Budi Sadikin yang diangkat sebagai Wakil Komisaris Utama dan Emma Sri Martini, Mantan Dirut PT. Telkomsel, ditunjuk sebagai Direktur Keuangan PT. Pertamina. Usai dilantik, Ahok dan Budi Sadikin memiliki PR besar yang menanti mereka untuk segera diselesaikan yaitu mengurangi impor migas dan menggenjot pembangunan kilang minyak. Pengangkatan Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina ini diharapkan mampu membenahi internal Pertamina (dw.com 25/11/2019).
Meskipun menuai polemik publik, nampaknya hal tersebut tidak menyurutkan rencana pengangkatan Ahok sebagai Komut PT. Pertamina. Menteri BUMN, Erick Thohir pun angkat bicara untuk menanggapi banyaknya penolakan terhadap pengangkatan Ahok termasuk dari serikat pekerja Pertamina. Beliau mengatakan bahwa sebenarnya penolakan tersebut tidak hanya dilontarkan untuk Ahok, tetapi juga ia rasakan ketika baru saja menempati jabatan sebagai Menteri BUMN.
Ia berharap rakyat dapat melihat bagaimana hasil kerja yang mereka kerahkan dan memberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa Ahok, Budi Sadikin dan jajarannya mampu meningkatkan kualitas pelayanan BUMN kepada masyarakat serta membawa Pertamina ke arah yang lebih baik (liputan6.com 25/11/2019).
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara nampaknya kurang sejalan dengan Erick Thohir. Marwan menyatakan bahwa Ahok kurang pantas dijadikan sebagai Komisaris Utama PT. Pertamina untuk memberantas mafia Di BUMN, sebab untuk hal tersebut harus dilakukan oleh orang-orang yang bersih tanpa ada track record yang buruk.
Track record yang buruk dari Ahok yang ia maksud adalah adanya dugaan kasus korupsi yang menyandung Ahok ketika manjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yaitu kasus pembelian lahan RS Sumber Waras. Selain itu, ia menduga adanya unsur politik dari pengangkatan BTP atau Ahok tersebut, sebab Ahok juga masih menjadi bagian dari partai BPIP. Sehingga menurut Marwan, masih banyak sosok selain Ahok yang layak menduduki jabatan sebagai Komut Pertamina (kompas.com 22/11/2019).
Seperti tak ada habisnya, permasalahan yang dihadapi masyarakat belum juga terselesaikan. Berbagai kebijakan terus menuai kontroversial, menimbulkan banyak respon masyarakat yang tidak setuju dengan keputusan rezim saat ini. Seperti halnya pengangkatan komisaris utama sebuah instansi besar di negeri ini, nampaknya banyak pihak yang tidak setuju dengan keputusan tersebut. Tetapi, penolakan publik tidak juga digubris dan menjadi bahan pertimbangan. Tidak bisa dipungkiri jika kepercayaan publik kian menurun tehadap kinerja dan keputusan yang diambil pemerintah akibat berbagai peristiwa yang membuat rakyat kecewa.
Penempatan seseorang sebagai atasan di perusahaan besar seperti Pertamina haruslah dengan pertimbangan yang matang dan melihat berbagai aspek seperti track record yang baik, memiliki pengalaman yang cukup untuk mengambil amanah besar tersebut, memiliki perangai sebagai pemimpin yang adil, dan persyaratan lainnya. Apabila berbagai aspek telah dipertimbangkan, tentu polemik di masyarakat tidak akan menjadi besar.
Menteri BUMN memang berhak untuk memilih siapa yang akan mengisi posisi sebagai top level di BUMN termasuk Pertamina. Namun, perlu diperhatikan juga beberapa aspek yang menjadi pertimbangan agar masyarakat juga percaya bahwa para elit negara mampu menjalankan tugas untuk melayani masyarakat.
Menjadi pelayan masyarakat memang tidaklah mudah, mendapatkan kepercayaan dari masyarakat juga sulit. Oleh karena itu, amanah besar ini haruslah dijalankan oleh orang yang kompeten, adil, bijaksana, dan memiliki hati yang lembut kepada yang lemah dan tegas jika terjadi pelanggaran. Hal inilah yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika beliau menjadi Rasul, kepala keluarga, sekaligus sebagai kepala negara Islam di Madinah. Beliau tidak sembarangan mengangkat perangkat pemerintahan masa itu. Jangankan untuk memimpin suatu wilayah yang menjadi bagian dari negara Islam saat itu, untuk menjadi pemimpin perang saja harus disesuaikan dengan karakter masing-masing sahabat dengan kondisi peperangan.
Maka wajar jika masyarakat tidak puas dengan apa yang telah mereka dapatkan saat ini. Kemiskinan terus terjadi, pelayanan kesehatan kian mahal dan sulit didapatkan, lowongan pekerjaan begitu ketat persaingannya, sedangkan tuntutan ekonomi terus meningkat. Dalam keadaan yang berbeda 360 derajat, elit politik terus merasakan kenikmatan dunia, menduduki jabatan tertinggi, gaji yang fantastis dan bisa memenuhi apa yang ia inginkan.
Bukankah sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab ketika menjadi pemimpin negara pernah menyampaikan bahwa pemimpin yang baik itu adalah yang dicintai oleh rakyatnya, dan ia mencintai rakyatnya. Pemimpin yang lebih rela merasakan lapar terlebih dahulu, dan merasakan kenyang belakangan. Apakah para elit politik saat ini menjadi pemimpin layaknya yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat?
Pemimpin yang adil bagi masyarakat sangatlah dibutuhkan oleh umat saat ini. Mereka rindu dengan kesejahteraan dan kemakmuran yang dahulu pernah dirasakan oleh semua kalangan, baik itu umat Islam maupun nonIslam, baik itu anak-anak maupun lansia. Kesejahteraan ini telah dirasakan selama 13 abad lamanya, berhasil membentuk generasi yang cemerlang. Maka penting untuk menjalankan aturan Allah yang menenangkan jiwa.
Aturan yang sesuai dengan fitrah manusia, tidak akan lenyap oleh waktu, dan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada. Kesejahteraan ini hanya bisa dirasakan ketika diterapkan dibawah aturan Al-Qur’an dan as sunnah. Pemimpin yang bergerak dengan landasan berpikir cemerlang, memiliki kesatuan pemikiran, perasaan dan dinaungi peraturan yang sama.[MO/dp]