Oleh : Maulida Nur Hidayati, S.Kep
Mediaoposisi.com-Heboh, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, tagih janji 1,5 triliun ke Menkeu Sri Mulyani. MoU kesepakatan perjanjian antara PBNU dan MenKeu ini sudah ditandatangai sejak tahun 2017 lalu, sebelum pilpres 2019. Sebenarnya hal ini bukan kabar baru, sebelumnya sejak tahun 2017 sudah nyaring terdengar desas-desus tersebut, salah satunya pernyataan yang disampaikan oleh Cak Nun yang kemudian viral di kanal youtube, bahwa NU mendapatkan dana dari pemerintah untuk memuluskan pembubaran HTI sekaligus komitmen mendukung paslon petahana di pemilu. Tapi saat itu, isu tersebut tidak terlalu digubris. Sebagian pihak malah mencibir. Barulah sekarang ketika Ketum PBNU sendiri yang menagih janji banyak pihak yang terperangah.Meskipun janji ini sudah sejak tahun 2017 lalu sampai saat ini janji uang 1,5 triliun tersebut belum juga dipenuhi. Padahal paslon yang dimaksud sudah menang dengan dukungan penuh dari NU dan HTI pun sudah dibubarkan juga dengan dukungan pula dari NU.
Dari sini menarik untuk kita telaah lebih jauh. Pengakuan ketua Ormas, Said Aqil Siradj, ini semakin membuktikan bahwa rezim sekuler ini memiliki karakter ingkar janji. Rezim ini hanya memanfaatkan umat atau ormas Islam sebagai alat mengeruk suara terbanyak.
Ibarat mendorong mobil mogok, setelah hidup langsung tancap gas, pendorong cuma kebagian kebulan asap knalpot. Sebagaimana kita ketahui dalam sistem demokrasi kemenangan hanya didasarkan kepada perolehan suara terbanyak bukan kepada kebenarannya. Ketika tujuan kemenangannya sudah dicapai maka janji-janji politiknya yang lalu saat kampanye sangat mudah dilupakan.
Maka saat ini semua pihak harus sadar akan tujuan utama terbentuknya sebuah ormas Islam. Tujuan sahih dari sebuah Ormas Islam adalah amar ma'ruf nahi mungkar. Sebagaimana firman Allah ta'ala dalam Al Qur'an Surat Ali Imran 104: "Dan Hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
Tugas ini bisa dilakukan dengan banyak cara, salah satunya dengan muhasabah lil hukam (mengoreksi penguasa) dengan menggunakan Al Quran dan As Sunnah sebagai standar benar-salah dan standar baik-buruknya. Ormas Islam hendaknya berpegang teguh kepada syariat Islam dan hanya berharap ridho serta balasan dari Allah SWT semata. Bukan dengan jalan kompromi atau simbiosis mutualisme hingga mengabaikan syariat Allah serta tujuan awal keberadaan ormas islam tersebut.
Ormas Islam dengan tujuan sahih seperti inilah yang sangat dibutuhkan umat saat ini. Sehingga umat bisa memahami dengan jelas mana Haq dan mana yang batil.[MO/db]